Pontianak - Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat (Kalbar) Doni Septadijaya mengatakan bahwa sinergi pengendalian inflasi yang dilaksanakan regional oleh tiga daerah, Kubu Raya, Pontianak dan Mempawah (Kuponwah) berpotensi menjadi model nasional.
"Sinergi tiga daerah Kuponwah ini memberikan manfaat besar, baik dari sisi pengendalian harga, penguatan ketahanan pangan, maupun peluang daerah memperoleh insentif fiskal dari pusat," kata Doni di Pontianak, Kamis.
Dia menjelaskan, rencana aksi Kuponwah fokus pada empat pilar strategi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Program-program yang dijalankan meliputi pelatihan petani dan peternak, pengembangan bibit unggul, penguatan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) hingga gerakan tanam cabai rawit di kawasan permukiman padat.
"Rencana jangka panjang yang disiapkan mencakup pengembangan urban farming, digital farming, hingga sistem ketahanan pangan berbasis resiliensi," tuturnya.
Doni juga menekankan pentingnya TPID Award sebagai insentif nyata dari pemerintah pusat dan menjadi salah satu indikator kinerja pengendalian inflasi. Pemenangnya berhak atas Dana Insentif Daerah (DID) yang dapat digunakan untuk mendukung operasional dan program ketahanan pangan.
"Pontianak berpotensi meraih TPID Award 2025. Kami berharap seluruh elemen Kuponwah tetap solid, karena ini bukan semata prestasi, tapi dampaknya nyata untuk masyarakat," pungkas Doni.
Dengan model Kuponwah, Kalimantan Barat membuktikan bahwa tantangan inflasi dan ketahanan pangan dapat dijawab melalui sinergi lintas wilayah yang didukung data dan inovasi kebijakan. Kolaborasi ini menjadi pondasi strategis menuju stabilitas ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Pada kesempatan itu, Doni menyebutkan, Kalbar merupakan salah satu provinsi dengan inflasi yang relatif stabil secara nasional. Meski demikian, lonjakan inflasi sempat terjadi pada 2022 akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang mendorong inflasi umum hingga 5,3 persen.
"Pengendalian inflasi pangan sangat krusial, karena 58 persen dari pengeluaran masyarakat Kalbar digunakan untuk konsumsi bahan pangan. Stabilitas harga akan menjaga daya beli dan kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Doni menyebutkan komoditas seperti daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng, dan beras sebagai penyumbang inflasi tertinggi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara daerah produsen seperti Kubu Raya dan Mempawah dengan Pontianak sebagai daerah konsumsi utama.
"Jangan sampai bahan pangan diproduksi di Kalbar, tapi justru tidak tersedia untuk kebutuhan masyarakatnya sendiri," tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Bank Indonesia mendorong pembentukan dashboard data Kuponwah yang akan mengintegrasikan informasi harga pangan dari pasar utama di tiga wilayah. Platform ini akan menjadi dasar penyusunan kebijakan yang lebih akurat, berbasis data, bukan opini.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News