Berita Borneotribun.com: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Agustus 2025

Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II 2025 Diprediksi Melambat ke Bawah 5%

Grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 kuartal I dan II
Grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 kuartal I dan II. (Gambar ilustrasi)

JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mengalami perlambatan pada kuartal II 2025 dan diproyeksikan berada di bawah 5% secara tahunan (year-on-year/yoy). 

Prediksi ini muncul menjelang rilis resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dijadwalkan pada Selasa, 5 Agustus 2025. 

Pelemahan konsumsi rumah tangga disebut-sebut menjadi penyebab utama melambatnya laju pertumbuhan.

Dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia terhadap 13 institusi keuangan dan riset, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 diperkirakan hanya mencapai 4,78% (yoy). 

Jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq), ekonomi nasional diprediksi tumbuh 3,69%. 

Ini menunjukkan tren melambat dibanding kuartal I 2025 yang tercatat tumbuh 4,87% (yoy), namun justru terkontraksi 0,98% (qtq).

"Tekanan terbesar datang dari sisi konsumsi domestik yang belum sepenuhnya pulih, terutama dari kelompok menengah ke bawah," ungkap Ekonom Bank Mandiri, Andri Rachman, Senin (4/8/2025). 

Ia menambahkan, pertumbuhan belanja masyarakat cenderung stagnan meski sudah memasuki semester kedua tahun ini.

Faktor lain yang turut memengaruhi adalah masih lemahnya penyerapan anggaran pemerintah serta ekspor yang belum maksimal karena perlambatan ekonomi global. 

Sementara itu, investasi swasta juga dinilai belum terlalu agresif akibat kondisi ketidakpastian politik menjelang pelantikan presiden baru.

Jika prediksi pasar ini terbukti benar saat data resmi dirilis, maka ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan di bawah 5% selama dua kuartal berturut-turut. 

Kondisi ini dapat menjadi sinyal perlunya dorongan tambahan dari pemerintah, baik lewat stimulus fiskal maupun insentif untuk mendorong daya beli masyarakat.