Berita Borneotribun.com: Pertumbuhan Ekonomi Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Pertumbuhan Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertumbuhan Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Agustus 2025

Investasi Melambat, Belanja Negara Turut Terkontraksi di Kuartal II-2025

Grafik pertumbuhan investasi dan belanja negara Indonesia kuartal II-2025
Grafik pertumbuhan investasi dan belanja negara Indonesia kuartal II-2025. (Gambar ilustrasi)

JAKARTA - Pertumbuhan investasi Indonesia tercatat melambat pada kuartal II-2025. Kementerian Investasi/BKPM mengumumkan bahwa realisasi investasi sepanjang April hingga Juni 2025 mencapai Rp 477,7 triliun, tumbuh 11,5% secara tahunan (yoy). Meski masih tumbuh, laju pertumbuhannya jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sempat tembus 22,5%.

Data ini dirilis oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Realisasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 231,2 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 246,5 triliun. Namun, perlu dicatat bahwa data ini tidak mencakup investasi di sektor migas dan keuangan yang biasanya juga mempengaruhi pergerakan angka nasional secara keseluruhan.

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Nurul Ichwan menjelaskan, perlambatan pertumbuhan investasi ini perlu jadi perhatian karena investasi diharapkan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. "Momentum pertumbuhan masih ada, tapi perlambatannya menunjukkan kita harus kerja ekstra untuk dorong hilirisasi dan efisiensi birokrasi," katanya dalam konferensi pers daring, Senin (4/8/2025).

Di sisi lain, belanja negara yang selama ini menjadi pendorong pertumbuhan juga tercatat mengalami kontraksi. Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja negara kuartal II-2025 hanya Rp 785,7 triliun, turun tipis 0,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal pada kuartal II-2024, belanja negara tumbuh cukup signifikan hingga 6,7%.

Kondisi ini dikhawatirkan bisa menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2025. Dengan konsumsi rumah tangga yang juga melambat dan ekspor belum pulih sepenuhnya, perlambatan di sektor investasi dan belanja negara membuat tantangan pemulihan ekonomi makin berat. Pemerintah kini didorong untuk mempercepat pencairan anggaran, menyederhanakan izin investasi, dan memperkuat koordinasi antar lembaga.

PMI Manufaktur Indonesia Terus Kontraksi Selama Kuartal II-2025, Ekonomi Nasional Tertekan

Grafik tren PMI Manufaktur Indonesia April hingga Juli 2025 menunjukkan penurunan berturut-turut ke bawah level 50
Grafik tren PMI Manufaktur Indonesia April hingga Juli 2025 menunjukkan penurunan berturut-turut ke bawah level 50. (Gambar ilustrasi)

Jakarta – Aktivitas manufaktur Indonesia terus menunjukkan pelemahan. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di zona kontraksi selama empat bulan berturut-turut, yakni April hingga Juli 2025. 

Sepanjang kuartal II-2025, angka PMI tidak pernah menembus level 50, menandakan aktivitas manufaktur nasional mengalami penurunan akibat lesunya permintaan baru dari konsumen.

PMI pada April tercatat 46,7, naik tipis menjadi 47,4 pada Mei, namun kembali turun ke 46,9 di Juni. 

Kondisi ini menegaskan bahwa sektor manufaktur belum pulih sepenuhnya dari tekanan permintaan yang lemah. 

Turunnya pesanan baru menjadi indikator utama penyebab kontraksi ini, yang juga mencerminkan perlambatan konsumsi masyarakat secara umum.

“Sektor manufaktur memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kontraksi yang berlarut-larut tentu berpengaruh terhadap kinerja PDB,” ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede. 

Menurutnya, dampak ini bisa menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pemerintah pada 2025.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat sektor industri pengolahan sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

Jika sektor ini melemah, otomatis akan menekan output nasional sekaligus berimbas pada pendapatan tenaga kerja. 

Imbas lanjutan adalah menurunnya daya beli dan konsumsi rumah tangga komponen terbesar dalam struktur PDB Indonesia.

Pemerintah diharapkan segera mendorong stimulus fiskal dan memperkuat permintaan domestik untuk memulihkan sektor manufaktur. 

Jika tidak, risiko pelemahan ekonomi bisa berlanjut hingga kuartal III. Seiring berjalannya waktu, pelaku usaha juga berharap ada peningkatan permintaan menjelang akhir tahun agar tren PMI bisa kembali ke zona ekspansi.

Konsumsi Masih Lemah, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 Tertahan

Grafik pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia kuartal II-2025
Grafik pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia kuartal II-2025. (Gambar ilustrasi)

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 kembali dibayangi tekanan akibat melambatnya konsumsi rumah tangga, yang selama ini menyumbang sekitar 53-56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. 

Data sementara menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat masih belum pulih sepenuhnya, berdampak langsung terhadap laju ekonomi nasional yang belum bisa menembus angka pertumbuhan di atas 5%.

Sejumlah indikator menunjukkan lesunya daya beli masyarakat. Pertama, tren pertumbuhan kredit konsumsi tercatat mengalami perlambatan dalam beberapa bulan terakhir. 

Kedua, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia masih stagnan di level rendah, menandakan kehati-hatian masyarakat dalam membelanjakan uangnya. 

Tak hanya itu, aktivitas manufaktur dalam negeri juga mengalami kontraksi, ditandai oleh Purchasing Managers' Index (PMI) yang turun di bawah ambang batas ekspansi. 

Penjualan kendaraan bermotor pun dilaporkan menurun, memperkuat sinyal bahwa konsumsi belum sepenuhnya pulih.

"Lesunya konsumsi masyarakat masih menjadi tantangan utama pemulihan ekonomi domestik. Kinerja sektor-sektor yang mengandalkan permintaan lokal pun ikut terdampak," ujar Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, dalam keterangan tertulis yang diterima Senin (4/8/2025). 

Ia menambahkan bahwa kepercayaan konsumen yang belum membaik juga bisa dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap kondisi global dan inflasi dalam negeri.

Pemerintah pun disebut terus memantau situasi ini, terutama menjelang rilis resmi data pertumbuhan ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS). 

Jika konsumsi tidak membaik dalam kuartal berikutnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 yang dipatok 5,2% bisa terancam meleset. 

Dalam jangka pendek, pelaku usaha pun diminta menyesuaikan strategi agar tetap bertahan di tengah tekanan permintaan domestik yang melemah.

Ekonomi RI Diprediksi Melemah, Sri Mulyani Tetap Optimis Tumbuh 5 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan paparan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025. (Gambar ilustrasi)

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 diperkirakan melambat. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan angka pertumbuhan hanya akan mencapai 4,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah yang optimis bisa mendekati 5%. 

Proyeksi ini diumumkan saat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan hasil Rapat KSSK Triwulan II pada Senin (28/7/2025) di Jakarta.

Sri Mulyani yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyampaikan bahwa meski ada tekanan dari sisi global dan konsumsi yang melambat, ekonomi Indonesia masih bertahan berkat dorongan konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, serta ketahanan dunia usaha. 

Menurutnya, APBN tetap memainkan peran penting sebagai penyangga melalui kebijakan countercyclical yang digulirkan sejak awal tahun.

“Dorongan program-program strategis pemerintah yang mulai berjalan juga dukungan sektor-sektor prioritas memberikan kontribusi terhadap bertahannya pertumbuhan ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers usai rapat KSSK.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah akan terus memperkuat peran swasta sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi. 

Salah satu caranya adalah dengan mempercepat proses deregulasi serta mendorong pemanfaatan Dana Nasional Terpadu (Danantara) secara optimal. 

“Strategi yang kami lakukan bertujuan untuk menciptakan efek ganda (multiplier effect) agar pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap berada di kisaran 5%,” tegasnya.

Jika realisasi pertumbuhan hanya menyentuh angka 4,78%, maka kondisi ekonomi saat ini menjadi yang paling lemah sejak kuartal III-2021, masa di mana Indonesia terdampak parah oleh gelombang Delta COVID-19. 

Hal ini menunjukkan bahwa perlambatan ekonomi saat ini tidak bisa dianggap enteng dan memerlukan sinergi lebih erat antara sektor publik dan swasta.

Sumber: CNBC Indonesia