Pontianak - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat membutuhkan penerapan teknologi permanen dan penegakan hukum yang tegas, terutama di kawasan rawan seperti lahan gambut.
"Pembangunan teknologi permanen dalam penanggulangan karbon tidak bisa instan. Sejak kebakaran hebat 2019, kita dorong terus inovasi anak bangsa untuk menciptakan solusi jangka panjang," kata Hanif dalam sambutannya saat memimpin Apel Siaga Pengendalian Karhutla Provinsi Kalimantan Barat yang digelar di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Sabtu.
Ia menggarisbawahi pentingnya sistem teknologi berbasis deteksi dini, prediksi cuaca yang akurat, serta modifikasi cuaca yang konsisten untuk meminimalkan risiko karhutla.
Menurutnya, keberhasilan operasi modifikasi cuaca (OMC) yang dijalankan di Kalbar menjadi bukti efektivitas pendekatan teknologi.
"Beberapa hari lalu ada hampir 400 hotspot. Pagi ini, kita sambut dengan nol titik panas. Ini capaian luar biasa dan membanggakan," tuturnya.
Namun demikian, Hanif menekankan bahwa keberhasilan tersebut tak boleh membuat semua pihak lengah. Ia mengingatkan bahwa musim kemarau masih berlangsung dan pembakaran lahan dalam bentuk apa pun dilarang keras berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009.
"BMKG menyatakan Kalbar sedang berada di puncak musim kemarau, dari pertengahan Juli hingga akhir Agustus. Maka, tidak ada toleransi untuk pembakaran. Titik," katanya.
Menteri Hanif juga mengkritisi aturan daerah yang membolehkan pembukaan lahan maksimal dua hektare dengan cara membakar, yang menurutnya bertentangan dengan regulasi nasional. Ia meminta aparat penegak hukum segera melakukan tindakan preventif seperti pemagaran, pemalangan, dan penandaan kawasan rawan karhutla.
Lebih lanjut, ia menekankan pendekatan strict liability (tanggung jawab mutlak) bagi pemilik konsesi yang ditemukan terbakar, terlepas dari unsur kesengajaan.
"Gambut yang sudah kering karena kanal-kanal buatan tidak bisa lagi menyerap air. Sekali kering, dia akan terus jadi bahan bakar potensial. Ini ancaman serius," kata dia.
Hanif juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha dan akademisi, untuk terlibat aktif dalam penanggulangan karhutla melalui pendekatan kolaboratif pentahelix yang mencakup pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media.
"Kami apresiasi pelaku usaha yang telah menunjukkan empati dan dukungan nyata. Ini bentuk gotong royong yang kita perlukan demi melindungi bumi Kalbar," katanya.
Sementara itu, Gubernur Kalbar Ria Norsan menegaskan bahwa semua pihak harus bahu-membahu dalam menjaga lingkungan dari bahaya karhutla.
Ia menilai, selain merusak ekosistem, kebakaran hutan juga berpotensi mengganggu kesehatan dan aktivitas ekonomi masyarakat.
"Kalau kebakaran dibiarkan, dampaknya bisa luas, dari penerbangan terganggu, sampai kualitas udara menurun dan mengancam kesehatan masyarakat. Ini bukan hanya urusan pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua," kata Norsan.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News