Berita Borneotribun.com: Antariksa Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Antariksa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Antariksa. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Februari 2024

NASA Temukan Jejak Sungai Kuno di Mars

NASA Temukan Jejak Sungai Kuno di Mars. Gambar: NASA/JPL-Caltech
NASA Temukan Jejak Sungai Kuno di Mars. Gambar: NASA/JPL-Caltech
JAKARTA - NASA telah mengungkap jejak-jejak sungai kuno yang berkelok-kelok di permukaan Mars melalui pengamatan yang dilakukan oleh Mars Reconnaissance Orbiter (MRO). 

Gambar yang diperoleh dari misi ini menunjukkan formasi sungai kering di Aeolis Planum, yang memberikan bukti kuat akan keberadaan air di planet tersebut pada masa lampau.

Dalam gambar-gambar tersebut, terlihat pola sungai yang jelas berkelok-kelok di tengah dataran Mars. 

Para ilmuwan memperhatikan bahwa formasi dasar sungai terdiri dari batu kerikil, sementara sekitarnya tertutup oleh endapan berbutir halus. 

Fenomena ini dijelaskan oleh para ahli sebagai hasil dari apa yang mereka sebut sebagai "saluran terbalik", yaitu ketika sungai mengering, endapan berbutir halus akan tersapu meninggalkan lapisan kerikil yang terlihat seperti punggung bukit.

Dr. Maria Zuber, seorang ilmuwan planetary dari Universitas Harvard, mengatakan, "Ini adalah bukti yang sangat penting tentang sejarah air di Mars. 
NASA Temukan Jejak Sungai Kuno di Mars. Gambar: NASA/JPL-Caltech
NASA Temukan Jejak Sungai Kuno di Mars. Gambar: NASA/JPL-Caltech
Temuan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana kondisi permukaan planet ini telah berubah seiring waktu."

Gambar-gambar ini diambil dari ketinggian hampir 267 kilometer menggunakan HiRISE, sebuah kamera canggih yang dipasang pada MRO. 

Kemampuan resolusi tinggi kamera ini memungkinkan para peneliti untuk mendapatkan detail yang sangat halus dari formasi permukaan Mars, memungkinkan mereka untuk memahami lebih dalam tentang sejarah geologis planet tersebut.

Penemuan ini menambah daftar panjang bukti bahwa Mars memiliki masa lalu yang kaya akan air cair, yang mendukung kemungkinan adanya kehidupan mikroba di masa lalu. 

Hal ini juga memberikan petunjuk penting bagi penelitian masa depan, termasuk misi berawak yang diusulkan untuk menjelajahi lebih jauh potensi keberadaan kehidupan di planet tetangga kita ini.

Selasa, 23 Januari 2024

Pioneer 10: Pesawat Ruang Angkasa yang Terus Mengirim Data Meski Tua

Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA
Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA – Pada tanggal 22 Januari 2003, Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA mengirimkan transmisi data terakhirnya ke Bumi. 

Pioneer 10 mencatat sejarah sebagai misi luar angkasa pertama NASA yang berhasil melewati sabuk asteroid, mengunjungi Jupiter, dan melintasi planet luar. 

Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA. (Gambar ilustrasi)
Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA. (Gambar ilustrasi)
Saat ini, pesawat ini sedang menjauh dari tata surya, telah menempuh perjalanan lebih dari 10 miliar mil dari Bumi.

Meskipun dirancang awalnya untuk bertahan selama 21 bulan, Pioneer 10 terus mengumpulkan dan mengirimkan data selama lebih dari 30 tahun. 

Pasokan listrik radioisotopnya akhirnya rusak, dan NASA tak dapat lagi menghubunginya.

Berita lainnya pada 21 Januari 1960, ketika monyet bernama Miss Sam diluncurkan dengan roket Little Joe untuk membantu uji sistem pelarian pesawat ruang angkasa Mercury NASA. 

Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA. (Gambar ilustrasi)
Pesawat Ruang Angkasa Pioneer 10 milik NASA. (Gambar ilustrasi)
Meski hanya mencapai ketinggian sekitar 9 mil, Miss Sam berhasil melewati uji psikomotorik dengan menarik tuas menggunakan lampu sebagai isyarat selama penerbangan 8,5 menit. 

Roket tersebut akhirnya membawa astronot Amerika pertama ke luar angkasa.

Sumber: Space.com

Kamis, 23 Februari 2023

Teleskop luar Angkasa mengungkap Galaksi masif di dekat Fajar Kosmik

Teleskop luar Angkasa mengungkap Galaksi masif di dekat Fajar Kosmik
Foto: Gambar yang disediakan oleh NASA dan Badan Antariksa Eropa ini menunjukkan gambar dari enam calon galaksi masif, terlihat 500-800 juta tahun.
CAPE CANAVERAL — Para astronom telah menemukan apa yang tampak sebagai galaksi masif yang berasal dari 600 juta tahun Big Bang, menunjukkan bahwa alam semesta awal mungkin memiliki jalur cepat bintang yang menghasilkan "monster" ini.

Sementara Teleskop Luar Angkasa James Webb yang baru telah melihat galaksi-galaksi yang bahkan lebih tua, yang berumur hanya 300 juta tahun dari awal alam semesta, ukuran dan kejadian dari enam mega-galaksi yang terlihat inilah yang mengejutkan para ilmuwan. Mereka melaporkan temuan mereka Rabu (23/2/2023).

Peneliti utama Ivo Labbe dari Swinburne University of Technology Australia dan timnya berharap menemukan bayi galaksi kecil sedekat ini dengan fajar alam semesta,  dan ini tidak bohong.

“Sementara sebagian besar galaksi di era ini masih kecil dan hanya secara bertahap tumbuh lebih besar dari waktu ke waktu,” katanya melalui email, “ada beberapa monster yang mempercepat kedewasaan. Mengapa ini terjadi atau bagaimana ini akan berhasil tidak diketahui.”

Labbe mengatakan dia dan timnya pada awalnya tidak berpikir hasilnya sangat nyata dan bahwa tidak mungkin ada galaksi yang matang seperti Bima Sakti pada waktu yang sangat awal dan mereka masih perlu dikonfirmasi. 

Benda-benda itu tampak begitu besar dan terang sehingga beberapa anggota tim mengira mereka telah melakukan kesalahan. "Kami sangat terkejut, agak ragu," kata Labbe.

Joel Leja dari Pennsylvania State University, yang mengambil bagian dalam penelitian ini, menyebut mereka "pemecah alam semesta".

"Pengungkapan bahwa pembentukan galaksi masif dimulai sangat awal dalam sejarah alam semesta. Membalikkan apa yang banyak dari kita anggap sebagai sains yang menetap," kata Leja dalam sebuah pernyataan. “Ternyata kami menemukan sesuatu yang sangat tidak terduga sehingga benar-benar menimbulkan masalah bagi sains. Ini mempertanyakan gambaran keseluruhan pembentukan galaksi awal.”

Pengamatan galaksi ini termasuk di antara kumpulan data pertama yang berasal dari teleskop Webb senilai $10 miliar, yang diluncurkan lebih dari setahun yang lalu. 

Webb NASA dan Badan Antariksa Eropa dianggap sebagai penerus Teleskop Luar Angkasa Hubble, yang muncul pada ulang tahun ke-33 peluncurannya.

Tidak seperti Hubble, Webb yang lebih besar dan lebih kuat dapat mengintip melalui awan debu dengan penglihatan infra merahnya dan menemukan galaksi yang sebelumnya tidak terlihat. 

Para ilmuwan berharap dapat mengamati bintang dan galaksi pertama yang terbentuk setelah penciptaan alam semesta 13,8 miliar tahun lalu.

Para peneliti masih menunggu konfirmasi resmi melalui spektroskopi sensitif, berhati-hati untuk menyebut sekelompok galaksi masif ini untuk saat ini. 

Leja mengatakan ada kemungkinan bahwa beberapa objek mungkin bukan galaksi, tetapi lubang hitam supermasif yang tersembunyi.

Sementara beberapa mungkin terbukti lebih kecil, kemungkinan besar setidaknya beberapa dari mereka akan berubah menjadi raksasa galaksi, kata Labbe. "Tahun depan akan memberitahu kita."

Salah satu pelajaran awal dari Webb adalah “melepaskan harapan Anda dan bersiaplah untuk terkejut,” katanya.

Departemen Ilmu Pengetahuan dan Kesehatan Associated Press menerima dukungan dari Kelompok Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Howard Hughes Medical Institute.

Editor: Yakop

Minggu, 07 Agustus 2022

Malaysia menandatangani dua perjanjian antariksa internasional PBB

Ilustrasi. Seorang astronot dari program Artemis melihat ke Bulan setelah mendarat dengan kendaraannya.
Ilustrasi. Seorang astronot dari program Artemis melihat ke Bulan setelah mendarat dengan kendaraannya.

BorneoTribun, Kuala Lumpur - Malaysia menandatangani dua dari lima perjanjian atau konvensi antariksa internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melindungi dan menjaga keamanan dan kedaulatan nasional, menurut Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Kuala Lumpur, Minggu, Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia (MOSTI) mengatakan dua kesepakatan atau konvensi yang telah ditandatangani namun belum diratifikasi adalah, pertama, Agreement on Principles Governing the Activities of Countries. dalam Eksplorasi dan Penggunaan Eksternal. Luar Angkasa, Termasuk Bulan dan Benda Langit Lainnya, 1967 (OST 1967).

Kedua, Treaty on the Rescue of Astronauts, Return of Astronauts and Return of Objects Launched to Space, 1968 (ARRA 1968).

Sementara proses ratifikasi atau menjadi anggota dari semua perjanjian atau konvensi sedang dipertimbangkan sesuai dengan kepentingan nasional, kata MOSTI.

Dengan demikian, keanggotaan Malaysia dalam United Nations Committee on the Peaceful Use of Outer Space (UNCOPUOS) sejak tahun 1994 menunjukkan komitmennya untuk menjalankan tanggung jawabnya di bidang antariksa di tingkat internasional.

Malaysia membuktikan komitmennya melalui pemberlakuan Undang-Undang Badan Antariksa Malaysia 2022 [UU 834] pada 25 Januari 2022. Dengan berlakunya undang-undang ini, memungkinkan Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi untuk mempertimbangkan tindakan yang diperlukan untuk meratifikasi semua perjanjian atau konvensi internasional.

Konvensi antariksa internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang belum ditandatangani dan diratifikasi oleh Malaysia antara lain Convention on International Liability for Damage Caused Outer Space Objects, 1972 (LIAB 1972), Convention on the Registration of Objects Launched into Outer Space, 1975 (REG 1975).

Selain itu, ada Treaty Governing the Activities of States on the Moon and Other Celestial Bodies, 1979 (MOON 1979) yang juga belum ditandatangani dan diratifikasi.

(WP/ANT)

Sabtu, 06 Agustus 2022

Tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Pontianak bawa potongan besi roket China untuk penelitian

Potongan besi dari Roket Long March 5B asal China yang jatuh di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalbar, dibawa petugas dari BRIN untuk diteliti lebih lanjut.
Potongan besi dari Roket Long March 5B asal China yang jatuh di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalbar, dibawa petugas dari BRIN untuk diteliti lebih lanjut. 

BorneoTribun Pontiana, Kalbar - Tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membawa dua potongan besi Roket Long March 5B asal China yang ditemukan di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ke Kota Pontianak untuk penelitian lebih lanjut.

"Setelah ini akan dilakukan pengukuran terkait bentuk, lekuk-lekuknya, dan kalau dilihat ini diperkirakan di bagian luarnya," kata La Ode Muhammad Musafar, Koordinator Pelaksana Fungsi Layanan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer BRIN Pontianak, saat ditemui di Pontianak, Sabtu.

Dia mengatakan kehadiran BRIN tersebut, terkait dengan penemuan potongan besi atau puing dari roket milik China yang jatuh beberapa hari lalu di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. Potongan roket Long March 5B jatuh di lahan kebun milik warga pada Minggu, 31 Juli lalu.

Potongan besi dari Roket Long March 5B asal China yang jatuh di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalbar, dibawa petugas dari BRIN untuk diteliti lebih lanjut.
Potongan besi dari Roket Long March 5B asal China yang jatuh di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalbar, dibawa petugas dari BRIN untuk diteliti lebih lanjut.

Hasil koordinasi pihak BRIN dengan Polda Kalbar dan Polsek Sekayam, bahwa ada ditemukan dua potongan besi bekas dari roket Long March 5B pada Senin, 1 Agustus lalu.

"Polda berkoordinasi dengan BRIN di Pontianak dan kami berkoordinasi dengan Pusat Riset Antariksa yang berada di BRIN," katanya menjelaskan.

Dia mengatakan beberapa waktu setelah mendapatkan informasi mengenai penemuan potongan dari roket, pihaknya langsung melakukan pengecekan.

"Tim BRIN ke lokasi untuk memastikan apakah benar yang ditemukan itu bekas pecahan roket Long March 5B, maka kami memutuskan perlu ada tim identifikasi untuk penemuan ini," katanya lagi.

Kemudian pada tanggal 3 Agustus, BRIN memutuskan untuk mengirim tim koordinasi ilmiah dimana di dalamnya orang-orang yang ahli dalam teknologi roket. Kemudian pada tanggal 4 Agustus, tim BRIN tersebut datang ke Polsek Sekayam, dan memastikan bahwa apa yang ditemukan tersebut benar roket dari China.

Dia menyatakan, terkait jatuhnya roket China tersebut sesungguhnya sudah diketahui pihak BRIN. Karena setiap benda langit itu bisa dihitung apalagi roket. Sehingga jika ada bahaya atau ada tanda-tanda akan jatuh, maka akan segera diberikan peringatan kepada masyarakat agar berhati-hati.

"Terkait dengan roket ini, sebelumnya tanggal 30 Juli kami dari tim riset benda jatuh antariksa melakukan pemantauan. Dan sebelum jatuh itu sudah diketahui roket akan melintas di Indonesia dan akan jatuh sekitar tanggal 31 Juli malam, sekitar jam 10 dan jam 11 malam," katanya lagi.

Sehingga tim dari satelit antariksa sudah melakukan pemantauan, kemudian ditemukan di Kalbar dua titik, tetapi tidak terlalu berjauhan.

Dia menambahkan, bekas roket yang jatuh tersebut tidak beracun dan tidak mengandung unsur yang berbahaya bagi kehidupan warga sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

"Saat ini direncanakan dikembalikan ke China. BRIN sedang melakukan kontak ke Kedutaan Besar China, tetapi belum ada update," katanya menambahkan.

Terkait dengan akan adanya riset setelah penemuan tersebut, dia mengatakan baik BRIN maupun peneliti lainnya ada yang tertarik dengan roket tersebut seperti mengenai struktur mengapa bisa jatuh dan lepas dari bodi roket itu.

Potongan besi sisa roket yang jatuh di Sanggau itu, potongan pertama diperkirakan berukuran panjang 4 meter dan lebar 2,5 meter dan yang kedua berukuran panjang 1 meter dan lebar sekitar 80 centimeter.

"Setelah ini akan dilakukan pengukuran terkait bentuk, lekuk-lekuknya, dan kalau dilihat ini diperkirakan di bagian luarnya," kata dia lagi.

(NH/ANTARA)

Senin, 01 Agustus 2022

BRIN: Sampah antariksa China melintasi Sumatera bagian selatan

BRIN: Sampah antariksa China melintasi Sumatera bagian selatan
Gambar dari video sampah antariksa China.

BORNEOTRIBUN JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan sampah antariksa CZ5B, roket bekas peluncuran modul stasiun antariksa China yang berbobot sekitar 20 ton dan berukuran 30 meter, melintasi Sumatera bagian selatan.

“Terpantau, Indonesia di wilayah Sumatera bagian selatan dan Kalimantan Barat terlintasi pada saat-saat akhir lintasan bekas roket,” kata Peneliti Senior BRIN Thomas Djamaludin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Thomas menuturkan sampah antariksa besar tersebut jatuh di Samudera Hindia pada Sabtu (30/7) pukul 23.45 WIB. Sampah antariksa tersebut tidak berbahaya bagi biota laut di perairan itu.

Ia menuturkan data orbit dari pemantauanspace-track.orgmenunjukkan titik jatuh di barat daya Indonesia.

“Namun bisa jadi ada pecahannya yang mungkin tersebar sepanjang lintasan terakhir, orbitnya melintasi Sumatera bagian selatan,” ujarnya.

Jika ada penduduk yang melihat objek langit yang jatuh sekitar pukul 23.45 WIB, dapat segera melaporkan ke Pusat Riset Antariksa BRIN melalui surat elektronik prantariksa@brin.go.id.

Sementara Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN Emanuel Sungging Mumpuni mengatakan berdasarkan hasil analisis tim Riset Benda Jatuh Antariksa, sampah antariksa itu akan jatuh di sekitar wilayah selatan Filipina, dan akan berada pada ketinggian 10 kilometer (km) di atas wilayah Sarawak, Malaysia.

Ia menuturkan proses benda jatuh antariksa juga berhasil direkam oleh pengamat di Lampung melalui Observatorium Astronomi ITERA Lampung (OAIL).

Menurut informasi dari Kementerian Sains, Teknologi, dan Inovasi (MOSTI) melalui maklumat tertulis Agensi Angkasa Malaysia (MYSA) pada 31 Juli 2022, serpihan roket yang sama juga terpantau di wilayah Malaysia.

Serpihan roket tersebut telah terbakar semasa memasuki ruang udara bumi dan pergerakan serpihan yang terbakar melintasi ruang udara Malaysia.

Fenomena itu dibuktikan dengan kesaksian dari masyarakat di wilayah Malaysia yang berhasil merekam fenomena tersebut dari perangkat seluler mereka dan menjadi viral. (ANTARA)

Sabtu, 19 Februari 2022

China Tetapkan Rencana Lima Tahun untuk Eksplorasi Luar Angkasa

Foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua ini menunjukkan layar di Pusat Kontrol Luar Angkasa Beijing yang menampilkan astronaut Liu Boming keluar dari modul inti stasiun ruang angkasa baru China di luar angkasa pada Minggu, 4 Juli 2021. (Foto: Xinhua via AP/Jin Liwang)


BorneoTribun.com – Sejumlah astronom mengatakan sebuah roket milik China diperkirakan akan menabrak bulan pada 4 Maret mendatang. Itu adalah contoh terbaru kehadiran China di luar angkasa. Berita mengenai kemungkinan tabrakan itu muncul setelah Beijing menerbitkan cetak biru pengembangan satelit, eksplorasi ruang angkasa dan penempatan lebih banyak astronaut di orbit Bumi.


Para pakar memperkirakan Beijing dapat merealisasikan berbagai target yang ada dalam rencana lima tahunnya demi pengembangan luar angkasa, terlepas dari insiden tabrakan yang diprediksi tadi.


Program luar angkasa China akan menyaingi Rusia dan Amerika, terutama dalam hal komersialisasi teknologi luar angkasa, tambah mereka.


“China harus diwaspadai dalam hal peningkatan daya saing,” kata Marco Caceres, direkrut studi luar angkasa di perusahaan analisis pasar Teal Group. “Sebagiannya karena AS sempat berada jauh di depan, sehingga negara-negara seperti China, yang ekonominya tumbuh dengan sangat cepat, bisa menyusul.”


Bertemunya Masa Lalu dan Masa Depan

China meluncurkan satelit pertamanya tahun 1970 dan menempatkan orang China pertama di luar angkasa pada 2003, menjadi negara ketiga di dunia, setelah Rusia dan AS, yang mencapai tonggak sejarah tersebut. Pada 2019, pesawat ruang angkasa China melakukan pendaratan bersejarah di sisi jauh bulan. Beijing kini sedang dalam proses menambah stasiun luar angkasa, selain Tiangong, pada akhir tahun ini.


China dikeluarkan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional, sebuah operasi kerja sama antara Eropa, AS, Rusia, Kanada dan Jepang, karena masalah keamanan nasional AS.


Selama lima tahun ke depan, program luar angkasa Beijing akan menempatkan orang-orang di luar angkasa dalam “tugas jangka panjang” untuk penelitian ilmiah, menyelesaikan temuan di Mars dan menjelajahi sistem Jupiter, menurut “Program Luar Angkasa China: A 2021 Perspective.”


Setengah dekade mendatang akan terjadi perbaikan sekaligus peningkatan kapasitas sistem transportasi luar angkasa, dan China akan “terus meningkatkan infrastruktur ruang angkasanya” melalui pengintegrasian penginderaan jauh, komunikasi, navigasi dan teknologi penentuan posisi satelit, ungkap dokumen tersebut.


China diperkirakan akan mewujudkan seluruh target tima tahunnya karena mereka telah mengerjakan itu semua selama satu dasawarsa terakhir atau lebih, dengan banyak dana pemerintah, kata para analis.


Laporan bulan Januari itu sebenarnya “menggabungkan” apa yang sudah mereka kerjakan, kata Richard Bitzinger, pengamat pertahanan dari Defense Budget Project, lembaga penelitian nirlaba di Washington. Secara teknis mungkin saja China dapat menambang bijih pada asteroid, kata Bitzinger, meskipun hal itu membutuhkan pengerjaan, seperti penjangkaran dan pengeboran, yang rumit.


Banyak target capaian dalam cetak biru itu dimaksudkan untuk menampilkan tujuan damai dan citra internasional yang positif, tambahnya. “Sebagian besar program luar angkasa berawak sifatnya simbolik,” kata Bitzinger. “Dari segi ekonomi, mereka jual rugi, tapi dalam hal menunjukkan kekuatan, program-program itu sempurna.”


Cetak biru itu menyebut bahwa misi-misi luar angkasa China di masa depan akan tetap “damai,” terlepas dari kecurigaan Washington bahwa program luar angkasa China akan diarahkan untuk tujuan militer.

Foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua ini menunjukkan layar di Pusat Kontrol Luar Angkasa Beijing yang menampilkan astronaut Liu Boming keluar dari modul inti stasiun ruang angkasa baru China di luar angkasa pada Minggu, 4 Juli 2021. (Foto: Xinhua via AP/Jin Liwang)


Momentum komersial

Kemajuan dalam program luar angkasa China telah memungkinkan negara tersebut menjadi lebih “agresif”, kata Caceres, daripada AS dalam pemasaran satelit dan layanan peluncuran modern. Anggarannya mungkin tumbuh lebih cepat dibanding NASA, tambahnya. Peralatan terkait ruang angkasa China dapat ditemukan di Afrika, Asia dan Amerika Latin, ujar analis itu.


Negara-negara seperti Australia dan Jepang sudah menggunakan data penginderaan jauh berbasis ruang angkasa China setelah bencana alam. Rusia dan China secara tentatif setuju pada bulan September untuk membuka markas penelitian bulan gabungan.


“China menyerukan semua negara untuk bekerja sama membangun sebuah komunitas global masa depan dan melakukan pertukaran juga kerja sama mendalam di luar angkasa atas dasar kesetaraan, manfaat bersama, pemanfaatan secara damai dan pembangunan inklusif,” kata Kedutaan Besar China di Washington kepada VOA pada Rabu (16/2).


Beberapa negara yang secara geografis terletak paling dekat dengan China masih bertahan dengan teknologi luar angkasa AS, terlepas kesediaan China untuk terlibat, kata Alan Chong, lektor di S. Rajaratnam School of International Studies yang berbasis di Singapura.


Pemerintah Myanmar, misalnya, membenci China karena utang infrastruktur dan proyek-proyek yang orang anggap tidak relevan dengan kehidupan mereka, menurut temuan Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di AS.


“Saya pikir situasinya cair, dan saya tidak merasa Asia Tenggara akan nyaman berada di orbit China,” ujar Chong. “Tentu saja kawasan itu tidak pernah seakrab sekarang dengan China dalam 15 tahun terakhir, tapi saya rasa AS masih punya kesempatan.” [rd/em]

Kamis, 08 Juli 2021

UEA Perkenalkan Astronot Wanita Pertama di Dunia Arab

UEA Perkenalkan Astronot Wanita Pertama di Dunia Arab
Mohammed al-Mulla (kiri) dan Nora al-Matrooshi, dua astronaut Uni Emirat Arab.

BORNEOTRIBUN - Dunia Arab untuk pertama kalinya memiliki astronot wanita.  Anggota program luar angkasa Uni Emirat Arab diperkenalkan Rabu (7/7) kemarin.

Nora al-Matrooshi diperkenalkan pada Rabu (7/7) sebagai bagian dari program luar angkasa Uni Emirat Arab.Ia adalah astronaut Wanita pertama di dunia Arab.

Pusat Antariksa "Mohammed Bin Rashid" mengumumkan bahwa al-Matrooshi, bersama dengan Mohammad al-Mulla, telah memulai pelatihan internal mereka, yang akan berlanjut hingga mereka bergabung dengan "Kelas Kandidat Astronot NASA ke-21" pada bulan Desember.

Dalam menjelaskan apa yang memotivasinya untuk menjadi astronot, al-Matrooshi mengatakan, "Motivasi saya di balik melamar program luar angkasa Uni Emirat Arab adalah impian saya sebagai seorang anak dan keinginan saya untuk menjadi astronot."

Al-Matrooshi yang berusia 28 tahun itu adalah sarjana teknik mesin yang sekarang ini bekerja di Perusahaan Konstruksi Perminyakan Nasional Abu Dhabi.

Kelas Kandidat NASA yang akan diikuti warga negara Uni Emirat Arab ini akan berlangsung di Amerika Serikat.

Uni Emirat Arab menggunakan program antariksanya untuk mengembangkan kemampuan ilmiah dan teknologinya serta mengurangi ketergantungannya pada minyak.

Al-Matrooshi menjelaskan bahwa negaranya memberi dukungan bagi aspirasinya itu.

"Di Uni Emirat Arab, pemerintah sangat suportif terhadap rakyatnya, masyarakat sangat suportif. Keluarga saya juga memberi banyak dukungan sehingga saya merasa tidak menghadapi tantangan sewaktu mendaftarkan diri ke program ini karena semua orang sangat suportif di Uni Emirat Arab ini.”

Pada Februari lalu, sebuah wahana antariksa Uni Emirat Arab mencapai orbit planet Mars.

Ini adalah ekspedisi antarplanet pertama dunia Arab. 

Uni Emirat Arab memiliki rencana untuk meluncurkan wahana penjelajah bulan pada tahun 2024 dan visi membangun permukiman di Mars pada 2117

Al-Matrooshi adalah satu dari 4.300 pendaftar yang kemudian disaring berdasarkan kemampuan ilmiah, pendidikan dan pengalaman praktis mereka.

Saringan berikutnya adalah mengenai kemampuan fisik, psikologi dan kesehatan, kata Pusat Antariksa Mohammed Bin Rashid.

Al-Matrooshi berharap ia dapat mendukung sasaran yang ingin dicapai oleh negaranya dalam bidang antariksa.

Ia mengemukakan, "Saya ingin meraih apa yang ingin dicapai oleh para pemimpin Uni Emirat Arab, menjadikan Uni Emirat sebagai bagian, atau salah satu negara terkemuka, dalam bidang antariksa.” [uh/ab]

VOA

Rabu, 30 Juni 2021

Studi Terbaru Sebut Tidak Mungkin Ada Kehidupan di Awan Venus

Studi Terbaru Sebut Tidak Mungkin Ada Kehidupan di Awan Venus
Planet Venus dibuat dengan data dari pesawat ruang angkasa Magellan dan Pioneer Venus Orbiter.

BORNEOTRIBUN.COM - Sebuah studi baru mengesampingkan kemungkinan adanya kehidupan di awan Venus.  

Para ilmuwan dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) melaporkan, Senin (28/6), hampir tidak ada cukup uap air di awan planet yang panas tersebut untuk mendukung kehidupan seperti yang kita ketahui. 

Tim penelitian menyelidiki masalah ini menyusul pengumuman pada September lalu oleh peneliti lain bahwa setelah ada organisme kecil yang aneh, yang mungkin bersembunyi di awan tebal Venus yang dipenuhi asam sulfat. 

Melalui pengamatan pesawat ruang angkasa, kelompok riset terbaru menemukan tingkat kandungan air di Venus lebih dari 100 kali lebih rendah untuk mendukung kehidupan seperti Bumi.  

"Ini hampir di bawah skala dan jarak yang tak terjembatani dari apa yang dibutuhkan kehidupan untuk aktif," kata penulis utama, John Hallsworth, ahli mikrobiologi di Queen's University Belfast di Irlandia Utara, sebagaimana dilansir dari Associated Press.  

Tim John meneliti mikroba yang paling toleran terhadap lingkungan kering dan juga paling toleran terhadap asam di Bumi - dan mereka "tidak akan memiliki peluang (untuk hidup) di Venus."  

Meski penemuan terbaru menepis kemungkinan Venus untuk organisme berbasis air, para ilmuwan juga mengidentifikasi planet lain, Jupiter, yang memiliki kandungan air yang cukup di awan dan suhu atmosfer yang tepat untuk mendukung kehidupan.  

"Saya tidak mengindikasikan bahwa ada kehidupan di Jupiter dan saya bahkan tidak mengindikasikan kehidupan bisa ada di sana karena akan membutuhkan hara untuk berada di sana. Kami tidak dapat memastikannya," Hallsworth menekankan kepada wartawan. 

“Namun tetap saja itu adalah temuan yang penting dan menarik dan sama sekali tidak terduga." 

Hallsworth dan ahli astrobiologi NASA Chris McKay, rekan penulis pada makalah penelitian yang diterbitkan Senin (28/6) di jurnal Nature Astronomy mengatakan perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk memastikan apakah kehidupan mikroba mungkin ada di dalam awan Jupiter.  

Adapun Venus, tiga pesawat ruang angkasa baru akan menuju ke sana akhir dekade ini dan awal dekade berikutnya. 

Pesawat tersebut dua di antaranya dimiliki Badan Antariksa AS, NASA, dan satu oleh Badan Antariksa Eropa, ESA. 

Hallsworth dan dan McKay tidak mengharapkan hasil mereka terkait aktivitas air yang tidak dapat dihuni di planet terpanas tata surya kita tersebut akan berubah.  

Para ilmuwan yang melakukan studi pada September mengisyaratkan kemungkinan adanya kehidupan di awan Vesuvian berdasarkan temuan mereka berdasarkan keberadaan fosfin gas beracun. 

Di Bumi, gas tersebut terkait dengan kehidupan. Para peneliti berpendapat bahwa tingkat fosfin Venus terlalu tinggi untuk menjadi asal geologis. [ah/au/ft]

Oleh: VOA

Minggu, 20 Juni 2021

3 Astronaut Tiba di Stasiun Antariksa Permanen Baru China

3 Astronaut Tiba di Stasiun Antariksa Permanen Baru China

BORNEOTRIBUN.COM - Awak pertama stasiun antariksa permanen baru China telah merapat ke modul Tianhe (Harmoni Surgawi) pada hari Kamis (17/6) malam.

Pesawat antariksa Shenzou-12 yang membawa astronaut kawakan Nie Haisheng dan Liu Boming serta pemula Tang Hongbo bergabung dengan modul Tianhe enam jam setelah meluncur dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan di China Barat Laut.


Trio ini akan menghabiskan waktu tiga bulan mendatang di modul tersebut, memperlengkapinya dengan peralatan dan menguji berbagai komponennya.

Misi ini adalah penerbangan luar angkasa berawak China dalam lima tahun, dan merupakan yang ketiga dari 11 yang diperlukan untuk menambahkan lebih banyak lagi elemen ke stasiun antariksa ini sebelum beroperasi penuh tahun depan. Stasiun baru itu diperkirakan akan tetap beroperasi selama 10 tahun.


Stasiun ini dapat bertahan lebih lama daripada Stasiun Antariksa Internasional (ISS) yang dipimpin AS, yang mungkin dinonaktifkan setelah pendanaannya berakhir pada 2024. China tidak pernah mengirimkan astronaut ke ISS karena sebuah UU AS yang praktis melarang badan antariksa NASA bekerja sama dengan China.


China dengan agresif membangun program antariksanya sebagai contoh peningkatan posisi global dan kekuatan teknologinya. China menjadi negara ketiga yang mengirim manusia ke antariksa pada tahun 2003 setelah Amerika Serikat dan Rusia, dan telah mengoperasikan dua stasiun antariksa eksperimental sementara yang berawak.

Baru tahun ini China mengirim pesawat tak berawak ke orbit di sekitar Mars, sementara pesawat lain membawa kembali sampel pertama dari Bulan dalam lebih dari 40 tahun. [uh/ab]

Oleh: VOA

China Rilis Rekaman Mars dari Pesawat Antariksa Tianwen-1


BORNEOTRIBUN.COM - Badan Antariksa China (China National Space Administration/CNSA) merilis dua video yang memberikan gambaran sekilas tentang Mars pada hari Jumat (12/2). Gambar tersebut ditangkap saat pesawat Tianwen-1 memasuki orbit Mars dan mengirimkan ucapan selamat Tahun Baru Imlek ke Bumi.

Setelah menempuh perjalanan selama 6,5 bulan melintasi ruang angkasa, Tianwen-1 pada Rabu (10/2), melambat ke kecepatan yang dapat ditangkap oleh tarikan gravitasi Mars. Hal tersebut menjadikan Tianwen-1 sebagai pesawat ruang angkasa kedua yang mencapai Mars pada bulan ini, bersama pesawat luar angkasa AS.

Kedua klip itu, berdurasi kurang dari satu menit, adalah yang pertama dirilis oleh CNSA.

“Berkah Tahun Baru Tianwen-1 datang dari Mars yang jauh,” kata CNSA pada hari Jumat (12/2), hari pertama Tahun Baru Imlek.

Rekaman diambil dari kamera yang terpasang pada pesawat yang tidak berawak. Terlihat garis besar Mars dan kawah di permukaan tersebut.

"Panel surya, antena pengarah, atmosfer Mars, dan topografi permukaan terlihat jelas," kata CNSA. [na/ah]

Oleh: VOA

Selasa, 15 Juni 2021

"Kapal Ilahi": Penerbangan Manusia ke Antariksa dari China Pertama sejak 2016

"Kapal Ilahi": Penerbangan Manusia ke Antariksa dari China Pertama sejak 2016
Roket Long March-2F yang membawa wahana antariksa Shenzhou-12 yang berada di Peluncuran Satelit Jiuquan, Provinsi Gansu, China, 9 Juni 2021. Roket itu akan membawa misi pertama berawak yang dijadwalkan akan diluncurkan pada 17 Juni ke stasiun antariksa

BorneoTribun Internasional - Sebuah pesawat antariksa China akan lepas landas dari Gurun Pasir Gobi dengan menaiki roket Long March dalam beberapa hari mendatang. Pesawat itu akan mengangkut tiga laki-laki ke sebuah modul yang mengorbit di antariksa untuk misi tiga bulan. Misi itu akan jadi pertama kalinya China mengirim manusia ke antariksa dalam hampir lima tahun.

Shenzhou-12, yang artinya "Kapal Ilahi," akan menjadi yang misi ketiga dari 11 misi yang harus diselesaikan oleh stasiun antariksa China sebelum 2022.

Empat dari ke-11 misi itu melibatkan manusia. Keempat misi itu kemungkinan akan meluncurkan hingga 12 astronaut China ke antariksa. Angka itu lebih banyak dibandingkan 11 astronaut yang telah China kirim ke antariksa sejak 2003.

China, yang bertujuan menjadi kekuatan antariksa besar sebelum 2030, pada Mei menjadi negara kedua yang menempatkan sebuah wahana penjelajah, dua tahun setelah mengirim pesawat antariksa pertama di sisi lain Bulan.

China juga berencana mengirim astronaut ke bulan. [vm/pp]

Oleh: VOA

Rabu, 09 Juni 2021

Badan Antariksa Nasional AS Kirim Cumi-cumi Bobtail yang Baru Menetas ke Stasiun Antariksa

Badan Antariksa Nasional AS Kirim Cumi-cumi Bobtail yang Baru Menetas ke Stasiun Antariksa
Ilustrasi Tardigrade atau beruang air. (iStockphoto/dottedhippo)

BorneoTribun Internasional -- Badan Antariksa Nasional AS (NASA) mengirim koleksi cumi-cumi bobtail yang baru menetas ke Stasiun Antariksa Internasional. Para peneliti berharap percobaan ini membantu memahami sejauh mana penerbangan ke luar angkasa memengaruhi interaksi antara mikroba yang menguntungkan dan hewan inang mereka.

Pesawat ulang alik antariksa SpaceX meluncurkan misi Layanan Pasokan Komersial ke-22 (Commercial Resupply Services - disingkat CRS-22) - ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS) pada Kamis (3 Juni) lalu.

Misi tersebut mengangkut lebih dari 3.300 kilogram kargo. Pesawat antariksa itu juga membawa pasokan penelitian dan perangkat keras kendaraan, termasuk dua panel surya baru yang pertama.

Misi CRS juga mencakup koleksi 128 cumi bobtail yang baru menetas. Anak-anak cumi ini adalah bagian dari eksperimen yang diberi nama Understanding of Microgravity on Animal-Microbe Interactions (UMAMI).

Peneliti berharap eksperimen ini dapat membantu mereka memahami bagaimana penerbangan antariksa memengaruhi interaksi antara mikroba yang menguntungkan dan hewan inang mereka, kata Jamie Foster, profesor mikrobiologi pada Universitas Florida.

"Proyek ini untuk mencoba memahami bagaimana lingkungan antariksa, tekanan berada di antariksa, memengaruhi interaksi yang normal, menguntungkan, dan sehat, yang terjadi antara mikroba dan hewan inangnya," ungkapnya.

Cumi-cumi kecil itu menetas sehari sebelum diluncurkan. Mereka disimpan dalam tas kecil dengan katup untuk memungkinkan air laut masuk ke lingkungan mereka.

Ini bukan pertama kali cumi-cumi dikirim ke orbit. Hewan itu juga dibawa dalam perjalanan ke antariksa untuk percobaan pada tahun 2011.

"Cumi-cumi memiliki sistem kekebalan yang hampir sama seperti kita, manusia. Mereka lebih sederhana dan asosiasi atau interaksi dengan bakteri mereka juga lebih sederhana. Jadi, daripada ribuan jenis mikroba yang berinteraksi dengan manusia, pada cumi-cumi, hanya ada satu bakteri dan satu inang," lanjut Foster.

Foster menambahkan percobaan UMAMI bisa membantu peneliti memahami apakah, dan sejauh mana, penerbangan antariksa yang panjang memengaruhi kesehatan astronaut.

"Salah satu hal yang terjadi pada astronaut ketika mereka berada di antariksa adalah sistem kekebalan mereka dapat terganggu atau tidak teratur, dan itu bisa sangat berpotensi berbahaya kalau tidak dapat segera dibawa ke dokter atau tidak bisa mendapatkan bantuan. Jadi, kami benar-benar ingin memahami dampak penerbangan antariksa yang lama terhadap kesehatan hewan, misalnya terhadap sistem kekebalan tubuh," pungkasnya. [ka/lt]

Oleh: VOA

Kamis, 27 Mei 2021

Empat Puluh Persen Kemungkinan Bumi Lebih Panas Daripada Target Kesepakatan Paris

Empat Puluh Persen Kemungkinan Bumi Lebih Panas Daripada Target Kesepakatan Paris
Seseorang memegang bola bumi selama gerakan Global Climate Strike of the Fridays for Future di Sao Paulo, Brazil, 20 September 2019. (Foto: REUTERS/Nacho Doce)

BorneoTribun Internasional -- Sejumlah pakar meteorologi mengatakan ada kemungkinan sebesar Empat Puluh persen bahwa Bumi akan memanas dalam lima tahun ke depan hingga melampaui batas suhu udara yang berusaha dicegah dalam kesepakatan iklim Paris.

Perkiraan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia untuk beberapa tahun mendatang juga memprediksi bahwa ada kemungkinan sebesar 90% bahwa Bumi akan mencetak rekor baru tahun terpanas pada akhir 2025 dan bahwa Atlantik akan terus menghasilkan badai berbahaya daripada sebelumnya.

Untuk tahun ini, ahli meteorologi mengatakan suhu udara di sebagian besar daratan di Belahan Bumi Utara akan lebih hangat 0,8 derajat Celsius daripada beberapa dekade terakhir dan kekeringan di wilayah barat daya Amerika Serikat akan terus berlanjut.

Kesepakatan Iklim Paris 2015 menargetkan menjaga pemanasan Bumi hingga beberapa per sepuluh derajat dari sekarang. Laporan ini mengatakan ada kemungkinan sebesar 40% bahwa suhu bumi pada setidaknya satu dari lima tahun ke depan akan lebih tinggi 1,5 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri - dua tujuan Kesepakatan Paris yang lebih ketat. Saat ini Bumi sudah lebih hangat 1,2 derajat Celsius dibandingkan era Pra-Industri.

Tahun lalu, kelompok yang sama memprediksi kemungkinan sebesar 20% bahwa hal itu dapat terjadi.

Kenaikan dua kali lipat angka tersebut dikarenakan berkembangnya teknologi yang menunjukkan bahwa "suhu Bumi sudah lebih hangat daripada yang kita pikirkan,” terutama di wilayah kutub yang selama ini kurang dimonitor, kata Leon Hermanson, ilmuwan iklim di Badan Meteorologi Inggris yang membantu penelitian.

“Ini adalah peringatan bahwa kita harus mengambil tindakan tegas,” kata Hermanson.

Ilmuwan iklim dari Pennsylvania State University Michael Mann, yang tidak termasuk dalam tim, mengatakan ia “hampir yakin” suhu bumi akan melebihi ambang batas pemanasan yang ditentukan di Kesepakatan Paris dalam setidaknya sekali di beberapa tahun ke depan. Namun ia berkata satu atau dua tahun dengan suhu lebih hangat 1,5 derajat Celsius tidak mengkhawatirkan seperti ketika kecenderungan suhu secara keseluruhan tetap berada di atas level itu.

Mann mengatakan hal itu mungkin belum akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan dan masih dapat dicegah. [na/ft]

Oleh: VOA

Rabu, 26 Mei 2021

Hampir Terlihat Diseluruh Daerah di Indonesia, Gerhana Bulan Total 26Mei

Hampir Terlihat Diseluruh Daerah di Indonesia, Gerhana Bulan Total 26Mei
ILUSTRASI. Gambar istock

BorneoTribun Sains - Gerhana Bulan Total atau Super Blood Moon akan terjadi hari ini, tepatnya pada tanggal 26 Mei 2021. Fenomena ini terjadi bertepatan dengan Hari Raya Waisak bagi umat Buddha.

Berdasarkan unggahan akun Instagram resmi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) disebutkan bahwa Gerhana Bulan Total kali lebih spesial karena beriringan dengan terjadinya Perige, yakni ketika bulan berada di jarak terdekatnya dengan Bumi.

Karena fenomena Perige ini, maka bulan akan terlihat lebih besar dari fase-fase purnama biasa. Selain itu, Bulan juga akan tampak merah karena pembiasan cahaya Matahari oleh lapisan atmosfer Bumi, sehingga Gerhana Bulan Total tahun ini disebut sebagai Super Blood Moon. Fenomena ini dianggap sangat langka karena hanya terjadi tiap 195 tahun sekali.

Gerhana Bulan Total kali ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia. Mulai dari arah Timur hingga Tenggara. Bahkan tanpa menggunakan alat bantu optik apapun terletak di dekat konstelasi Scorpius. Durasi fase total gerhana kali ini diperkirakan cukup singkat, yakni 14 menit 30 detik.

Lebih lanjut Lapan menyebut, Gerhana Bulan Total ini terjadi bertepatan dengan detik-detik Waisak, yakni pada 15 suklapaksa (paroterang) Waisaka 2565 Era Budha yang jatuh pada 26 Mei pukul 18.13.30 WIB atau 19.13.30 WITA atau 20.18.30 WIT dengan jarak 357.416 Km dari Bumi.

Pada fase gerhana awal penumbra, wilayah yang dapat menyaksikan ialah Papua, Kep. Aru, pada pukul 15.46.12 WIB atau 16.46.12 WITA atau 17.46.12 WIT.

Untuk fase puncak gerhana, seluruh wilayah Indonesia dapat menyaksikannya kecuali Aceh, Pulau Nias, dan sebagian Sumatera Utara, pada pukul 18.18.43 WIB atau 19.18.43 WITA atau 20.18.43 WIT.

Sementara waktu Gerhana Bulan Total yang dapat disaksikan oleh seluruh wilayah Indonesia adalah pada fase akhir total, akhir sebagian, hingga akhir penumbra, tepatnya mulai pukul 18.27.57 WIB atau 19.27.57 WITA atau 20.27.57 WIT, hingga pukul 20.51.16 WIB atau 21.51.16 WITA atau 22.51.15 WIT.

Selain Indonesia, secara universal wilayah lainnya yang dapat menyaksikan Gerhana Bulan Total ialah negara-negara di Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, Oseania, dan sebagian besar benua Amerika kecuali Kanada bagian Timur kepulauan Virgin sampai dengan Trinidad-Tobago. Brazil bagian timur, Guyana, Suriname dan Guyaha Prancis.

Selasa, 11 Mei 2021

Puing-puing Roket China Jatuh di Samudra Hindia, Tuai Kritik dari NASA

Puing-puing Roket China Jatuh di Samudra Hindia, Tuai Kritik dari NASA
Orang-orang menyaksikan dari pantai saat roket Long March-5B Y2, yang membawa modul inti stasiun luar angkasa China Tianhe, lepas landas dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang di Provinsi Hainan, China, 29 April 2021. (Foto: China Daily via REUTERS)

BorneoTribun Amerika -- Sisa-sisa roket terbesar China jatuh di Samudera Hindia pada Minggu (9/5). Sebagian besar bagiannya hancur ketika masuk kembali ke atmosfer. Spekulasi berhari-hari tentang di mana puing-puing itu akan jatuh akhirnya terjawab. Namun, hal itu menuai kritik dari Amerika Serikat.

Media pemerintah China mengutip koordinat Kantor Teknik Luar Angkasa Berawak China dan menunjukkan titik dampak di barat laut Kepulauan Maladewa.

Dilaporkan dari Reuters, laporan mengenai puing-puing roket Long March 5B membuat banyak orang-orang was-was sejak roket itu diluncurkan dari Pulau Hainan, China pada 29 April. Namun Kantor Teknik Luar Angkasa Berawak China menyatakan bahwa sebagian besar puing terbakar di atmosfer.

Media pemerintah melaporkan bagian dari roket itu kembali memasuki atmosfer pada pukul 10.24 pagi waktu Beijing (0224 GMT) dan mendarat di lokasi dengan koordinat bujur 72,47 derajat timur dan lintang 2,65 derajat utara.

Komando Luar Angkasa AS mengonfirmasi masuknya kembali roket di atas Semenanjung Arab, tetapi mengatakan tidak diketahui apakah puing-puing itu akan jatuh ke daratan atau perairan.

"Lokasi pasti dari jatuhnya dan rentang puing, keduanya tidak diketahui saat ini, tidak akan dirilis oleh Komando Luar Angkasa AS," katanya dalam sebuah pernyataan di situsnya.

Long March adalah pengiriman kedua roket varian 5B sejak penerbangan perdananya pada Mei 2020. Tahun lalu, potongan dari Long March 5B pertama jatuh di Pantai Gading, merusak beberapa bangunan. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

"Negara-negara yang punya misi penjelajahan antariksa harus meminimalkan risiko terhadap orang dan properti di Bumi dari masuknya kembali objek luar angkasa dan memaksimalkan transparansi mengenai operasi tersebut," kata Administrator NASA Bill Nelson, mantan senator dan astronaut yang dipilih untuk peran tersebut pada Maret, dalam sebuah pernyataan setelah roket itu kembali.

"Jelas bahwa China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab terkait puing-puing luar angkasa mereka."

Para ahli mengatakan bahwa karena sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh air, kemungkinan daerah padat penduduk di darat sangat kecil, dan kemungkinan cedera bahkan lebih rendah.

"Sangat penting bahwa China dan semua negara penjelajar antariksa dan entitas komersial bertindak secara bertanggung jawab dan transparan di luar angkasa untuk memastikan keselamatan, stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan jangka panjang aktivitas luar angkasa," kata Nelson.

Ahli astrofisika yang bermarkas di Harvard, Jonathan McDowell, mengatakan kepada Reuters bahwa zona potensial jatuhnya puing-puing itu bisa jadi sejauh utara New York, Madrid atau Beijing, dan sejauh selatan Chili dan Wellington, Selandia Baru.

McDowell mengatakan sejak potongan besar dari stasiun luar angkasa NASA Skylab jatuh dari orbit pada Juli 1979 dan mendarat di Australia, sebagian besar negara telah berusaha untuk menghindari kembalinya wahana antariska yang tidak terkendali melalui desain pesawat ruang angkasa mereka.

"Itu membuat perancang roket China terlihat malas karena mereka tidak membahas ini," kata McDowell.

The Global Times, sebuah tabloid China, membantah kritikan tersebut dan menganggapnya sebagai "sensasi Barat" khawatir roket itu "di luar kendali" dan dapat menyebabkan kerusakan.

"Ini adalah praktik umum di seluruh dunia untuk roket tingkat atas terbakar saat memasuki kembali atmosfer," kata Wang Wenbin, juru bicara kementerian luar negeri China, pada jumpa pers reguler pada 7 Mei.

"Sepengetahuan saya, tahap atas roket ini telah dinonaktifkan, yang berarti sebagian besar bagiannya akan terbakar saat masuk kembali. Dengan demikian, kemungkinan kerusakan fasilitas dan aktivitas penerbangan atau darat sangat rendah," kata Wang pada saat itu. .

Roket tersebut menempatkan modul Tianhe tak berawak ke orbit, yang nantinya akan menjadi tempat tinggal bagi tiga anggota awak di stasiun luar angkasa permanen China, akan diikuti oleh 10 misi untuk menyelesaikan penerbangan stasiun tersebut pada 2022. [na/ft]

Oleh: VOA

Senin, 10 Mei 2021

Roket China Diperkirakan Masuki Atmosfer Minggu Pagi

Roket China Diperkirakan Masuki Atmosfer Minggu Pagi
Roket Long March-5B Y2, membawa modul inti stasiun luar angkasa Tiongkok Tianhe, lepas landas dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang di Provinsi Hainan, China, 29 April 2021. (Foto: China Daily via REUTERS)

BorneoTribun China -- Sebuah roket China yang tak terkendali diperkirakan akan memasuki atmosfer Bumi antara pukul 01.00 dan 05.00 UTC Minggu (9/5) pagi. Namun para pakar tidak tahu di mana serpihan roket akan mendarat atau kapan pastinya.

Aerospace Corp. dan Space-Track.org memantau pergerakan roket yang jatuh itu.

Space-Track.org pada Sabtu malam (8/5) memperkirakan bahwa roket itu akan memasuki atmosfer di atas Atlantik Utara kurang lebih pukul 02.04 UTC. Aerospace Corp memperkirakan kurang lebih pukul 03.02 UTC.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada Jumat (7/5) mengatakan roket itu kecil kemungkinan menyebabkan kerusakan.

Wang mengatakan kepada wartawan di Beijing bahwa sebagian besar roket itu kemungkinan akan terbakar ketika memasuki atmosfer dan "proses ini sangat kecil kemungkinan bisa menyebabkan bahaya."

Dia mengatakan China mencermati pergerakan roket itu menuju Bumi dan akan merilis informasi apapun dalam "waktu cepat." [vm/ft]

Oleh: VOA

Memorabilia Astronaut Michael Collins Dipajang di Perpustakaan Kampus Virginia Tech

Memorabilia Astronaut Michael Collins Dipajang di Perpustakaan Kampus Virginia Tech
Astronot Apollo 11, Neil Armstrong, Michael Collins dan Edward "Buzz Aldrin berpose di file foto ini. (Foto: Reuters)

BorneoTribun Amerika -- Perpustakaan Universitas Virginia Tech memajang koleksi memorabilia astronaut Michael Collins yang ikut dalam misi pertama AS ke Bulan.

Perpustakaan Newman di Universitas Virginia Tech memiliki salah satu koleksi khusus dokumen, memorabilia, dan dokumen pribadi terlengkap dari misi Apollo 11, sebagian berkat sumbangan langsung dari astronaut Michael Collins.

Collins, yang menjadi pilot pesawat yang membawa Neil Armstrong dan Buzz Aldrin untuk melakukan pijakan kaki pertama bersejarah mereka di bulan pada tahun 1969, menurut keluarganya meninggal Rabu 28 April 2021 karena kanker.

"Koleksinya sendiri, adalah berkas-berkas dari Michael Collins, bahannya setengah kubik meter lebih, jadi cukup besar. Sekitar 39 kotak materi, kebanyakan kertas, yang mungkin dokumen NASA," kata Marc Brodsky, Layanan Umum Virginia Tech dan Pengarsip Referensi.

"Beberapa yang penting termasuk, misalnya, salinan rencana penerbangan Apollo 11 milik Collins sendiri yang ditanda tangani dan disebutnya sebagai 'The Real McCoy'. Ia menulisnya demikian dan menandatanganinya hanya untuk memberi tahu orang-orang bahwa catatan itu adalah yang asli," lanjutnya.

Neil Armstrong, kiri, terpilih menjadi manusia pertama di bulan dan berpose dengan Buzz Aldrin, tengah, dan Michael Collins, April 1969 (Foto: AP)

Saat Armstrong dan Aldrin turun ke permukaan bulan dari wahana pendarat di bulan, Eagle, Collins tetap berada di pesawat modul komando, Columbia. Brodsky mengatakan dengan mempelajari memorabilia ini orang akan mengenal lebih jauh sosok astronot Michael Collins,

"Kita memperoleh kekayaan yang luar biasa dan bisa mengetahui siapa Collins, saya rasa hanya dengan melihat bagaimana ia bekerja melakukan tugasnya dan manual pelatihannya sangat informatif. Ia memang lebih banyak berada di belakang layar, namun ada saat di mana ia memiliki kehidupan yang lebih produktif setelah masa di NASA daripada yang mungkin diketahui orang," papar Marc Brodsky.

Michael Collins menunggu sendirian selama hampir 28 jam sebelum Armstrong dan Aldrin menyelesaikan tugas mereka di permukaan bulan dan lepas landas di pendarat bulan.

Collins bertanggung jawab untuk menyatukan kembali dua pesawat antariksa itu sebelum para astronaut bisa mulai kembali ke Bumi.

Bagi Marc Brodsky, peran Collins membantu dua astronaut Neil Armstrong dan Buzz Aldrin pada misi AS pertama ke Bulan yang lebih dikenal dari pada dirinya, justru sangat berkesan di hatinya.

"Collins punya peran khusus, di hati saya, karena saya sering menggunakan materinya bersama mahasiswa, jadi saya mengenal koleksi ini dengan cukup baik. Kalau saja saya bisa berbicara langsung dengannya," katanya.

Sayangnya harapan Brodsky kandas karena kematian Collins.

Koleksi Collins di Perpustakaan Newman di kampus Virginia Tech. termasuk surat yang ditulis oleh Charles Lindbergh kepada Collins setelah menyelesaikan misi Apollo 11. Collins juga memberikan rencana penerbangan Apollo 11 ke universitas tersebut.

Tahun 2019 menjelang 50 tahun peringatan perjalanan ke Bulan, Michael Collins menceritakan awak Apollo 11 harus memutar pesawat mereka terus-menerus supaya satu sisi pesawat tidak "terbakar" matahari, sementara sisi yang lain membeku - yang berarti mereka tidak bisa melihat tujuan sampai mereka hampir tiba di Bulan.

Mantan Presiden AS Richard M.Nixon menyambut astronot Apollo 11 di atas U.S.S. Hornet di Samudera Pasifik pada Juli 1969. (Foto: Bill Taub/NASA)

Tetapi begitu menakjubkannya planet baru ini, Bulan berwarna pucat dibandingkan dengan apa yang mereka lihat di sisi lain: marmer biru (Bumi) yang tampak "rapuh" itu berhadapan dengan alam semesta yang hitam pekat, sebuah gambar yang sejak itu tidak bisa dilupakan astronaut Michael Collins.

"Ketika kami meluncur dan melihat bulan, itu seperti bola yang luar biasa," kata Collins yang ketika itu berusia 88 tahun kepada hadirin di Universitas George Washington.

Sementara astronaut AS Neil Armstrong dan Buzz Aldrin menjelajah permukaan bulan, mantan pilot pesawat tempur, Collins tetap berada di orbit bulan di mana ia berhubungan dengan stasiun pengendali di Bumi, untuk memberi mereka informasi terbaru mengenai posisinya.

Benda-benda dan berkas yang menjadi memorabilia Collins di Virginia Tech diharapkan akan menggugah para mahasiswa di kampus itu untuk mendapat inspirasi dari sosok astronaut yang namanya tidak setenar Neil Armstrong dan Buzz Aldrin itu. [my/lt]

Oleh: VOA

Sabtu, 08 Mei 2021

Roket China Mungkin akan Jatuh ke Bumi Akhir Pekan Ini

Roket China Mungkin akan Jatuh ke Bumi Akhir Pekan Ini
Roket Long March 5B yang membawa modul inti stasiun antariksa Tianhe, lepas landas dari Pusat Peluncuran Antariksa Wenchang di Provinsi Hainan, China, 29 April 2021. (Foto: STR/AFP)

BorneoTribun China -- Kantor berita Associated Press (AP) melaporkan bahwa bagian terbesar dari roket yang mengangkut modul utama dari stasiun antariksa China ke dalam orbit diperkirakan akan jatuh ke Bumi pada Sabtu (8/5). Namun, lokasinya tidak jelas.

Bagian roket seperti itu, tingkat pertama yang biasanya dilepaskan setelah peluncuran, dan masuk kembali tidak lama setelah lepas landas. Juga hal ini biasanya diatur sedemikian sehingga jatuh di daerah perairan, dan tidak melakukan orbit sebagaimana yang terjadi pada bagian roket ini.

Badan Antariksa China masih harus memberitahukan apakah bagian roket dari roket raksasa Long March 5B ini terkendali atau akan jatuh ke bumi tanpa kendali.

Mei lalu, sebuah roket China lainnya jatuh tanpa kendali ke Samudra Atlantik di lepas pantai Afrika Barat.

Rincian dari bagian roket ini dan kintasannya tidak diketahui karena pemerintah China belum secara publik memberitahukan jadwal re-entry atau masuk ke atmosfer Bumi.

Telepon ke Badan Antariksa Nasional China tidak dijawab pada Rabu (5/5), yang kebetulan hari libur.

Namun, harian Global Times, yang diterbitkan oleh Partai Komunis China mengatakan, tubuh roket yang terbuat dari aluminium tipis ini akan secara mudah terbakar ketika masuk ke atmosfer, sehingga tidak membahayakan untuk orang di Bumi.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) menduga tubuh roket ini akan jatuh ke Bumi pada Sabtu (8/5).

“Di mana jatuhnya tidak bisa dipastikan sampai beberapa jam sebelum re-entry atau sebelum masuk ke atmosfer Bumi,” kata Pentagon pada Selasa (4/5).

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin, Kamis (6/5), mengatakan, pihak militer Amerika tidak punya rencana untuk menembak jatuh tubuh roket itu.

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki pada jumpa pers pada Rabu (5/5) mengatakan, Komando Antariksa Amerika tahu dan melacak lokasi roket China ini.

Organisasi nirlaba, Aerospace Corporation, mengantisipasi kepingan tubuh roket ini akan jatuh di Pasifik dekat khatulistiwa setelah melewati kota-kota di pesisir timur Amerika. Orbitnya melintasi sebuah jalur dari planet bumi mulai dari Selandia Baru sampai ke Newfoundland. [jm/lt]

Oleh: VOA

Minggu, 02 Mei 2021

Empat Astronaut Tinggalkan ISS Menuju Bumi

Astronot NASA Shane Kimbrough dan Megan McArthur, astronaut JAXA Akihiko Hoshide, dan astronaut ESA Thomas Pesquet tiba untuk menaiki roket SpaceX Falcon 9 dengan kapsul Crew Dragon. (Foto: Reuters)

BorneoTribun Amerika -- Empat astronaut meninggalkan Stasiun Antariksa Internasional (ISS) Sabtu (1/5) menaiki sebuah kendaraan SpaceX, setelah lebih dari 160 hari di luar angkasa yang akan berakhir dengan mencebur ke pantai Florida.

Kapsul Crew Dragon meninggalkan ISS Sabtu (1/5) malam. Perjalanan menuju Bumi diperkirakan memakan waktu 6.5 jam. Para awak dijadwalkan mencebur dalam kegelapan malam di lepas Panama City, Florida, di Teluk Meksiko pada pukul 02:57 waktu setempat.

"Pemisahan Dragon telah dikonfirmasi secara visual," kata seorang komentator NASA, setelah dua dari enam kait kapsul terlepas dari ISS.

Kapsul itu kemudian mengeluarkan dorongan disertai percikan api dan perlahan-lahan menjauh dari ISS.

Tujuh astronaut masih berada di ISS, termasuk sebuah kru baru beranggotakan empat orang yang tiba dengan sebuah pesawat SpaceX lain pekan lalu. [vm/ft]

Oleh: VOA

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pemilu 2024

Lifestyle

Tekno