PMI Manufaktur Indonesia Terus Kontraksi Selama Kuartal II-2025, Ekonomi Nasional Tertekan
![]() |
Grafik tren PMI Manufaktur Indonesia April hingga Juli 2025 menunjukkan penurunan berturut-turut ke bawah level 50. (Gambar ilustrasi) |
Jakarta – Aktivitas manufaktur Indonesia terus menunjukkan pelemahan. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di zona kontraksi selama empat bulan berturut-turut, yakni April hingga Juli 2025.
Sepanjang kuartal II-2025, angka PMI tidak pernah menembus level 50, menandakan aktivitas manufaktur nasional mengalami penurunan akibat lesunya permintaan baru dari konsumen.
PMI pada April tercatat 46,7, naik tipis menjadi 47,4 pada Mei, namun kembali turun ke 46,9 di Juni.
Kondisi ini menegaskan bahwa sektor manufaktur belum pulih sepenuhnya dari tekanan permintaan yang lemah.
Turunnya pesanan baru menjadi indikator utama penyebab kontraksi ini, yang juga mencerminkan perlambatan konsumsi masyarakat secara umum.
“Sektor manufaktur memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kontraksi yang berlarut-larut tentu berpengaruh terhadap kinerja PDB,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Menurutnya, dampak ini bisa menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pemerintah pada 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat sektor industri pengolahan sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Jika sektor ini melemah, otomatis akan menekan output nasional sekaligus berimbas pada pendapatan tenaga kerja.
Imbas lanjutan adalah menurunnya daya beli dan konsumsi rumah tangga komponen terbesar dalam struktur PDB Indonesia.
Pemerintah diharapkan segera mendorong stimulus fiskal dan memperkuat permintaan domestik untuk memulihkan sektor manufaktur.
Jika tidak, risiko pelemahan ekonomi bisa berlanjut hingga kuartal III. Seiring berjalannya waktu, pelaku usaha juga berharap ada peningkatan permintaan menjelang akhir tahun agar tren PMI bisa kembali ke zona ekspansi.