YouTube Dilarang untuk Anak di Australia, Tapi Situs Porno Masih Bebas Akses | Borneotribun.com

Selasa, 05 Agustus 2025

YouTube Dilarang untuk Anak di Australia, Tapi Situs Porno Masih Bebas Akses

Ilustrasi anak dilarang mengakses YouTube sementara situs dewasa masih terbuka di laptop
Ilustrasi anak dilarang mengakses YouTube sementara situs dewasa masih terbuka di laptop.

JAKARTA - Pemerintah Australia kembali menuai sorotan setelah menambahkan YouTube ke dalam daftar larangan akses bagi anak di bawah 16 tahun per pekan ini. 

Keputusan ini menjadi bagian dari kebijakan baru yang dipimpin oleh eSafety Commissioner Julie Inman Grant. 

Namun, ironisnya, situs dewasa seperti YouPorn dan Pornhub masih dapat diakses bebas tanpa verifikasi usia memicu kritik keras dari kelompok oposisi seperti Nation First.

Langkah ini dinilai inkonsisten dan menimbulkan pertanyaan besar soal prioritas perlindungan anak. 

Dalam pernyataan resminya, Nation First menyebut kebijakan ini sebagai "sandiwara politik yang menutup ruang kreatif anak muda sembari membiarkan pornografi tetap terbuka." Mereka menuding pemerintah menggunakan dalih keamanan anak untuk memperluas pengawasan digital terhadap warga.

“Ini bukan soal perlindungan, ini soal kontrol,” tegas Nation First dalam pernyataan yang dirilis Kamis (31/7). 

Mereka juga mengkritik Julie Inman Grant sebagai mantan pelobi Microsoft yang kini justru mendorong kebijakan yang membungkam kebebasan digital. 

Sementara itu, akademisi komunikasi Catherine Jane Archer turut memperingatkan bahwa kebijakan ini akan “memotong akses anak muda ke ruang kreatif dan diskusi sosial-politik yang sehat.”

Ironisnya, YouTube justru menyediakan fitur kontrol orang tua, filter konten, dan riwayat penelusuran fitur yang hilang jika anak mengakses platform tanpa login, seperti yang kini diwajibkan. 

Sementara situs dewasa, yang seharusnya menjadi fokus utama perlindungan anak, tetap lolos dari kebijakan verifikasi usia yang ketat.

Kebijakan ini disebut hanya awal dari masa depan digital yang lebih represif, di mana setiap aktivitas online memerlukan verifikasi identitas. 

“Hari ini mereka minta verifikasi usia, besok bisa jadi sidik jari atau pemindaian wajah untuk sekadar menonton video edukasi,” tulis Nation First.

Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Tombol Komentar