Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan disiplin verifikasi merupakan fondasi jurnalisme profesional di era digital.
Nezar, dalam rilis pers, Sabtu, mengatakan disiplin verifikasi adalah pembeda utama antara jurnalisme profesional dan konten media sosial.
Menurutnya, di tengah maraknya disinformasi, jurnalisme tetap memiliki ciri utama yang membedakannya dari konten media sosial, yaitu disiplin verifikasi.
“Disiplin verifikasi adalah garis batas antara informasi amatir dan profesional,” ucap dia dalam Radar Surabaya Awards 2025, di Vasa Hotel, Surabaya, Kamis (31/7).
Dia mencontohkan jurnalis profesional akan selalu mengecek fakta dan mengonfirmasi ke sumber resmi sebelum menyebarkan informasi.
Wamen Nezar juga mengatakan media arus utama memiliki mekanisme koreksi dan tanggung jawab etik yang dijamin undang-undang.
Hal ini berbeda dengan pengguna media sosial yang tidak terikat pada kewajiban verifikasi.
"Informasi yang dihasilkan oleh media arus utama telah melalui satu proses gate keeping sehingga informasi yang didapatkan itu bermutu," jelasnya.
Bahkan jika media arus utama menyebarkan informasi yang kurang tepat, Undang-Undang Pers telah memiliki aturan untuk melakukan koreksi sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar.
Oleh karena itu, Wamen Nezar menekankan pentingnya menjaga eksistensi media profesional yang berlandaskan jurnalisme berkualitas agar masyarakat tidak terombang-ambing dalam arus informasi yang simpang siur.
"Kehadiran media mainstream sangat penting di tengah lalu lintas media sosial di mana semua orang bisa memproduksi informasi," pungkas dia.
Acara ini turut dihadiri Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Direktur Utama PT Jawa Pos Koran Leak Kustiyo, dan Direktur PT Radar Media Surabaya Lilik Widyantoro.
Sebelumnya dalam kesempatan berbeda, Nezar juga pernah menyampaikan bahwa selain proses validasi, insan media massa atau jurnalis harus memiliki keahlian dalam mengolah informasi agar menarik dibaca oleh masyarakat.
Dia mengatakan saat ini banyak informasi yang penting namun karena kecakapan jurnalisme kurang terasah maka produk yang dihasilkan menjadi tidak menarik untuk dibaca.
Hal itu menjadikan masyarakat lebih tertarik membaca informasi-informasi di media sosial yang bersifat clickbait padahal belum tentu isi kontennya sudah tervalidasi.
“Di sini kecakapan jurnalistik masuk ke ranah seni tingkat tinggi dalam mengolah produk jurnalistik yang menarik. Itu tantangan terbesar saat ini,” kata dia.
Pewarta : Fathur Rochman/ANTARA
Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News