Berita Borneotribun.com: AstraZeneca Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label AstraZeneca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AstraZeneca. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 September 2021

Polres Landak laksanakan Vaksinasi Massal Ke II jenis Astra Zeneca

Polres Landak laksanakan Vaksinasi Massal Ke II jenis Astra Zeneca
Polres Landak laksanakan Vaksinasi Massal Ke II jenis Astra Zeneca. 

BorneoTribun Landak, Kalbar – Guna mencegah penyebaran virus Covid-19 dan menambah kekebalan tubuh agar tidak mudah terpapar virus Covid-19 Polres Landak laksanakan Vaksinasi Massal ke II Jenis Vaksin Astra Zeneca pada hari Sabtu tanggal 18 September 2021 di Polres Landak.

Tempat vaksinasi disediakan 2 (dua) tempat yaitu di ruang BKPM Polres Landak dan Barak Dalmas Polres Landak


Kapolres Landak AKBP Stevy Frits Pattiasina, S.I.K, S.H.,M.H menyampaikan bahwa pelaksanaan vaksinasi ini sebagai upaya mendorong program pemerintah dalam percepatan vaksinasi di Indonesia.

"Sasaran vaksinasi ini adalah masyarakat yang sebelumnya pernah melaksanakan vaksin tahap ke I jenis vaksin Astra Zeneca dan sudah waktunya untuk vaksin ke II" ucap AKBP Stevy

Dalam pelaksanaan kegiatan vaksinasi selain menggunakan tenaga kesehatan dari kesehatan Polres Landak juga di bantu tenaga medis dari instansi kesehatan.

"Dikarenakan terbatas nya tenaga medis Polres Landak maka kami menggandeng tenaga medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Landak, Puskesmas Semata dan Puskesmas Ngabang." Kata Kapolres Landak


Kapolres Landak menambah kan "jumlah penerima vaksinasi di Polres Landak sebanyak 599 Orang dan semoga dengan diadakannya Vaksinasi tahap ke II akan dapat mengurangi jumlah yang terkonfirmasi Virus Covid-19."

Sb: Ugg/Humas Polres Landak
Reporter: Rinto Andreas

Senin, 07 Juni 2021

Thailand Mulai Gelar Vaksinasi Massal Tapi Pasokan Tak Memadai

Thailand Mulai Gelar Vaksinasi Massal Tapi Pasokan Tak Memadai
Petugas kesehatan memberikan suntikan vaksin Sinovac COVID-19 kepada karyawan maskapai penerbangan di pusat perbelanjaan Siam Paragon di Bangkok, Thailand, Selasa, 25 Mei 2021. (Foto: AP/Sakchai Lalit)

BorneoTribun Internasional - Otoritas kesehatan di Thailand, Senin (7/6), memulai program vaksinasi massal dengan menggunakan vaksin AstraZeneca yang diproduksi secara lokal. Meski demikian, pasokan tampaknya tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga banyak orang gagal mendapatkan vaksin sesuai jadwal yang dijanjikan.

Rumah-rumah sakit di berbagai bagian negara itu telah memasang pemberitahuan selama beberapa hari bahwa beberapa janji temu vaksinasi yang dijadwalkan akan ditunda, sehingga menambah skeptisisme publik yang ada tentang berapa banyak dosis yang dapat diproduksi oleh pabrik baru Siam Bioscience, mitra lokal AstraZeneca, setiap bulan.

Pemerintah telah mengatakan akan memproduksi 6 juta dosis pada Juni, kemudian 10 juta dosis setiap bulan dari Juli hingga November, dan 5 juta dosis pada Desember.

Berbicara kepada wartawan, Senin (7/6), saat mengunjungi pusat vaksinasi di sebuah stadion indoor di Bangkok, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan Kementerian Kesehatan mengonfirmasi bahwa vaksinasi dapat dimulai di setiap provinsi, dengan jumlah vaksin yang dialokasikan sesuai dengan tingkat infeksi.

Pusat vaksinasi yang dikunjungi oleh Prayuth dapat memberikan 1.500 suntikan per hari, kata Mongkon Wanitphakdeedecha, direktur Rumah Sakit Internasional Vichaivej, yang mengawasi operasi tersebut.

Ia mengatakan mereka memiliki persediaan untuk tiga hari, tetapi dia tidak tahu pasti apakah pusat-pusat vaksinasi lain memiliki cukup persediaan vaksin untuk lebih dari satu hari.

Pemerintah Prayuth telah mendapat kecaman keras karena gagal mengamankan pasokan vaksin yang tepat waktu dan memadai.

Thailand tahun lalu dianggap sebagai negara yang sukses dalam menahan penyebaran virus dan membatasi jumlah kematian yang terkait. Awalnya negara itu merencanakan untuk mendapatkan pasokan untuk menutupi hanya 20% dari 70 juta penduduk negara itu, dengan sebagian besar hanya tersedia pada paruh kedua tahun ini.

Namun, gelombang ketiga virus corona yang dimulai pada April lalu begitu menyengsarakan sehingga menegaskan perlunya usaha vaksinasi yang lebih ambisius.

Gelombang ketiga ini telah menyumbang 84% dari total 179.886 kasus yang dikonfirmasi di Thailand sejak Januari tahun lalu, dan 92,5% dari total 1.269 kematian yang dikonfirmasi dan dilaporkan.

Pemerintah kini menargetkan vaksinasi 70% jumlah penduduknya tahun ini, angka yang diyakini memberikan kekebalan komunitas terhadap penyakit tersebut.

Hingga Sabtu pekan lalu, Thailand telah menyuntikkan 4,22 juta dosis vaksin, dengan sekitar 4% dari 70 juta penduduk negara itu menerima setidaknya satu suntikan.

Pemerintah telah berebut untuk mendapatkan pasokan tambahan untuk melengkapi suplai vaksin buatan China, Sinovac, yang telah digunakan selama ini dan vaksin AstraZeneca sekarang mulai digunakan.

China telah memasok 6,5 juta dosis Sinovac ke Thailand, termasuk 500.000 dosis yang tiba Sabtu lalu.

Siam Bioscience dilaporkan telah mengirimkan 1,8 juta dosis pertamanya ke kantor lokal AstraZeneca Rabu lalu, yang kemudian diserahkan ke Kementerian Kesehatan pada Jumat. [ab/uh]

Oleh: VOA

Rabu, 17 Maret 2021

RI Tunda Penggunaan Vaksin COVID-19 AstraZeneca

Paket vaksin COVID-19 AstraZeneca. (Foto: dok).

BorneoTribun Jakarta -- Mengikuti langkah sejumlah negara di Eropa yang menangguhkan penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca, Indonesia hari Senin (15/3) mengambil langkah serupa. Benarkah vaksin ini memicu pembekuan darah?

Menyusul terjadinya pembekuan darah pada puluhan orang di Jerman, Italia, Perancis dan beberapa negara lain di Eropa setelah menerima vaksin AstraZeneca, pemerintah Indonesia akhirnya mengambil langkah serupa.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya masih menunggu penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah kejadian pembekuan darah itu disebabkan oleh vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca atau tidak.

“Beberapa negara di Eropa mengamati adanya gangguan di darah, kemudian mereka menghentikan. Sampai sekarang berita yang kami terima dari WHO mereka masih meneliti, kita juga terima dari MHRA itu adalah BPOM nya UK, dan EMA itu BPOM nya Eropa mereka sampai sekarang belum mengkonfirmasi apakah ini ada korelasinya karena vaksin atau tidak,” ujar Budi.

Berdasarkan informasi yang diterimanya sejauh ini dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di London, Inggris, kejadian pembekuan darah itu tidak berkaitan dengan pemberian vaksinasi AstraZeneca. Meski begitu, pihaknya tetap akan menunda penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca tersebut.

Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto:VOA).

“Untuk konservativismenya, BPOM menunda dulu implementasi AstraZeneca sambil menunggu konfirmasi dari WHO. Ya mudah-mudahan dalam waktu singkat bisa keluar karena memang betul yang AstraZeneca ini expired period-nya di akhir Mei,” jelasnya.

Pihaknya pun saat ini masih menunggu fatwa halal untuk AstraZeneca dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jika nantinya, AstraZeneca sudah terbukti aman dan halal, pemerintah ujarnya akan memperhatikan penggunaan vaksin tersebut. Pasalnya, rentang waktu penyuntikan dosis pertama dan kedua memiliki rentang waktu yang lebih panjang dari vaksin lainnya yakni 9-12 minggu.

Kasus Pembekuan Darah Minim

Juru Bicara Vaksin COVID-19 Siti Nadia Tarmidzi dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (16/3) mengatakan penundaaan penggunaan Vaksin AstraZeneca dikarenakan adanya prinsip kehati-hatian (Foto: VOA).

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi cukup yakin bahwa kejadian pembekuan darah tidak berkaitan dengan pemberian suntikan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca. Pasalnya sampai saat ini sudah ada 17 juta orang yang sudah menerima vaksin COVID-19 dari AstraZeneca, dan dari jumlah tersebut hanya ada 40 kasus penggumpalan darah.

“Mengapa kemudian Kemenkes menunda dulu pendistribusian AstraZeneca? Ini dikarenakan lebih kepada kehati-hatian. Artinya, kami mengikuti apa yang menjadi arahan dari BPOM karena kita tahu BPOM bersama ITAGI dan para ahli sedang melihat kembali apakah kriteria-kriteria penerima vaksin yang tadinya sudah dikeluarkan yang ditujukan untuk penggunaan vaksin produksi dari Sinovac maupun Bio Farma, ini juga akan sama kriterianya dengan vaksin yang akan kita gunakan yaitu vaksin AstraZeneca,” jelas Nadia.

Indonesia menangguhkan penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca, Senin, 15 Maret 2021. (Foto: ilustrasi).

Lanjutnya, sambill menunggu kinerja BPOM pihaknya juga akan melakukan kajian kualitas atas 1,1 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca yang sudah datang beberapa waktu lalu. Hal ini untuk memastikan tidak ada kemasan yang rusak dari vaksin sebelum akhirnya akan didistribusikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di seluruh Indonesia.

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak takut dengan adanya informasi kasus pembekuan darah ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan bahwa manfaat daripada vaksin akan jauh lebih besar daripada efek samping yang ditimbulkan.

“Dan kita tahu bahwa vaksin AstraZeneca ini sangat efektif digunakan pada usia di atas 65 tahun dan terutama pada orang-orang yang memiliki komorbid, jadi seperti yang pernah disampaikan Menkes bahwa berbagai jenis vaksin memiliki kelebihan yang tentunya sifatnya saling compliment dengan jenis vaksin yang lain. Sekali lagi sudah ada 17 juta orang menerima vaksin AstraZeneca dimana kejadian pembekuan darah ini hanya 40 kasus, jadi angkanya sangat-sangat kecil,” tuturnya.

Perlu Kajian Mendalam

Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP Peralmuni) Prof.Dr Iris Rengganis mengatakan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) ada yang berkaitan dengan vaksinasi, dan ada pula yang tidak. Sehingga menurutnya memang diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya, agar informasi yang beredar di kalangan masyarakat tidak simpang siur.

“Harus dibuktikan bahwa ini akibat itu atau bukan. Jadi dilihat kasus per kasus kejadiannya. Harus diteliti, gak bisa langsung kita bilang oh ini berhubungan, gak bisa. Lalu cara membuktikannya gimana? Ya dilihat dari kasus per kasus, benar gak KIPI itu karena vaksin atau bukan,” ujarnya kepada VOA di Jakarta, Selasa (16/3).

Ia yakin bahwa BPOM, yang melakukan penelitian lebih lanjut terkait hal ini, akan mengumpulkan berbagai informasi yang terjadi di berbagai negara yang sudah menggunakan AstraZeneca tersebut sebelum akhirnya mengeluarkan izin otorisasi penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA).

Eijkman : Penangguhan Sudah Tepat

Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Soebandrio mengungkapkan langkah pemerintah dengan menunda penggunaan AstraZeneca sudah tepat. Menurutnya, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa vaksin terbukti aman dan efektif.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Semua informasi harus dikumpulkan, kalau misalnya orang itu sebelumnya sudah memiliki beberapa kelainan atau faktor resiko, tentu tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan vaksinasi itu sendiri,” kata Amin kepada VOA.

Ditambahkannya, proses screening atas orang yang akan divaksin COVID-19 harus lebih ketat, dan masyarakat didorong bersikap jujur terhadap berbagai penyakit yang telah diderita sebelumnya guna meminimalisir efek samping vaksinasi COVID-19.

“Kalaupun harus dilakukan vaksinasi harus dilakukan dengan hati-hati, dalam pengawasan, makanya kita semua yang divaksinasi harus tunggu 30 menit setelah divaksinasi untuk memastikan bahwa tidak ada KIPI jangka pendek yang mungkin terjadi, tapi setelah itu pun kalau misalnya timbul reaksi beberapa jam kemudian ya harus tetap lapor,” katanya. [gi/em]

Oleh: VOA Indonesia

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pemilu 2024

Lifestyle

Tekno