Berita Borneotribun.com: Diabetes Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Diabetes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Diabetes. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Februari 2024

Mencegah Diabetes dengan Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut

Mencegah Diabetes dengan Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut. (Gambar ilustrasi)
Mencegah Diabetes dengan Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Penelitian terbaru menguatkan hubungan antara menjaga kebersihan mulut dengan risiko yang lebih rendah terhadap infeksi gusi serta kondisi seperti diabetes dan Alzheimer. 

Temuan terbaru ini juga mengindikasikan bahwa penggunaan obat kumur antiseptik pada sebagian pasien diabetes dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kadar gula darah.

Periodontitis, yang merupakan infeksi pada gusi yang merusak jaringan lunak di sekitar gigi, telah terkait dengan beberapa kondisi serius seperti diabetes, demensia, penyakit jantung, dan infeksi saluran pernapasan. 

Dalam sebuah studi terbaru, para peneliti menemukan bahwa berkumur dengan obat kumur antiseptik dapat mengurangi jumlah bakteri yang terkait dengan periodontitis, terutama pada individu dengan diabetes tipe 2.

Menurut Saaya Matayoshi, penulis utama studi ini, "Ada tiga spesies bakteri yang sangat virulen yang terkait dengan periodontitis, atau penyakit dari jaringan di sekitar gigi. Kami memutuskan untuk melihat apakah kami dapat mengurangi ketiga spesies ini Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, dan Tannerella forsythia pada pasien dengan diabetes tipe 2 menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik klorheksidin glukonat."

Studi ini melibatkan 173 pasien dan dilakukan selama satu tahun. Peserta diminta untuk menggunakan air untuk berkumur selama enam bulan pertama dan beralih ke obat kumur antiseptik selama enam bulan berikutnya. 

Sampel saliva dan darah dikumpulkan secara berkala untuk mengidentifikasi bakteri terkait periodontitis dan mengukur kadar HbA1c, yang merupakan indikator kontrol gula darah.

Menurut Kazuhiko Nakano, penulis senior studi ini, "Tidak ada perubahan yang signifikan pada spesies bakteri atau kadar HbA1c ketika pasien berkumur dengan air. Namun, terdapat penurunan secara keseluruhan pada spesies bakteri ketika pasien beralih ke obat kumur antiseptik, terutama jika mereka berkumur setidaknya dua kali sehari."

Meskipun tidak ada perubahan yang signifikan dalam kadar HbA1c secara keseluruhan, peneliti menemukan bahwa respons terhadap obat kumur antiseptik bisa bervariasi antara individu. 

Pasien yang lebih muda cenderung memiliki penurunan yang lebih besar dalam spesies bakteri dan kontrol gula darah yang lebih baik ketika menggunakan obat kumur dibandingkan dengan pasien yang lebih tua.

Para peneliti berharap bahwa dengan mengidentifikasi pasien yang kemungkinan besar akan merespons baik terhadap obat kumur antiseptik, ini bisa menjadi pengobatan yang mudah digunakan untuk mengurangi risiko dan memanajemen kondisi yang terkait dengan periodontitis, terutama pada pasien dengan diabetes.

Oleh: Antara/Putri Hanifa
Editor: Yakop

Minggu, 21 Januari 2024

Pentingnya Studi dan Bukti Efektivitas Pengobatan Herbal bagi Penderita Diabetes

Pentingnya Studi dan Bukti Efektivitas Pengobatan Herbal bagi Penderita Diabetes. (Gambar ilustrasi)
Pentingnya Studi dan Bukti Efektivitas Pengobatan Herbal bagi Penderita Diabetes. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Dalam sebuah diskusi daring yang diikuti pada hari Sabtu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD-KEMD, menekankan pentingnya pemahaman bagi penderita diabetes sebelum mencoba pengobatan herbal. 

Dokter Tri Juli menjelaskan dua hal yang harus dipahami oleh penderita diabetes sebelum memutuskan untuk mencoba pengobatan herbal.

"Pertama, yang penting dari pengobatan herbal itu ada studi dan bukti bahwa itu aman dan efektif untuk pengobatan," kata dokter Tri Juli. Beliau menyarankan agar pasien yang berencana mencoba pengobatan herbal mencari informasi terlebih dahulu mengenai bahan herbal yang akan digunakan. Lebih lanjut, dokter Tri Juli menekankan bahwa pengobatan herbal akan lebih efektif jika sudah teruji melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli, terutama untuk penderita diabetes yang membutuhkan produk untuk menjaga stabilitas gula darahnya.

Dokter Tri Juli juga mengingatkan pasien untuk mencari penelitian obat herbal yang melibatkan berbagai kelompok, bukan hanya penderita diabetes, tetapi juga kelompok kontrol atau orang tanpa penyakit diabetes. 

Dengan cara ini, hasil pengobatan dapat lebih dapat dipertanggungjawabkan. Beliau menekankan bahwa jika pengobatan herbal yang dimaksud belum terbukti melalui penelitian dan masih bergantung pada testimoni atau pengalaman pribadi, pasien sebaiknya menimbang kembali keputusannya.

"Cari bukti-bukti bahwa pengobatan tersebut memang bermanfaat, jangan berdasarkan testimoni seseorang dan dijadikan dasar untuk mengadopsinya karena metode pengobatan yang tepat itu harus melalui penelitian yang baik," tambah dokter Tri Juli.

Hal kedua yang perlu dipahami oleh pasien diabetes sebelum mencoba pengobatan herbal adalah tetap menjalani pengobatan konvensional yang telah diresepkan oleh dokter. 

Dokter Tri Juli menegaskan bahwa obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita diabetes biasanya sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. 

Meskipun pasien mencoba pengobatan herbal, dokter Tri Juli menekankan bahwa penggunaan obat yang diresepkan tidak boleh dihentikan karena hal ini dapat berpotensi menurunkan kondisi kesehatan pasien.

"Pengobatan herbalnya boleh dijalankan, asalkan obat yang biasa digunakan jangan disetop," ujar dokter Tri Juli, menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara pengobatan herbal dan pengobatan konvensional untuk menjaga stabilitas gula darah pasien diabetes.

Minggu, 14 Agustus 2022

Studi: Jalan Kaki Dua Menit Setelah Makan Turunkan Risiko Diabetes

Studi: Jalan Kaki Dua Menit Setelah Makan Turunkan Risiko Diabetes
Ilustrasi berjalan kaki. (Foto oleh Daniel Reche dari Pexels) 
BorneoTribun Jakarta - Tujuh studi yang dilakukan para peneliti di University of Limerick di Irlandia menunjukkan bahwa berjalan kaki selama dua menit setelah makan dapat membantu menurunkan gula darah dan mengurangi risiko terkena diabetes tipe 2.

Dalam lima dari tujuh penelitian, responden tidak memiliki riwayat pradiabetes atau diabetes tipe 2. Sementara dua penelitian lain mengamati orang dengan diabetes dan tanpa diabetes.

Dikutip dari Healthline, Minggu, hasil tinjauan menyarankan waktu terbaik untuk berjalan kaki dilakukan 60 menit hingga 90 menit setelah makan. Pada waktu tersebut kadar gula darah biasanya memuncak.

Para peneliti mengatakan bahkan hanya beberapa menit berjalan lambat dengan intensitas ringan sudah cukup untuk membuat penurunan kadar gula darah bagi responden penelitian.

Secara signifikan, berjalan setelah makan dikaitkan dengan kenaikan dan penurunan kadar gula darah secara bertahap daripada duduk atau bahkan berdiri.

Mengomentari studi tersebut, ahli psikologi olahraga Dr. Haley Perlus menjelaskan bahwa berjalan dan berdiri secara positif dapat mempengaruhi metabolisme glukosa.

“Glukosa dilepaskan ke aliran darah setelah makan dan menghasilkan lonjakan kecil kadar gula darah. Sementara lonjakan gula kecil tidak abnormal, menjaga kadar gula sangat penting dalam mengelola diabetes," kata Perlus kepada Healthline.

Otot akan aktif ketika seseorang berjalan dan otot akan menyerap kelebihan glukosa yang ditemukan dalam aliran darah. Aliran darah yang lebih baik sangat penting untuk otot, anggota tubuh, dan organ sehingga menghasilkan sistem vaskular yang lebih sehat, jelas Perlus.

Ia menambahkan bahwa jalan kaki setelah makan malam juga dapat melepaskan serotonin, yang membantu tidur lebih nyenyak, nafsu makan lebih teratur, meningkatkan pola pikir positif, dan meningkatkan daya ingat.

Sementara itu, pelatih atletik bersertifikat Amber Kivett memiliki kekhawatiran tentang keterbatasan studi yang justru bisa menimbulkan masalah bagi orang-orang tertentu, misalnya orang dengan obesitas yang menderita rasa sakit saat berjalan.

Terlepas dari keterbatasan studi, Kivett mengatakan bahwa berjalan setelah makan memiliki banyak manfaat lain yang perlu diketahui.

Manfaat lain, menurut Kivett, mencakup keseimbangan fungsi penyerapan pada usus, mengoptimalkan sistem limfatik, pelepasan "hormon bahagia", hingga mengurangi timbulnya inflamasi dengan menurunkan hormon stres.

"Entah apakah Anda memiliki tekanan darah tinggi, diabetes, atau Anda seorang individu yang 'sehat' atau atletis, menikmati jalan kaki singkat dengan intensitas ringan setelah makan akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan," katanya.

(RK/ANT)

Jumat, 26 Maret 2021

Gejala Sulit Dikenali, Lima Faktor Risiko Diabetes

Gejala Sulit Dikenali, Lima Faktor Risiko Diabetes

Hampir 90 persen orang dengan prediabetes tidak menyadari bahwa mereka berisiko diabetes. Gejalanya bisa sulit dikenali meskipun gula darah lebih tinggi dari yang seharusnya, tetapi belum cukup tinggi untuk diagnosis diabetes.

Beberapa orang dalam tahap prediabetes ini bisa jadi sudah mengalami tanda-tanda diabetes, misalnya sering merasa haus, sering buang air kecil, kelelahan atau penglihatan kabur. Tetapi gejala ini memang biasanya dirasakan orang yang sudah masuk tahap diabetes. Pada prediabetes, lebih sering tidak menyadari gejalanya.

Karena itu, penting untuk menyadari faktor risiko utama prediabetes agar tidak menjadi diabetes. Berikut lima faktor risiko diabetes yang KalbarOnline lansir dari guesehat.com.

Lima Faktor Risiko Diabetes

Beberapa faktor risiko diabetes berikut seharusnya menjadikan Kamu lebih waspada dan mulai mengubah gaya hidup mulai sekarang. Jika perlu segera cek ke dokter.

1. Berusia 45 tahun ke atas

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan skrining diabetes setiap tahun, dimulai pada usia 45 atau bahkan lebih muda, jika Kamu memiliki faktor risiko utama lainnya.

Menurut dr Marwan Hamaty, ahli diabetes dari Cleveland Clinic, Amerika Serikat, kemungkinan terkena diabetes secara signifikan lebih tinggi seiring bertambahnya usia.

“Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi dan jumlah sel yang memproduksi insulin. Tanpa jumlah insulin yang cukup, glukosa yang biasanya masuk ke sel-sel tubuh akan terjebak di aliran darah, dan dalam jangka panjang berpotensi pada kesehatan yang serius.

2. Memiliki orang tua atau saudara kandung yang menderita diabetes

Memiliki kerabat tingkat pertama seperti orang tua atau saudara kandung dengan diabetes akan menggandakan risiko Kamu juga memiliki diabetes hingga beberapa kali lipat. Bahkan mungkin tiga kali lipat.

Tetapi riwayat keluarga ini bukan sesederhana masalah genetik, namun lebih pada kebiasaan hidup yang sama. Kebiasaan hidup yang sama ini misalnya pola makan di keluarga dan perilaku lain yang merupakan faktor risiko diabetes.

Jika, misalnya, Kamu dibesarkan dalam keluarga yang tidak aktif secara fisik dan makan makanan dalam porsi beasr setiap hari, kemungkinan besar Kamu akan melakukannya hingga dewasa. Kebiasaan tidak sehat inilah yang bisa diubah, meskipun secara genetik tidak bisa.

Meskipun gen di keluarga Kamu dekat dengan diabetes, selama gaya hidupmu sehat, maka diabetes bisa dicegah.

3. Kamu kelebihan berat badan

Bagi banyak orang dengan riwayat diabetes di keluarga. berat badan adalah tanda bahaya yang harus disikapi dengan serius. Menurut ahli, jumlah gen yang sudah diidentifikasi meningkatkan risiko diabetes saat ini lebih dari 100. Semakin banyak Kamu memilikinya, semakin tinggi risiko diabetes.

Gen obesitas ini juga salah satunya. “Untuk orang kurus, setidaknya dibutuhkan enam gen tertentu untuk menjadi diabetes. Tetapi, pada orang-orang dengan obesitas, hanya dibutuhkan dua gen saja sudah bisa menjadi diabetes,” ujar Hamaty.

Satu penelitian terbaru, yang diterbitkan dalam jurnal Diabetologia, menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi meningkatkan risiko diabetes, terlepas dari apakah seseorang memiliki faktor genetik diabetes atau tidak, dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.

Bukan hanya BMI yang penting, distribusi lemak di tubuh juga menentukan. Lemak di sekitar pinggang (pada orang dengan bentuk badan apel), lebih berisiko memiliki diabetes dan penyakit kronis lainnya seperti penyakit jantung dan gagal ginjal.

Lemak di daerah pinggang dan perut sangat aktif secara metabolik, yang berarti bahwa lemak sentral ini melepaskan hormon dan zat biologis lainnya yang merusak organ dan pembuluh darah.

Jadi jelas sekali ya, bahwa dengan menurunkan berat badan dapat menunda kondisi prediabetes menjadi diabetes.

4. Kamu menjalani kehidupan yang tidak banyak bergerak

Penelitian menunjukkan, mayoritas manusia saat ini menghabiskan lebih dari setengah hari setiap hari untuk duduk. Gaya hidup ini dianggap menjadi salah satu penyebab naiknya penderita diabetes di seluruh dunia.

Gaya hidup yang tidak banyak bergerak semakin memperburuk resistensi insulin, dan menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Medicine & Sport Science, akan meningkatkan risiko diabetes hingga 112 persen lebih besar.

Untuk mencegah diabetes, terutama bagi Kamu yang sudah prediabetes, sebaiknya berolahraga setidaknya 150 menit per minggu dengan aktivitas aerobik intensitas sedang (seperti jalan cepat) dan dua hingga tiga sesi latihan kekuatan setiap minggu.

Jika belum bisa berolahraga, minimal bangun dari duduk setiap setengah jam dan melakukan beberapa bentuk aktivitas selama beberapa menit, baik itu peregangan, lompat tali, atau berjalan di tempat.

5. Kamu pernah menderita diabetes gestasional

Sekitar 10 persen wanita hamil mengalami diabetes gestasional, yakni diabetes selama kehamilan. Meskipun kadar gula darah akan turun kembali setelah melahirkan, wanita tersebut tetap berisiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 di kemudian hari.(*)

Minggu, 15 November 2020

Peringati Hari Diabetes Sedunia, Edukasi via Webinar, Berantas Mitos-mitos, Kuku Warna Biru, Dukungan Keluarga

Hari Diabetes Sedunia. Foto: Kateryna Novikova

Peringati Hari Diabetes Sedunia, Primaya Hospital Selenggarakan Edukasi via Webinar


Ilustrasi Diabetes Melitus - Istimewa

Diabetes masih menjadi momok bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini telah banyak merenggut nyawa manusia serta membuat banyak penderitaan bagi para pengidap sakit tersebut.

Pola hidup yang tidak seimbang bisa menyebabkan penyakit diabetes melitus sahingga masyarakat mesti mengantisipasi penyakit tersebut. Sayangnya, mayoritas masyarakat masih tak menyadari potensi risiko diabetes, cenderung masih menjalani pola hidup yang tak sehat. 

Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat merupakan hal mutlak yang harus dilakukan semua pihak guna menekan risiko diabetes. Bertepatan dengan peringatan Hari Diabetes Sedunia, Primaya Hospital selaku institusi kesehatan merasa harus ikut berkontribusi memberikan edukasi dengan menyelenggarakan Webinar bertajuk “Jalani Hari Tua Berkualitas Dengan Memahami Diabetes Sejak Dini”, Sabtu (14/10/2020).

Webinar itu diisi penjelasan medis dan edukasi seputar diabetes oleh para ahli dari Primaya Hospital, terdiri dari  dokter Khomimah spesialis penyakit dalam Primaya Hospital Bekasi Barat, dokter Rochsismandoko, spesialis penyakit dalam Primaya Hospital Tangerang, dan dokter Steffi Sofia, spesialis gizi Primaya Evasari Hospital.

dokter Rochsismandoko mengatakan diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa di dalam darah. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya produksi insulin dan resistensi insulin.

“Resistensi Insulin adalah kondisi ketika sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan gula darah dengan baik karena adanya gangguan aksi kerja insulin atau terganggunya respon sel tubuh terhadap insulin,” ujarnya.  

Menurutnya, DM dapat menyebabkan penyakit lainnya yakni makro vascular atau gangguan perusakan pada pembuluh darah besar seperti jantung koroner, stroke, atau penyakit pembuluh darah tepi. Hal ini dapat ditandai dengan pembuluh darah di kaki bermasalah sehingga kaki menghitam.

Adapun mikro vascular yakni dapat menyebabkan gagal ginjal, gangguan pembuluh darah retina mata yang bisa menyebabkan kebutaan, gagal jantung, atau gangguan saraf kaki sehingga pasien merasakan kebas.

“Penyandang Diabetes Melitus akan meningkatkan potensi terkena infeksi, yang paling banyak terjadi adalah infeksi TBC. Diabetes Melitus juga bisa meningkatkan risiko luka di kaki misalnya infeksi luka tertusuk di kaki yang dapat semakin parah, gejalanya lebih berat, lebih lama, dan lebih luas jika seseorang mengidap Diabetes Melitus,” tuturnya. 

Sedangkan dokter Khomimah yang merupakan spesialis penyakit dalam dari Primaya Hospital Bekasi Barat menambahkan gangguan aksi kerja insulin dan kurangnya produksi insulin tersebut terjadi pada kelompok orang yang memiliki berbagai faktor risiko DM. Mereka, lanjut Khomimah,  yakni kelompok orang obesitas dengan indeks massa tubuhnya lebih dari 23 dan memiliki salah satu dari faktor  yakni jarang melakukan gerak badan atau tidak olahraga, memiliki riwayat anggota keluarga DM.

“Selain itu mereka juga datang dari kelompok yang  memiliki hipertensi, kadar kolesterol baik rendah atau kadar trigliserid yang tinggi, memiliki riwayat pre diabetes, kardiovaskular, memiliki riwayat diabetes selama kehamilan atau pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg,” ungkapnya.

Hari Diabetes Sedunia, Waktunya Berantas Mitos-mitos Penyakit Kronis Ini!


Ilustrasi Hari Diabetes Sedunia (Shutterstock)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak enam persen dari seluruh populasi dunia, mengidap diabetes.

Seperti yang kita tahu, diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula atau glukosa di dalam darah.

Tingginya kadar gula ini disebabkan oleh pankreas yang tidak bisa memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Padahal, insulin bertugas menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.

Meski ada banyak penderita diabetes di dunia, namun tidak semua orang paham dengan penyakit ini. Bahkan, beberapa dari mereka masih memercayai beragam mitos umum yang beredar.

Pada Hari Diabetes Sedunia ini, mari kita mempelajari fakta-fakta dari 'penyakit gula' ini, dilansir laman Diabetes.org.uk:

1. Penderita Diabetes Tidak Bisa Makan Gula


Ini adalah mitos paling umum. Padahal fakta sebenarnya tidak begitu. Penderita diabetes perlu makanan seimbang, yang dapat mencakup gula secukupnya.

Jadi, penderita diabetes bisa makan gula, namun tetap harus dikontrol.

2. Diabetes tipe 2 adalah ringan


Tidak ada diabetes yang ringan. Jika diabetes tipe 2 tidak dikelola dengan baik, hal itu dapat menyebabkan komplikasi serius.

Pengendalian diabetes yang baik dapat secara signifkan dapat mengurangi risiko komplikasi, tetapi ini tidak berarti kondisinya tidak serius.

3. Diabetes tipe 2 hanya diderita orang gemuk


Selama ini, diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Padahal, hal ini tidak benar.

Sekitar 20% penderita diabetes tipe 2 memiliki berat badan normal, bahkan, kurus.

4. Penderita diabetes akan menjadi buta dan kehilangan kakinya


Diabetes memang dapat menyebabkan kebutaan dan juga banyak amputasi setiap tahun.

Namun, pengidap yang mengontrol tekanan darah, glukosa, berat badan dan berhenti merokok, dapat meningkatkan peluang mereka untuk tetap bebas dari komplikasi.

5. Penderita diabetes tidak boleh berolahraga


Justru sebaliknya, penderita diabetes dianjurkan untuk tetap berolahraga untuk menjaga gaya hidup tetap sehat.

Memang ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, tetapi tidak ada alasan bagi penderita diabetes untuk tidak menggerakkan tubuhnya.

6. Penderita diabetes lebih cenderung sakit


Orang dengan diabetes tidak lebih mungkin terkena pilek atau penyakit lain dibanding bukan pengidap diabetes.

Namun, penyakit lain dapat mempersulit pengelolaan kadar glukosa darah yang pada akhirnya bisa meningkatkan keparahan suatu penyakit atau infeksi.

Jadi, mencegah penyakit sangat penting bagi penderita diabetes.

Mengecat Kuku Warna Biru untuk Peringati Hari Diabetes Sedunia


ILUSTRASI Cek Kadar Gula Darah/ Diabetes /pixabay/stanias

Hari Diabetes Sedunia diperingati setiap tanggal 14 November. Peringatan tahun ini mengusung tema The Nurse dan Diabetes.

Dilansir International Diabetes Federation (WDD) Hari Diabetes sedunia merupakan bentuk kesadaran terhadap diabetes terbesar di dunia.

Para penderita diabetes, ahli kesehatan, advokat diabetes, media, masyarakat umum, hingga organisasi pemerintah bersatu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap diabetes.

Sebagai bentuk kesadaran untuk memperingati Hari Diabetes Sedunia, beberapa hal bisa dilakukan. Salah satunya pada tahun ini bisa mengecat kuku berwarna biru atau tantangan #NailingDiabetes.

Berikut Moreschick rangkum hal yang bisa dilakukan untuk memperingati Hari Diabetes Sedunia.

1. Mengecat Kuku Berwarna Biru


Warna biru menjadi simbol kesadaran diabetes sedunia. Anda dapat mengikuti tantangan #NailingDiabetes dan mengunggah foto kuku yang telah diwarnai ke media sosial.

Hal kecil seperti ini turut berkontribusi meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai diabetes.

2. Melakukan Big Blue Test


Big Blue Test merupakan kegiatan fisik yang dilakukan penderita diabetes yang berdampak pada level gula darah. Ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan kesadaran masyarakat mengenai diabetes.

Memeriksa level gula darah terlebih dahulu bisa dilakukan, kemudian melakukan pekerjaan rumah, jogging, atau berjalan sekitar 15-20 menit.

Setelah itu cek kembali gula darah kalian, apakah menemukan perbedaan atau tidak.

Setiap partisipasi yang dimasukkan ke situs resmi Big Blue Test akan menghasilkan 1 dolar AS yang nantinya akan didonasikan ke perusahaan non-profit untuk membantu penderita diabetes lainnya.

3. berbagi Informasi tentang Diabetes


Dilansir situs diabetes, diabetes tipe 1 bisa menyerang anak-anak dan orang dewasa, namun gejala yang dialami sulit terdeteksi.

Berbagi informasi mengenai gejala dan risiko diabetes tipe 1 kepada penderitanya atau masyarakat umum bisa menjadi cara yang efektif.

Bisa juga membantu seseorang mengetahui risiko dirinya terkena diabetes tipe 2 dengan melakukan tes online.

4. Selfie dengan Logo berwarna Biru dan Pakaian Biru


Tidak hanya kuku yang bernuansa biru, Anda bisa mencoba tantangan lain yaitu selfie dengan pakaian biru dan logo lingkaran biru.

The International Diabetes Federation (IDF) telah merilis aplikasi WDD selfie untuk memudahkan Anda berpartisipasi.

Unggah foto ke media sosial Anda dan ajak keluarga serta teman-teman untuk ikut tantangan ini.

Pentingnya Dukungan Keluarga Pasien Diabetes saat Pandemi


Ilustrasi. Di masa pandemi, dukungan keluarga sebagai caregiver sangat penting bagi orang dengan diabetes. (iStockphoto/Nattakorn Maneerat)

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh orang dengan diabetes. Apalagi di masa pandemi, di mana mobilitas menjadi sangat terbatas dan berhadapan dengan situasi serba tak pasti.

Peringatan Hari Diabetes Sedunia tahun ini mengambil tema "Nurses Make the Difference". Hal ini menggambarkan betapa pentingnya perawatan yang tepat bagi orang dengan diabetes. Di tengah pandemi, peran keluarga sebagai caregiver menjadi sangat penting.

"Di masa pandemi, kita enggak bisa ke mana-mana. Sehari-hati bertemunya keluarga, sehingga harus ada kompromi dalam keluarga," ujar ahli penyakit dalam Sidartawan Soegondo, dalam media briefing memperingati Hari Diabetes Sedunia, beberapa waktu lalu.

Merawat orang dengan diabetes memang bukan perkara mudah. Sidartawan mengatakan, perawatan harus dilihat dari kondisi pasien itu sendiri.

Pasien diabetes yang masih dalam usia produktif dituntut untuk mandiri menjaga kondisi. Caregiver, dalam hal ini keluarga, dituntut untuk membantu kemandirian pasien.

Keluarga disarankan untuk tidak terlalu proaktif atau terlalu banyak mengatur dan mengurusi berbagai keperluan pasien. 

Alih-alih proaktif, keluarga disarankan untuk membangun kesadaran pasien agar menjaga kondisinya, baik dengan rutin mengecek kadar gula darah atau mengontrol asupan makanan.

"Jika caregiver terus proaktif, maka tidak ada kemandirian. Dia [pasien diabetes] tidak akan bisa mengontrol diri saat kebetulan berada di luar rumah," kata Sidartawan.

Hal berbeda bakal berlaku bagi pasien diabetes lanjut usia (lansia). Pada pasien kategori ini, caregiver justru harus bertindak lebih proaktif. 

Baik itu dalam mengatur menu makan, memonitor gula darah, dan pemberian obat secara teratur.

Gaya hidup, khususnya pola makan, mengambil peran penting dalam mengatasi diabetes. Artinya, pasien diabetes harus lebih ketat soal pola makan.

Namun, sering kali saking takutnya, keluarga justru membeda-bedakan menu makan untuk anggotanya yang mengidap diabetes. Padahal, lanjut Sidartawan, langkah ini tak terlalu diperlukan.

"Diusahakan keluarga sama-sama merasakan diabetes. Tak usah dipisah makanannya. Makan sama saja, tapi pasien tidak boleh makan terlalu banyak," kata Sidartawan.

Dukungan Keluarga Menghindari Stres


Pandemi memberikan pengaruhnya terhadap kesehatan mental dengan memicu stres. Dukungan keluarga akan menjauhkan pengidap diabetes dari stres di masa pandemi.

Tak hanya mengganggu emosi semata, stres juga punya peran dalam mengontrol kadar gula darah. Stres hanya akan menaikkan kadar gula darah.

Respons tubuh terhadap hormon stres ini meningkatkan kadar gula dalam darah. Semakin berat stres yang dirasakan, semakin besar pula peningkatan kadar gula darah.

 "Setiap peningkatan stres akan mempengaruhi kenaikan gula darah," ujar spesialis penyakit dalam, dr Dyah Purnamasari, dalam kesempatan berbeda.

Pada orang sehat, reaksi gula darah terhadap stres dapat dikompensasi dengan kemampuan pankreas memproduksi insulin. Namun pada penderita diabetes, kondisi ini dapat memperburuk keadaan.

Gula darah yang tidak terkontrol pada penderita diabetes dapat meningkatkan risiko komplikasi dan kerusakan pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan otak. (red)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pemilu 2024

Lifestyle

Tekno