Guru Besar ITB tekankan urgensi penerapan prinsip farmasi hijau | Borneotribun

Sabtu, 24 Mei 2025

Guru Besar ITB tekankan urgensi penerapan prinsip farmasi hijau

Guru Besar ITB tekankan urgensi penerapan prinsip farmasi hijau
Guru Besar ITB tekankan urgensi penerapan prinsip farmasi hijau. (ANTARA)
Jakarta - Guru besar dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof.Dr. apt. Ilma Nugrahani, S.Farm., M.Si. menekankan urgensi penerapan prinsip farmasi hijau dalam orasi ilmiahnya yang bertajuk "PHARMACIA IN HARMONIA PROGRESSIO: Menuju Farmasi Hijau."

Dalam wawancara secara daring dengan ANTARA pada Sabtu, Ilma menjelaskan bahwa prinsip farmasi hijau mencakup upaya meminimalkan dampak negatif kegiatan pengembangan dan produksi obat-obatan terhadap lingkungan.

"Buangan farmasi itu sejatinya itu banyak sekali, dan itu dampaknya sangat merusak," kata Ilma.

"Oleh karena itu, saya mencoba mengingatkan dalam berbagai pengabdian dharma di perguruan tinggi yang saya lakukan, kemudian dari riset-riset saya, dan pengabdian kepada masyarakat, saya mendukung hal-hal yang mengarahkan supaya masyarakat aware terhadap farmasi hijau," katanya.

Perempuan yang telah menghasilkan lebih dari 100 manuskrip itu mengatakan bahwa pada dasarnya industri farmasi mengembangkan dan membuat obat-obatan untuk merawat kesehatan dan mengatasi masalah kesehatan.

Namun, dampak negatif seperti pencemaran lingkungan dapat terjadi selama proses pengolahan maupun pengelolaan bahan-bahan farmasi.

Kalau tidak ditangani secara tepat, cemaran dari proses pengembangan dan produksi obat dapat menimbulkan masalah baru, seperti resistensi mikroba di perairan yang tercemar antibiotik.

"Ketika bakteri itu resisten dan berada di alam, artinya bakterinya bertambah kuat, dan saat menginfeksi tubuh manusia dia tidak bisa ditangani dengan antibiotik yang ada dan akhirnya manusia tidak akan sembuh karena bakteri sudah semakin kuat," kata Ilma.

Penerapan prinsip farmasi hijau ditujukan untuk meminimalkan kemungkinan munculnya masalah-masalah semacam itu.

Ilma mengatakan bahwa penting bagi industri, lembaga pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat untuk menerapkan prinsip farmasi hijau.

Pelaku industri farmasi bisa menerapkan pendekatan Reduce, Reuse, and Recyle untuk meminimalkan timbulan limbah.

Industri dapat mengurangi penggunaan bahan kimia, menggunakan kembali bahan-bahan yang memungkinkan untuk digunakan ulang, serta mengolah limbah untuk meminimalkan risiko pencemaran lingkungan.

Selain itu, penting pula untuk menggunakan sumber energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan dalam upaya pengembangan dan produksi obat-obatan.

Lembaga pendidikan, Ilma menjelaskan, bisa memperkenalkan prinsip farmasi hijau kepada civitas academica sebagaimana yang telah diterapkan di Sekolah Farmasi Kelompok Keahlian Farmakokimia ITB.

Prinsip farmasi hijau bisa dikenalkan melalui pengajaran mata kuliah Farmasi Lingkungan, Analisis Keamanan Pangan, Analisis Instrumen Padatan, serta Pengembangan Produk dan Analisis Halal.

"Jadi, mata kuliah-mata kuliah yang bisa disampaikan membuat mahasiswa nantinya jadi lebih aware terhadap lingkungan," kata Ilma.

Ilma menyampaikan bahwa prinsip farmasi hijau dapat diterapkan dengan dukungan regulasi mengenai pengelolaan limbah dari industri farmasi.

Menurut dia, pemerintah juga dapat membuat dan menguatkan standar tentang kesehatan lingkungan untuk mendukung praktik berkelanjutan dalam kegiatan industri farmasi.

Ilma mengemukakan bahwa masyarakat umum perlu pula memahami prinsip farmasi hijau, karena pada akhirnya mereka yang akan menggunakan produk-produk industri farmasi.

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah melaksanakan gerakan DAGUSIBU untuk menekan limbah obat-obatan.

DAGUSIBU merupakan singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang. Gerakan ini ditujukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai praktik untuk mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat secara cara yang tepat dan aman.

Kalau pihak-pihak terkait berkolaborasi dan menjalankan perannya dengan baik, Ilma yakin penerapan prinsip farmasi hijau bisa mendatangkan banyak manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.

"Kebanyakan orang berpikir, era teknologi itu pasti harus menggunakan alat canggih. Tapi alat canggih itu akhirnya menggunakan bahan yang mahal dan tidak ramah lingkungan," kata Ketua Darma Wanita Kementerian Komunikasi dan Digital itu.

"Tapi, apa gunanya kalau maju tapi rusak. Jadi, saya rasa dekat-dekat saja pada alam untuk segala sesuatunya," demikian Ilma Nugrahan.

Pewarta : Livia Kristianti/ANTARA

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.