Berita Borneotribun.com: Makan Bergizi Gratis Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Makan Bergizi Gratis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makan Bergizi Gratis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 April 2025

Puluhan Siswa Keracunan di Cianjur: Polisi menduga ada Bakteri di Wadah MBG, Penyebab Masih Diselidiki

Puluhan Siswa Keracunan di Cianjur,: Polisi menduga ada Bakteri di Wadah MBG, Penyebab Masih Diselidiki
Puluhan Siswa Keracunan di Cianjur,: Polisi menduga ada Bakteri di Wadah MBG, Penyebab Masih Diselidiki.

CIANJUR – Kasus keracunan massal yang menimpa puluhan siswa di Cianjur, Jawa Barat, masih menjadi perhatian publik. Hingga kini, pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk mengetahui penyebab pasti kejadian tersebut.

Salah satu temuan terbaru yang cukup mengejutkan adalah adanya bakteri yang ditemukan di wadah minuman Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diduga dikonsumsi para korban.

Dikutip dari CNN Indonesia pada Selasa (29/4/2025), Kepala Polres Cianjur AKBP Tono Supartono mengatakan bahwa penyidik belum dapat menyimpulkan apa yang menjadi penyebab utama keracunan para siswa. Polisi masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan dan minuman yang dikonsumsi para korban.

“Mungkin setelah adanya uji sampel makanan, penyidik memerlukan pemeriksaan terhadap penguji tersebut dan melakukan pemeriksaan ahli kesehatan berikut dokter yang merawat atau memeriksa korban untuk mengetahui penyebab dari keracunan tersebut,” ujar Tono.

Dalam proses penyelidikan yang terus berlangsung, polisi telah memeriksa sebanyak 30 orang sebagai saksi. Mereka yang diperiksa terdiri dari berbagai pihak, mulai dari guru dan staf sekolah, petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Cianjur, tiga orang dari Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), serta tim dari Seksi Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (SPPG) Cianjur.

"Total sudah 30 orang yang dilakukan pemeriksaan sebagai saksi. Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka," tambah Tono.

Meskipun belum ada tersangka yang ditetapkan, penyelidikan tetap dilakukan secara menyeluruh. Temuan adanya bakteri di wadah MBG menjadi salah satu petunjuk penting, namun belum cukup kuat untuk disimpulkan sebagai penyebab tunggal.

Kasus ini bermula ketika puluhan siswa mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dan minuman yang dibawa ke sekolah. 

Beberapa korban sempat mengalami mual, muntah, pusing, dan lemas. Mereka kemudian dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan medis.

Warga dan orang tua siswa kini berharap agar kasus ini segera menemukan titik terang. Banyak yang khawatir kejadian serupa bisa terulang jika tidak segera diketahui penyebab pastinya.

Di sisi lain, Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur menyatakan siap mendukung proses penyelidikan dan memberikan akses penuh kepada tim penyidik untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. 

Langkah antisipasi juga telah dilakukan dengan memberikan edukasi kepada sekolah-sekolah terkait keamanan pangan dan pentingnya menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi siswa.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, terutama sekolah dan orang tua, untuk lebih waspada terhadap makanan dan minuman yang dikonsumsi anak-anak. 

Pastikan makanan dalam kondisi higienis dan terjaga kualitasnya agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali.

Penyelidikan masih berjalan, dan masyarakat diminta untuk tetap tenang serta tidak menyebarkan informasi yang belum terverifikasi. 

Semoga aparat segera menemukan penyebab pasti keracunan massal ini dan langkah-langkah pencegahan ke depan bisa lebih maksimal.

Sabtu, 26 April 2025

Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN

Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN
Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN. (Gambar ilustrasi)

Gagasan Solutif MBG Partisipatif-Berkeadilan

Oleh : Muda Mahendrawan

Gebrakan kebijakan efisiensi anggaran saat memasuki 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran melalui inpres nomor 1 tahun 2025 dengan penghematan belanja di sejumlah kementrian/lembaga dan Dana Transfer Daerah  di APBN 2025  sebesar 306 T, direspon beragam reaksi dan persepsi  baik di jagad maya maupun jadi perbincangan di ruang-ruang publik. wajar, sebab langkah efisiensi ini me-revisi dan me-refocusing anggaran cukup besar. Target efisiensi hingga 306 T itu di alih kan ke program prioritas sesuai visi misi astacita Presiden Prabowo & Wapres Gibran,  Program Makan Bergizi Gratis (selanjutnya disebut MBG), Program Swasembada  Pangan dan Energi, Program 3 Juta Rumah Rakyat, Pemeriksaan Kesehatan Gratis, dan perkembangan terakhir rencana Presiden Prabowo akan ada kebijakan efisiensi belanja tahap kedua untuk suntikan permodalan BPI Danantara yang baru saja resmi berdiri.
 
Secara prinsip langkah kebijakan presiden prabowo meng-efisien-kan belanja ini justru sebuah momentum tepat untuk melindungi kepentingan rakyat dengan mencegah pemborosan, mubazir dan celah kebocoran. Saat ini  semua kementrian melakukan proses penyisiran pos-pos belanja menyesuaikan pagu anggaran dalam Surat Edaran Menkeu nomor S-37/MK.02/2025 melalui pembahasan bersama DPR-RI sejak 12-13 Februari lalu.  
 Tekad dan keteguhan Presiden Prabowo ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional dan benar-benar melayani hak dasar rakyat dengan meramu ulang kebijakan efisiensi anggaran di tahun pertama kepemimpinannya ini juga sejalan dengan jajak pendapat Litbang Kompas pada 3-6 februari menunjukkan sebagian besar responden publik  73,3 persen menilai pengeluaran/belanja pemerintah selama ini belum efisien dan publik memahami perlunya langkah efisiensi, alasan responden menilai perlu dilakukan penghematan anggaran sebanyak 24,4 persen menjawab untuk mengurangi kebocoran uang rakyat, 22,5 persen menjawab untuk mengurangi belanja tidak produktif, 27,1 persen beralasan anggaran perlu fokus pada program prioritas dan 27,1 persen menyoroti beban hutang APBN.  

Perkuat Efektifitas & Dampak (outcome)

Dinamika respon publik terkait efisiensi anggaran terlihat lebih banyak sorotan  reaksi atas ‘pengalihan’ anggaran untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah di uji coba  januari lalu di 26 provinsi, program ini dipercayakan ke Lembaga Badan Gizi Nasional (selanjutnya disebut BGN) yang baru dibentuk 2024 lalu, dan diberikan kewenangan perencanaan sampai eksekusi teknis mengelola program MBG . Anggaran BGN dialokasikan sebesar 71 T di APBN 2025  dan melalui efisiensi ini akan ditambahkan sebesar 100 T  sehingga total anggaran sebesar  171 T untuk MBG hingga akhir tahun 2025 karena Presiden Prabowo ingin mempercepat perluasan jumlah  sasaran anak-anak siswa penerima di seluruh indonesia, meski program MBG punya tantangan dalam tata kelola implementasinya mulai dari sebaran sasaran, skema, persyaratan dan sistem prosedur teknis , standar, dan kesiapannya lainnya, Bermunculan respon yang menyangsikan implementasi MBG akan optimal, karena tak sedikit pula yang berpandangan program ini seolah disamakan seperti bansos sembako dan bansos uang yang kurang berdampak mendasar dan signifikan berkontribusi terhadap upaya pengurangan pengangguran, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.
 
 Program MBG lebih banyak munculkan respon pro dan kontra, selain karena MBG bersifat massif, populis juga cukup sensitif karena menyangkut soal makan, jadi lebih menarik dibicarakan, di jagad maya (medsos) tak sedikit pula netizen menyangsikan  program MBG ini terutama sejauh mana dampak implementasi program ini. Disinilah krusialnya sebab program MBG ini ibaratkan jadi sebuah ‘pertaruhan’ kepercayaan publik terhadap program prioritas pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, oleh karenanya MBG ini tak hanya sekadar bisa tereksekusi secara teknis hingga tersalurkan ke seluruh sasaran sesuai target jumlah dan sebaran yang telah direncanakan (output) namun mesti dibuktikan bisa terukur dampak nilai tambahnya (outcome) dimana dalam satu program MBG  punya multi efek mencakup 3 outcome sekaligus yang bisa dicapai,  ibarat pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, Pertama, berdampak untuk capaian penurunan stunting dan penguatan gizi generasi, Kedua, berdampak mengungkit tingkat swasembada pangan karena terjamin nya serapan (pasar) hasil produksi pangan (padi,jagung, sayur mayur, peternakan, telur,budidaya ikan) sehingga turut berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Ketiga, berdampak bagi pengurangan pengangguran dan kemiskinan. semakin terbuka peluang munculnya pelaku UMKM sektor pangan terutama generasi muda dan berdampak bagi pengurangan kemiskinan karena bisa mengurangi beban belanja orang tua terhadap kebutuhan konsumsi makan anak-anaknya. Ketiga Outcome ini mesti dapat berjalan sekaligus dan  serentak. Konsekuensinya pihak BGN mesti benar-benar berhasil mengeksekusi program ini dengan langkah yang terukur. Disini pilihan skema, sistem, mekanisme, model atau pola tatanan kerja nya mesti lebih dipikirkan secara seksama, cermat dan kreatif untuk menjamin  multi dampak (3 outcome) bisa tercapai secara terukur dan nyata. Disinilah tantangan  besar bagi BGN. 

Keberpihakan Kepada Pelaku Usaha Mikro

Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN
Implementasi MBG di Tengah Polemik Efisiensi APBN. (Gambar ilustrasi)
BGN perlu memperhatikan berbagai aspek secara holistik terutama aspek tantangan geografis, aspek sosial budaya dan kearifan lokal. Faktor paling utama bagaimana tingkat perlibatan atau partisipasi dari berbagai elemen lapisan masyarakat karena akan menjadi kunci keberhasilan program ini, sebab tak sedikit respon yang meragukan dan mengkhawatirkan  program MBG yang lebih bernafaskan orientasi sosial kemanusiaan dan keadilan jangan sampai bergeser menjadi terkesan bernafaskan orientasi proyek, mengingat anggaran yang cukup besar dipegang lembaga BGN dengan strategi skema, prosedur sistem tata kelola yang membutuhkan komitmen transparan dan akuntabel . Pertama, apakah mitra-mitra penyedia (catering) benar-benar akan terdistribusi melibatkan pelaku usaha mikro-kecil secara luas dan berkeadilan, banyak yang mewanti-wanti jangan sampai para pelaku mikro-kecil itu hanya digunakan sebagai formalitas atas nama perusahaannya saja namun dibalik itu ternyata ada kepentingan pemodal besar yang menjadi penyedia di balik layar, mengingat kemampuan pelaku umkm baik permodalan dan fasilitas yang terbatas, apalagi semuanya dengan sistem lelang penawaran (tender). Sistem lelang tender ini sebetulnya baik karena ada proses kompetisi untuk mengukur kualitas dan kemampuan kerja calon penyedia mitra penyedia, namun disisi lain ada juga celah kelemahannya dimana penyedia bisa saja hanya digunakan atas nama perusahaan nya namun dibalik layar digarap oleh pihak lain yang lebih punya kemampuan sumber daya peralatan dan modal keuangan. apalagi skema persyaratan untuk menjadi mitra tentu patut dipertimbangkan apakah bisa semuanya dipenuhi oleh pelaku usaha mikro, misalnya terkait jumlah uang deposit tentu tak mudah bagi pelaku usaha kelas mikro kecil. Kedua, skema prosedur proses pencairan uang yang mana tanpa uang muka ke pihak mitra ini juga tentu akan memberatkan bagi pelaku usaha mikro menalangi dulu kebutuhan menyediakan MBG, apalagi semua  memahami bahwa proses pencairan uang pembayaran untuk mitra berdasarkan kontrak tentu tak bisa segera karena persyaratan administrasi yang membutuhkan proses, sementara pihak pelaku usaha mikro kecil mesti membiayai kebutuhan belanja dan membayar bahan baku makanan ke pihak pemasok, upah tenaga kerja dan biaya operasional, apalagi umumnya pihak pengumpul atau pemasok pangan juga tak bersedia  jika dengan pembayaran tunda melebihi 1 atau 2 bulan, ini akan berpengaruh pada pelaku mitra yang mesti melaksanakan penyediaan MBG sesuai kontrak. Ketiga, skema persyaratan standar tiap dapur melayani untuk 3000 porsi MBG juga banyak mengundang kekhawatiran akan ketidakmampuan pelaku usaha mikro yang menjadi mitra  bisa memenuhi karena alasan permodalan. Ketiga faktor tersebut menjadi kendala untuk menjamin dan meyakinkan publik bahwa program MBG ini akan punya komitmen  keberpihakan dengan para pelaku usaha mikro calon mitra penyedia (cattering) agar berdampak luas dan berkeadilan. 

Prioritas Sasaran Pedesaan & Skema Tata Kelola

Menurut pandangan penulis, masih perlu pembahasan mendalam untuk sekaligus meng evaluasi strategi terkait regulasi tata kelola yang mendasari skema dan prosedur teknis program MBG oleh pihak BGN selaku pengelola untuk eksekusi program ini sebelum terlanjur terlalu jauh berpotensi merumitkan pelaksanaannya kelak, jangan sampai berpotensi membuat tujuan, dampak, dan target capaian (output dan outcome) program MBG ini sulit dicapai secara terukur, bahkan jangan sampai membuka celah penyalahgunaan karena semakin men-justifikasi argumen berbagai kalangan yang sejak awal dan saat ini menolak dan tak sependapat dengan program MBG ini, dengan kata lain, segala ikhtiar, tekad, niat baik dan mulia Presiden Prabowo memperjuangkan hadirnya program MBG ini jangan sampai dipandang dan dinilai kurang berdampak signifikan karena rendahnya tingkat perlibatan atau partisipasi dari berbagai elemen rakyat terutama di level terbawah yang menyebar di desa-desa seluruh penjuru negri, karena tingkat perlibatan dan partisipasi secara langsung menguatkan legitimasi kebijakan prioritas dan strategis yang menggunakan sumber keuangan negara (uang rakyat).
  
 BGN tentu menyadari sepenuhnya berhasil atau tidaknya Program MBG mencapai dampak (outcome) optimal yang ditargetkan  akan menguatkan legitimasi kebijakan program MBG dari publik luas, sebaliknya implementasi program MBG cukup rentan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan dan kepercayaan publik luas terhadap program prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
 
Penulis menyarankan BGN perlu melakukan evaluasi perencanaan lebih komprehensif, holistik dan inklusif program MBG terutama terkait sistem prosedur tata kelola, persyaratan teknis, skema atau model pengadaan barang dan jasa untuk penyedia jasa MBG dari pelaku mikro kecil,  skema  pengadaan ini akan langsung terkait dengan titik sebaran sasaran siswa sekolah penerima MBG, termasuk perlibatan dan partisipasi elemen masyarakat terhadap implementasi program mbg untuk menguatkan legitimasi kebijakan program mbg di seluruh indonesia.
  
Saat uji coba program MBG digulirkan di 26 provinsi ternyata sebagian besar sasaran titik sekolah-sekolah terletak di area perkotaan (kota-kota) sehingga memunculkan persepsi rasa kurang berkeadilan, mengapa ? karena tentu saja anak-anak siswa di pedesaan (kabupaten) apalagi yang berada di desa-desa sangat jauh dan terpelosok baik pesisir dan pedalaman jauh lebih membutuhkan hadirnya program MBG,  lebih tepat  implementasi MBG ini justru dimulai dari desa-desa di kabupaten-kabupaten (di jawa dan luar jawa) seluruh indonesia, tinggal direncanakan kuota per kabupaten ada berapa jumlah sasaran lalu disesuaikan dengan sekolah-sekolah (paud-tk-sd-smp-sma) dan di desa mana saja, ini bisa direncanakan dengan data dapodik nasional di kementrian pendidikan karena disitu tentu sudah lengkap detail sebaran sekolah dari paud-tk-sd-smp-sma ,jumlah siswa, lokasi sekolah, juga sudah ada titik koordinatnya, sehingga bisa dirancang melalui pendekatan geospasial, misalnya dari 75 ribu desa se-indonesia dengan anggaran yang ada saat ini bisa untuk berapa jumlah siswa penerima termasuk balita dan  ibu hamil, jadi dikalkulasi berapa desa untuk tahap pertama, bisa dilaksanakan di  berapa desa untuk tiap provinsi, tentu bisa koordinasikan dengan Kementrian Desa dan Kemendagri karena langsung berkaitan dengan para gubernur, bupati, walikota dan kepala desa. Jadi dapur MBG lebih tepat diimplementasikan untuk tiap desa, agar lebih bisa terkendali dan fokus dalam mengelola MBG, kalau di desa itu ada 2 atau 3 sekolah baik tk-sd-smp misalnya maka MBG lebih terjamin dikelola dengan aman dan distribusi MBG ke sekolah-sekolah pun tak khawatir kesulitan karena jarak antar sekolah dan dapur MBG di desa itu.

Lalu siapa pihak yang lebih tepat menjadi mitra penyedia jasa MBG secara swakelola di desa-desa, penulis menyarankan lembaga PKK desa dan Bumdes lebih tepat karena selain organisasinya sudah lebih siap, apalagi di dalam PKK desa pengurus dan anggotanya di dalamnya sudah terkolaborasi selain istri kades, perangkat desa, guru, bidan, perawat, kader-kader posyandu, kader lansia, tokoh penggerak perempuan di desa, karang taruna nya atau pemuda di desa. Bumdes bersama Koperasi Desa Merah Putih yang sekarang sedang gencar dilakukan proses pembentukan nya direncanakan menyebar hingga 70 an ribu desa di seluruh Indonesia tentu bisa diperankan untuk menyerap sumber bahan baku seperti beras, sayuran, telur, ayam, daging, ikan dan komoditi pangan lainnya untuk dikelola di Dapur PKK desa  distribusi pada tiap jadwal pelaksanaan MBG. maka skema persyaratan dan sistem mekanisme teknis nya tidak perlu sistem penawaran tender tapi cukup dengan skema swakelola dengan penunjukan langsung agar lebih efektif dan sederhana secara administratif, proses pencairan keuangannya ke rekening PKK Desa lebih cepat, pelaporan dan pengawasan juga efektif. 

Perlibatan & Partisipasi Elemen Rakyat

 Di Wilayah pedesaan sudah jadi kebiasaan tradisi dapur bersama kalau ada hajatan dan acara, jadi sekaligus menghidupkan tradisi budaya gotong royong dan suasana guyub dalam mengelola MBG dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan akan jauh lebih bermakna dan menimbulkan suasana batin kebahagiaan bagi semua warga. Selain itu dengan model sebaran pada tiap desa dan skema swakelola sekaligus menunjukkan bahwa program ini tidak melulu terkesan terlalu sentralistik namun sebaliknya bernafaskan desentralisasi karena membuka ruang dan kepercayaan kepada desa-desa dan para kepala daerah untuk bisa melibatkan secara aktif mengawal  implementasi program MBG di lapangan sehingga jauh akan lebih ternavigasi dan terkendali, apalagi para kepala daerah dan kades-kades tentu akan berupaya agar program MBG ini berjalan dengan baik dan sesuai rencana karena selain mensukseskan program unggulan presiden, juga dibutuhkan karena  akan mendongkrak pergerakan ekonomi terutama pelaku usaha mikro sektor pangan di desa-desa dan agregatnya akan berdampak ke pengurangan pengangguran dan kemiskinan di kabupaten,kota dan provinsi.
          
Semakin banyak dan luas perlibatan dan partisipasi semua elemen di desa menjadi faktor penting dan kunci keberhasilan agar  proses pelaksanaan program MBG bisa berjalan baik,tertib,transparan, akuntabel, berkeadilan dan membangun suasana batin yang membahagiakan semua rumah tangga. Kades dan perangkat desa juga bisa mengawal adminsitrasinya apalagi sekarang hampir semua desa sudah ada jaringan internet dan sudah berbasis digital dalam tata kelola pemerintahan desa. Dampak membuka peluang usaha baru bagi anak-anak muda dan ibu-ibu di desa-desa juga akan terbuka dari pemenuhan bahan baku yang dibutuhkan sehingga kelak bisa jadi peluang anak-anak muda atau ibu-ibu buka ayam petelur, ayam pedaging, budidaya ikan tawar, nanam sayur mayur. Kalau PKK desa sebagai pelaksana penyedia maka  kepala desa bisa gunakan anggaran ketahanan pangan yang 20 persen dari dana desa itu untuk mendukung inisiatif usaha mikro kecil sektor pangan. Pemerintah Daerah kabupaten dan pemprov juga akan lebih berupaya mengawal agar program ini terlaksana. Sistem kendali pengawasan pun bisa dijalankan oleh aparat TNI/Polri melalui peran babinsa dan babinkamtibmas di tiap desa untuk melaporkan foto dan informasi pada tiap kegiatan distribusi MBG ke sekolah dan memastikan berjalan lancar di lapangan.
 
Beberapa insiden di lapangan seperti keterlambatan distribusi hingga keracunan karena basi dan berbau termasuk mundurnya mitra-mitra penyedia MBG yang terjadi di beberapa daerah belakangan ini perlu menjadi perhatian seksama BGN untuk mulai mengevaluasi secara cermat. Bagaimana dengan standar gizi yang mesti terjamin ? sebenarnya di tiap kabupaten sudah ada tenaga-tenaga lulusan sekolah ahli gizi dan ada  organisasinya yaitu Persagi (persatuan ahli gizi indonesia), selain penempatan di dinas kesehatan provinsi dan kabupaten kota, ada juga yang ditempatkan di puskesmas-puskesmas, selain itu PKK desa, kader-kader kesehatan desa dan kader pemberdayaan desa seperti kader posyandu, kader lansia, kader KB, kader pendamping lokal desa, kader PKH,  termasuk guru-guru paud-tk-sd-smp-sma,  hampir tiap tahun sudah sering mendapatkan pengetahuan melalui penguatan dan pelatihan terkait makanan bergizi, meskipun bukan ahli profesional namun setidaknya standar makanan sehat bergizi, baik kebersihan dan keamanan makanan sudah paham dan punya pengalaman selama ini. jikapun perlu diperkuat lagi tinggal menjadi bagian dari agenda BGN untuk sekaligus saat jalankan proses persiapan dan monitoring.  jadi sebenarnya tenaga gizi dan kader kesehatan yang juga menjadi instrumen pemerintah dan  negara mesti dimanfaatkan dan diberikan peran bisa terlibat aktif.
 
Secara geografis, jangankan di luar pulau jawa, di jawa saja pun masih banyak desa-desa yang sulit akses dan terpelosok lokasinya di tiap kabupaten apalagi di semua provinsi luar jawa yang luas dan kondisi infrastruktur masih terbatas. kalaupun informasinya pihak BGN saat ini telah terlanjur mengeksekusi anggaran untuk pembelian peralatan dapur, tentu tidak jadi masalah untuk bisa didistribusikan peralatan tersebut ke desa-desa sasaran sesuai rancangan pemetaan sasaran hasil evaluasi secara komprehensif. Namun ada catatan khusus untuk di provinsi papua perlu perhatian untuk dikecualikan dengan skema di atas, karena kita pahami masih terjadi potensi ketidakstabilan situasi dan kondisi kamtibmas sehingga penulis menyarankan khusus di papua lebih terjamin dikelola langsung melalui TNI/Polri.
  
Khusus untuk program MBG bagi sasaran di Pondok Pesantren untuk para santri dan sekolah swasta berasrama bisa dibuat skema yang efektif dengan langsung dijalankan secara swakelola oleh pengurus Pondok Pesantren dan Sekolah-sekolah swasta dengan Asrama, karena selama ini juga telah memiliki dapur-dapur untuk memasak bagi makan para santri yang mondok begitu pula di asrama sekolah swasta, jadi tinggal diberdayakan yang sudah berjalan tentu dengan skema peningkatan kualitas sarana prasarana dapur dan standar gizi yang lebih baik, mengingat jumlah nya juga cukup besar menyebar baik di pulau jawa maupun luar jawa. Kemandirian pengelolaan dapur di pontren-pontren dan asrama siswa selama ini justru memperkuat  program MBG dapat terjamin untuk terimplementasikan dengan optimal.      

Sasaran & Skema MBG di Perkotaan

 Bilamana tahun depan jumlah sasaran penerima untuk keseluruhan siswa, balita, ibu hamil dan ibu menyusui di seluruh indonesia bisa dijalankan karena anggaran mencukupi , maka sebaran desa-desa dari yang paling terjauh lebih dulu lalu seterusnya akan sampai lebih dekat ke desa tiap ibu kota kecamatan di semua kabupaten, selanjutnya titik sasaran sebaran diimplementasikan  untuk sekolah-sekolah di daerah perkotaan (kota-kota), kalau titik sebaran di perkotaan barulah memungkinkan dilakukan dengan skema prosedur pengadaan melalui sistem penawaran tender dalam penunjukkan mitra-mitra penyedia MBG, karena secara geografis tak terlalu mengkhawatirkan  untuk distribusi nya dari resiko keterlambatan waktu berakibat makanan jadi basi yang membahayakan anak-anak siswa penerima MBG.  Selain itu kalau di kota-kota umumnya sudah banyak pelaku-pelaku usaha cattering makanan minuman yang telah berpengalaman selama ini dan sudah punya legalitas perijinan lengkap, namun skema persyaratan standar jumlah porsi untuk tiap Dapur MBG perlu ditinjau ulang untuk  direvisi agar tak jadi kendala, mungkin cukup 1000 – 1500 porsi tiap dapur MBG agar pelaku usaha mikro sebagai mitra mampu untuk melayani,  apalagi jumlah murid bisa saja bertambah di pertengahan semester (karena kepindahan atau alasan lain) juga jumlah ibu hamil dan anak balita bisa bertambah sehingga akan merumitkan karena konsekuensinya dibutuhkan lagi proses addendum dari kontrak pengadaan dengan mitra penyedia MBG.
 
Gagasan pemikiran untuk memulai implementasi MBG diprioritaskan sasaran lebih dulu  ke wilayah pedesaan (kabupaten-kabupaten) sesuai jumlah penerima manfaat tahun ini dengan skema swakelola yang dipercayakan pengelolaannya ke lembaga PKK desa bersama Bumdesa dan tahun depan baru diperluas sasaran untuk di wilayah perkotaan (kota-kota) dengan skema penawaran tender untuk mitra penyedia akan menjadi langkah solusi bijak, seimbang, memenuhi rasa keadilan dan mampu menavigasi keberhasilan dampak dan target pencapaian implementasi BGM.  

Sistem Informasi Data Berbasis GeoSpasial (GeoPortal MBG)

 Penulis menyarankan gagasan Sistem Informasi Data untuk pelaporan, monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan akan lebih  cepat, efektif dan efisien dengan sistem informasi data berbasis peta geospasial (by name, by addres,by coordinate, by picture-foto, dan informasinya) baik  sebaran sasaran di seluruh wilayah pedesaan dan perkotaan untuk sekolah-sekolah (paud-tk-sd-smp-sma), posyandu (balita,ibuhamil dan menyusui), poslansia, dapur MBG di pkk desa dan di dapur mitra pelaku usaha mikro,  kepala sekolah/guru, aparat desa, babinsa, babinkamtibmas dan semua pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melaporkan kegiatan di seluruh penjuru Nusantara. Presiden, Wapres,  Para Menko dan Menteri dan Lembaga terkait dengan program MBG, termasuk para kepala daerah (gubernur,bupati,walikota) bisa lebih efektif secara bersama-sama setiap waktu memantau perkembangan semua informasi dan data (melalui tv monitor peta sebaran geospasial) dari kegiatan BGM yang akan di-up date setiap hari pelaksanaan MBG di seluruh penjuru tanah air  (75 ribu desa, 416  Kabupaten, 98 Kota dan 38 Provinsi) dengan hadirkan GeoPortal MBG yang  efektif untuk pengiriman dan penerimaan laporan dan informasinya melalui foto dan informasi kegiatan dari sumber semua subyek dan obyek di lapangan dalam kegiatan MBG di seluruh indonesia. Dapat diilustrasikan semua informasi dan data akan lebih efektif terkonfirmasi,  jadi laporan langsung nyata dari sumbernya di lapangan, dengan  GeoPortal MBG seluruh informasi dan data terkait subyek dan obyek program MBG dapat ditemusatupadukan, sekaligus lebih menunjukkan  itikad baik dan komitmen untuk mengelola program MBG dengan transparan dan akuntabel, tingkat perlibatan partisipasi akan terlihat jelas dan lebih efektif mengukur dampak signifikan program MBG. Singkatnya, dengan sistem informasi data berbasis GeoSpasial (GeoPortal MBG) lebih menavigasi semua pihak agar adaptif dan fleksibel dan cepat dalam pengambilan keputusan strategis untuk mengantisipasi berbagai problem kendala di lapangan sehingga meminimalisir kesulitan dan memperkuat tingkat keberhasilan program MBG. 

Momentum Solidaritas & Empati Publik

Penulis memahami apa yang menjadi tekad, ikhtiar dan pikiran terdalam Presiden Prabowo menghadirkan program Makan Bergizi Gratis ini karena rasa tanggung jawab besar  untuk memperkuat SDM anak-anak generasi masa depan indonesia, dan itu justru lebih tertuju memprioritaskan untuk anak-anak yang kondisi akses nya sulit dan berada jauh di pelosok-pelosok kampung , dengan kondisi yang serba terbatas dan memprihatinkan baik infrastruktur jalan dan jarak cukup jauh pergi ke sekolah bahkan ada yang harus naik sepeda atau sampan motor air sehingga cukup menguras tenaga dan waktu untuk bisa pergi sekolah, belum lagi kenyataan angka prevalensi stunting dan kondisi kemiskinan sebagian besar ada di pedesaan, tentu lebih membutuhkan dan lebih mendesak jadi prioritas implementasi  MBG. Bila dimulai dari wilayah desa-desa optimis akan terbangun persepsi posistif dari publik luas karena terpanggil rasa keadilan  semua elemen bangsa sehingga akan perkuat dukungan  legitimasi kebijakan yang kokoh terhadap Program MBG, karena terbangun rasa empati, solidaritas  dan rasa tanggung jawab yang memanggil nurani kita semua untuk melayani kebutuhan generasi anak-anak kita di seluruh penjuru negri, sehingga pemahaman persepsi publik bukan seperti yang dikesankan (di framming) seolah program ini hadir semata karena ‘keinginan’ Presiden Prabowo namun jauh lebih substantis dan bermakna bahwa program MBG dihadirkan karena ‘kebutuhan’ rakyat banyak bagi peningkatan kualitas hidup tiap rumah tangga dan generasi anak-anak indonesia.

Menurut hemat penulis lembaga BGN yang diberikan kepercayaan sebagai pengelola masih cukup berpeluang waktu mengambil langkah cepat untuk meramu kembali (merevisi) rancangan prioritas sebaran sasaran , skema dan persyaratan teknis tata kelola MBG sebelum dieksekusi lebih meluas jumlah sasaran penerima, sembari berjalan proses penyisiran efisiensi belanja dan penambahan alokasi anggaran MBG, bukankah lebih bijak untuk memitigasi berbagai resiko kendala teknis dan tak membiarkan implementasi MBG memunculkan persepsi dan rasa ketidakadilan serta  membuka peluang partisipasi lebih luas dari berbagai elemen rakyat demi tercapainya tujuan dan dampak signifikan ketika MBG diimplementasikan di seluruh penjuru tanah air.
       
Gagasan pemikiran sederhana ini semata sebagai bentuk partisipasi dan berkontribusi memberikan alternatif sebagai solusi bijak (win-win solution) untuk memperkuat efektifitas dan legitimasi kebijakan program prioritas pemerintah demi peningkatan kualitas hidup generasi masa depan di republik tercinta ini. semoga bermanfaat.     

Penulis adalah Pendiri Instim Kalbar (kajian kewilayahan & pemberdayaan desa) dan Penasehat Senior JARI Boneo Barat, tinggal di Pontianak.   

Kamis, 24 April 2025

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo: Dari Makanan Basi hingga Anak-anak Keracunan, Apakah Waktunya Evaluasi Serius?

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo Dari Makanan Basi hingga Anak-anak Keracunan, Apakah Waktunya Evaluasi Serius
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo Dari Makanan Basi hingga Anak-anak Keracunan, Apakah Waktunya Evaluasi Serius. (GAMBAR ILUSTRASI)

JAKARTA - Belakangan ini, Program Makan Bergizi Gratis yang digagas oleh Prabowo Subianto ramai jadi bahan perbincangan di media sosial. Banyak netizen yang mengkritik program ini, bahkan menyebutnya sebagai bentuk pemborosan anggaran. Nggak sedikit juga yang merasa bahwa seharusnya pemerintah lebih fokus pada program sekolah gratis atau penyediaan peralatan sekolah bagi anak-anak kurang mampu.

Tapi, benarkah program ini gagal? Atau justru banyak yang belum paham tujuan sebenarnya dari program ini?

Tujuan Utama Program Makan Bergizi Gratis

Pertama-tama, kita perlu ngerti dulu, apa sih sebenarnya tujuan dari Program Makan Bergizi Gratis ini?

Program ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak-anak Indonesia, terutama yang masih duduk di bangku sekolah, mendapatkan asupan gizi yang cukup setiap harinya. Kenapa penting? Karena banyak anak-anak yang ke sekolah dalam kondisi perut kosong. Akibatnya, mereka sulit konsentrasi, gampang sakit, dan akhirnya prestasi akademiknya jadi turun.

Dengan adanya makanan bergizi setiap hari di sekolah, diharapkan anak-anak bisa lebih semangat belajar, tumbuh kembangnya optimal, dan akhirnya menciptakan generasi muda yang sehat, pintar, dan kuat.

Kenapa Banyak yang Protes?

Meski niatnya baik, ternyata program ini juga nggak lepas dari kritikan. Beberapa alasan yang sering dilontarkan netizen antara lain:

  1. Anggaran yang Besar: Program ini memang butuh dana yang nggak sedikit. Banyak yang khawatir dana triliunan rupiah ini malah nggak tepat sasaran atau berujung pada korupsi.

  2. Masalah Prioritas: Di beberapa daerah, masih banyak anak-anak yang putus sekolah karena nggak mampu bayar SPP, beli seragam, atau buku pelajaran. Bagi sebagian masyarakat, program sekolah gratis atau bantuan pendidikan terasa lebih urgent dibanding makan siang gratis.

  3. Logistik dan Pengawasan: Distribusi makanan sehat ke seluruh sekolah di Indonesia jelas bukan perkara mudah. Tantangannya besar, mulai dari kualitas makanan, kebersihan, hingga pengawasan pelaksanaannya.

Jadi, Gagal atau Belum Matang?

Kalau dibilang gagal, mungkin masih terlalu dini. Program Makan Bergizi Gratis ini sebenarnya belum sepenuhnya berjalan di seluruh Indonesia. Banyak tahapan yang masih dalam proses perencanaan dan uji coba.

Yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana program ini bisa disempurnakan. Misalnya:

  • Pelibatan UMKM lokal atau petani sebagai penyedia bahan makanan agar sekaligus menggerakkan ekonomi.

  • Sistem pengawasan transparan yang melibatkan masyarakat, sekolah, dan pihak ketiga agar program tetap bersih dari korupsi.

  • Integrasi dengan program pendidikan lain seperti bantuan perlengkapan sekolah, beasiswa, atau perbaikan fasilitas belajar.

Pentingnya Kolaborasi dan Evaluasi

Nggak ada program pemerintah yang sempurna di awal. Tapi yang penting adalah niat untuk memperbaiki dan mendengarkan suara rakyat. Kalau banyak kritik dari netizen, itu tandanya masyarakat peduli dan ingin yang terbaik.

Tugas pemerintah selanjutnya adalah membuka ruang dialog, melakukan evaluasi terbuka, dan memastikan bahwa Program Makan Bergizi Gratis ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh anak-anak Indonesia.

Dan untuk kita sebagai masyarakat, alangkah baiknya jika kita ikut mengawasi dan memberi masukan secara konstruktif, bukan cuma nyinyir di medsos.

Program Makan Bergizi Gratis Prabowo bukan program yang buruk, tapi juga bukan tanpa kekurangan. Yang dibutuhkan saat ini adalah kerja sama, keterbukaan, dan pengawasan yang kuat agar program ini benar-benar jadi solusi, bukan masalah baru.

Jadi, apakah program ini gagal? Belum tentu. Tapi tanpa perbaikan dan keterlibatan semua pihak, potensi kegagalan itu bisa saja terjadi.

Rentetan Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis: Waktunya Evaluasi Serius!

Siswa menunjukkan menu ayam yang berbau dan hitam dalam penyajian paket Makan Bergizi Gratis di Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/4/2025). Belasan siswa keracunan. (GAMBAR: KOMPAS.ID)
Siswa menunjukkan menu ayam yang berbau dan hitam dalam penyajian paket Makan Bergizi Gratis di Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/4/2025). Belasan siswa keracunan. (GAMBAR: KOMPAS.ID)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah dasar di Indonesia kini kembali jadi sorotan.

Alih-alih membawa manfaat, program ini justru memunculkan kekhawatiran setelah berulang kali menimbulkan kasus keracunan makanan di berbagai daerah. Terbaru, kejadian keracunan dialami oleh belasan siswa SD di Bombana, Sulawesi Tenggara. Apa yang sebenarnya terjadi?

Ayam Tepung Basi Picu Kepanikan di SDN 33 Kasipute

Pada Rabu, 23 April 2025, suasana di SDN 33 Kasipute mendadak berubah tegang. Belasan siswa yang baru saja menyantap menu ayam goreng tepung dari program MBG mendadak mengalami gejala keracunan seperti muntah-muntah, pusing, dan sakit perut. Menurut Kepala Sekolah, Santi Jamal, total ada 13 siswa yang terdampak.

“Sebagian besar siswa sudah mulai membaik, hanya satu yang masih butuh istirahat. Kami langsung melarang siswa lain untuk melanjutkan makan setelah melihat ada yang muntah dan mencium bau tidak sedap dari makanan,” ujarnya.

Yang lebih mengejutkan, ayam yang disajikan untuk siswa kelas 1 sampai 3 ternyata sudah mengeluarkan bau tak sedap dan warnanya menghitam. Dalam video yang beredar, terlihat beberapa siswa langsung memuntahkan makanan dan tampak ketakutan, bahkan menangis karena panik.

Orang Tua Khawatir, Sekolah Lebih Waspada

Insiden ini langsung membuat para orang tua dan wali murid panik. Banyak yang khawatir dengan keselamatan anak-anak mereka di sekolah. Pihak sekolah pun memutuskan untuk melakukan pengecekan menyeluruh terhadap makanan sebelum disajikan, dan untuk sementara menunda distribusi makanan program MBG hingga ada kejelasan.

“Sepertinya hari ini belum ada pembagian makanan lagi. Masih menunggu koordinasi lebih lanjut,” tambah Santi.

Dinas Kesehatan Turun Tangan, SPPG Jadi Sorotan

Tampak ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, Senin (21/4/2025) malam. Di tempat ini menjadi lokasi puluhan siswa dirawat karena mengalami gejala keracunan diduga setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG). Jumlah korban di rumah sakit mencapai 52 orang. (SUMBER: KOMPAS.ID)
Tampak ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, Senin (21/4/2025) malam. Di tempat ini menjadi lokasi puluhan siswa dirawat karena mengalami gejala keracunan diduga setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG). Jumlah korban di rumah sakit mencapai 52 orang. (SUMBER: KOMPAS.ID)

Darwin, Kepala Dinas Kesehatan Bombana, mengonfirmasi bahwa insiden ini hanya terjadi di satu dari tiga sekolah yang menerima program MBG pada hari itu. Makanan tersebut disalurkan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kasipute untuk total 1.043 penerima.

“Kami langsung turunkan tim untuk investigasi. Sampel makanan sudah kami ambil dan akan diuji di laboratorium. Dugaan awalnya karena ayam yang disajikan sudah dalam kondisi tidak layak konsumsi,” jelas Darwin.

Ia menekankan pentingnya evaluasi total terhadap sistem kerja SPPG. Dinas kesehatan sendiri, kata Darwin, tidak terlibat dalam penyusunan menu atau proses distribusi makanan MBG, sehingga evaluasi mendalam harus dilakukan oleh pihak terkait agar kejadian serupa tidak terulang.

Data Mengerikan: Sudah Empat Kasus Sejak Januari

Insiden di Bombana ini bukan yang pertama. Berdasarkan catatan sejak program MBG diluncurkan pada 6 Januari 2025, sudah ada empat kejadian keracunan yang tercatat:

  1. Sukoharjo, Jawa Tengah (16 Januari): 40 siswa keracunan setelah makan dari program MBG.

  2. Empat Lawang, Sumatera Selatan (18 Februari): Delapan siswa mengalami gejala keracunan.

  3. Batang, Jawa Tengah (14 April): 60 siswa mengalami pusing, mual, muntah, dan diare.

  4. Cianjur, Jawa Barat (21 April): 78 siswa dari dua sekolah dilaporkan keracunan, sebagian masih dirawat.

Total, ratusan siswa sudah menjadi korban sejak program ini bergulir, membuat masyarakat bertanya-tanya: apakah program ini benar-benar aman?

Peringatan dari Ahli: Masalah di Proses Produksi Massal

Ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada, Toto Sudargo, menyebut bahwa 60-70% kasus keracunan makanan di Indonesia berasal dari pengolahan makanan rumahan dalam skala besar, termasuk katering untuk acara atau program seperti MBG.

Menurutnya, banyak penyelenggara makanan massal tidak mematuhi prosedur keamanan pangan secara ketat. Mulai dari pemilihan bahan mentah, proses pengolahan, penyimpanan, hingga pengemasan dan distribusi bisa menjadi sumber masalah jika tidak dikelola dengan baik.

“Setiap tahapan pengolahan makanan punya risiko sendiri. Kalau tidak diawasi secara ketat, dampaknya bisa membahayakan kesehatan banyak orang,” tegas Toto.

Program Makan Bergizi Gratis adalah inisiatif yang punya niat baik: memberi nutrisi layak untuk anak-anak Indonesia. Tapi jika implementasinya justru menimbulkan risiko kesehatan, maka sudah saatnya program ini direvisi secara menyeluruh.

Evaluasi terhadap SPPG, prosedur distribusi, hingga sistem pengawasan harus dilakukan dengan serius. Tidak cukup hanya minta maaf atau sekadar “koordinasi”. Kejadian demi kejadian ini adalah sinyal bahwa ada yang salah secara sistemik, bukan sekadar kesalahan teknis semata.

Memberikan makanan bergizi kepada anak-anak bukan hanya soal memberi makan. Ini soal tanggung jawab, kualitas, dan keamanan. Harapan masyarakat pada program MBG sangat besar, tapi jika terus dibiarkan tanpa perbaikan, kepercayaan itu akan hilang, dan anak-anak kita justru menjadi korban.

Semoga kasus ini jadi pelajaran penting, dan semua pihak bisa bergerak cepat untuk memperbaiki sistem. Karena anak-anak Indonesia layak mendapatkan yang terbaik bukan makanan basi.

Waspada! Sejumlah Murid TK di Batang Muntah Usai Makan Program MBG, Dinkes Turun Tangan

Waspada! Sejumlah Murid TK di Batang Muntah Usai Makan Program MBG, Dinkes Turun Tangan
Waspada! Sejumlah Murid TK di Batang Muntah Usai Makan Program MBG, Dinkes Turun Tangan. (Gambar ilustrasi)

Sebuah kejadian mengejutkan pada hari Senin yang sudah berlalu (14/4/2025) terjadi di salah satu taman kanak-kanak (TK) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Beberapa murid dilaporkan mengalami mual, muntah, hingga pusing setelah menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan pagi tadi. Kini, Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat sedang menyelidiki penyebabnya.

Peristiwa ini pertama kali mencuat ke publik setelah akun Instagram @batanghelp mengunggah keluhan dari para orang tua murid. Salah satunya menyebutkan bahwa tiga murid dari TK Al Karomah muntah tak lama setelah menyantap menu MBG yang terdiri dari mi goreng, telur dadar, dan sayuran.

Anak-anak Mengeluh Mual dan Pusing Setelah Makan

Adi Pras, salah satu orang tua murid, menceritakan bahwa anaknya tiba-tiba merasa pusing dan muntah usai makan. Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 09.30 WIB, saat sebagian besar anak sudah menyelesaikan sarapan mereka di sekolah.

"Pas saya jemput, anak saya cerita kalau habis makan langsung muntah. Dia juga bilang kepalanya pusing. Dari kelas anak saya, ada tiga yang mengalami hal yang sama," tutur Adi kepada wartawan.

Adi mengungkapkan rasa kecewanya terhadap pihak sekolah yang tidak mengecek lebih dulu kualitas makanan sebelum diberikan ke murid-murid. Ia merasa bahwa seharusnya guru juga mencoba makanan tersebut untuk memastikan aman dikonsumsi.

"Kalau makanan layak, ya nggak masalah. Tapi ini malah bikin anak trauma, sekarang jadi nggak mau makan lagi di sekolah," keluhnya.

Banyak Orang Tua Khawatir, Trauma dan Takut Anak Keracunan

Hal serupa juga disampaikan Ema, orang tua murid lain dari TK yang sama. Anaknya pulang sekolah dalam kondisi lemas dan pucat. Ia mengeluhkan sakit perut, mual, bahkan sempat muntah beberapa kali saat di kelas.

"Anak saya langsung tidur pas sampai rumah, masih merasa mual dan perutnya hangat. Biasanya kalau sakit minta makan, ini malah nggak mau makan sama sekali," kata Ema.

Menurut Ema, beberapa anak lain di kelas juga mengalami gejala serupa. Bahkan ada yang menyebutkan kalau makanannya terasa basi.

"Katanya sih banyak yang muntah, dan banyak yang bilang mi-nya bau. Saya jadi takut anak saya keracunan. Kalau sampai besok belum sembuh, saya bawa ke klinik atau rumah sakit," tambahnya.

Ema juga sudah menghubungi pihak sekolah dan meminta agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

Tanggapan Pihak MBG dan Langkah Dinkes

Hasan Al Sidiq, Koordinator Lapangan MBG Kecamatan Batang, mengatakan bahwa ia belum menerima komplain langsung dari pihak sekolah terkait insiden tersebut. Ia justru baru mengetahui dari media sosial.

“Kami langsung cari info terkait anak-anak yang mual-mual itu. Dari Dinas Kesehatan juga sudah turun untuk ambil sampel makanan buat diperiksa,” jelas Hasan.

Ia menambahkan bahwa bisa saja anak-anak tidak cocok dengan menu yang diberikan. Misalnya, aroma mi goreng dengan bawang goreng yang mungkin tidak disukai sebagian anak.

“Kami akan evaluasi. Ke depan, mi tidak akan digunakan sebagai pengganti karbohidrat lagi. Pernah juga ada anak yang nggak suka bau pisang, jadi sekarang pisang dibungkus plastik dulu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, Didiet Wisnuhardanto, menyatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki kasus ini.

"Masih dalam tahap penelitian," katanya singkat saat dikonfirmasi lewat pesan singkat.

Edukasi dan Pengawasan Jadi Kunci

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa program makan bergizi di sekolah harus diawasi secara ketat. Niat baik pemerintah menyediakan makanan sehat dan gratis tentu patut diapresiasi, tapi kontrol kualitas dan kebersihan tetap harus jadi prioritas utama.

Bagi para orang tua, kejadian ini juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Tak sedikit yang kini merasa ragu untuk membiarkan anak mereka ikut program MBG, padahal seharusnya ini jadi langkah bagus untuk membantu tumbuh kembang anak-anak di usia emas.

Penting bagi semua pihak, baik sekolah, penyedia makanan, hingga pemerintah, untuk duduk bersama dan mencari solusi terbaik agar kejadian seperti ini tidak terulang. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa, dan kesehatan mereka harus jadi prioritas utama.

SUMBER REFENSI:

https://www.kompas.id/artikel/keracunan-mbg-berulang-puluhan-siswa-sd-di-bombana-muntah-muntah

https://www.detik.com/jateng/berita/d-7868911/viral-murid-tk-di-batang-muntah-usai-santap-mbg-dinkes-selidiki

Penulis: Yakop

Senin, 17 Februari 2025

Kubu Raya Mulai Program Makan Bergizi Gratis, Tahap Awal Sasar 5.279 Siswa

Kubu Raya Mulai Program Makan Bergizi Gratis, Tahap Awal Sasar 5.279 Siswa
Kubu Raya Mulai Program Makan Bergizi Gratis, Tahap Awal Sasar 5.279 Siswa.
KUBU RAYA – Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mulai melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG) di 15 sekolah negeri dan swasta di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Kakap, Senin (17/2/2025). Pelaksanaan makan bergizi ditinjau langsung Pj Bupati Kubu Raya Syarif Kamaruzaman. Bersama perwakilan BPKP dan unsur pimpinan TNI/Polri, Syarif Kamaruzaman menyaksikan MBG di SD Negeri 64 dan SMP Negeri 07 Kecamatan Sungai Raya. 

“Hari ini Pemerintah Kabupaten Kubu Raya mulai melaksanakan program nasional yaitu memberikan makanan bergizi kepada para siswa. Ini dilakukan di SD dan SMP di Kubu Raya dan Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Pemerintah kabupaten bekerja sama dengan empat dapur mandiri yang menjadi mitra dari Badan Gizi Nasional,” kata Kamaruzaman usai peninjauan.

Kamaruzaman menerangkan MBG dimulai di dua kecamatan dan terus ditindaklanjuti secara kontinu. Ia berharap nantinya MBG di Kubu Raya bisa berjalan optimal sesuai target nasional.
 
“Sasaran program MBG hari ini sebanyak 5.279 siswa pada 15 sekolah negeri maupun swasta di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Kakap dengan rincian total sasaran di Sungai Raya sebanyak 4.278 siswa dan di Sungai Kakap 1.001 siswa,” terangnya.

Kamaruzaman memastikan proses pemberian MBG di Kubu Raya berjalan sesuai standar yang ditetapkan Badan Gizi Nasional. Dirinya berkomitmen untuk menyukseskan program nasional tersebut. 

“Ini program nasional yang harus kita sukseskan di Kubu Raya,” tegasnya.

Kamaruzaman menjelaskan MBG akan berlanjut setiap harinya. Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk ikut menyukseskan program MBG di Kubu Raya. Dirinya mengaku gembira karena pelaksanaan perdana MBG berjalan lancar.

“Hasil peninjauan peluncuran MBG hari ini tidak ada kendala. Semua sudah dikemas dan terdistribusi dengan baik,” ucapnya. 

“Alhamdulillah ini juga didampingi oleh Kepala BPKP Provinsi dan jajaran serta sejumlah perwakilan instansi terkait termasuk TNI/Polri, sehingga kita juga mengawal. Semoga proses pemberian makan bergizi gratis bagi anak sekolah ini bisa berjalan lancar dan bisa memberikan manfaat sesuai dengan harapan dari program nasionalnya,” tambahnya. 

Kamaruzaman menyatakan program nasional makan bergizi sangat penting. Melalui program ini, diharapkan anak-anak penerima manfaat dapat tercukupi kebutuhan gizi hariannya. 

“Sehingga mereka menjadi anak yang sehat dan produktif, bersemangat, dan gemar belajar untuk meraih cita-citanya demi Indonesia Emas tahun 2045,” pungkasnya. (Ridwan)