JAKARTA -- Baru-baru ini jagat Twitter (sekarang X) dihebohkan oleh sebuah unggahan dari tempo.co yang menampilkan gambaran ilustrasi tumpukan beras yang kondisinya jauh dari layak konsumsi.
Postingan itu langsung viral dan mengundang berbagai reaksi dari netizen yang mempertanyakan klaim pemerintah soal cadangan beras nasional.
Di tengah hebohnya kabar ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman justru menyampaikan kabar menggembirakan: stok cadangan beras pemerintah (CBP) per 13 Mei 2025 menembus angka 3,7 juta ton angka yang diklaim sebagai rekor tertinggi dalam sejarah pengelolaan pangan nasional.
Tapi, ada satu hal yang bikin publik bingung: kalau cadangan berasnya segede itu, kok malah muncul beras busuk?
Beras Busuk Viral, Netizen Heboh! Benarkah Stok Melimpah tapi Mutunya Amburadul?
Kenapa Beras Busuk Bisa Terjadi? Ini Penjelasan Awalnya
Menurut laporan yang beredar, banyak beras busuk yang kini tersimpan di gudang-gudang Bulog berasal dari gabah berkualitas rendah.
Para petani disebut menjual gabah yang belum waktunya dipanen, bahkan yang rusak sekalipun. Mengapa bisa begitu?
Rupanya ini akibat dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan Bulog menyerap gabah dari petani tanpa melihat kualitas.
Artinya, asal ada panen, langsung dibeli. Sekilas terdengar membantu petani. Tapi jika tak disertai pengawasan mutu, yang terjadi ya seperti sekarang: stok banyak, tapi kualitasnya bikin geleng-geleng kepala.
Netizen Langsung Ngamuk: “Masa Beras Busuk Dipoles Buat Dibilang Stok Melimpah?”
Beberapa akun di Twitter pun melontarkan kritik tajam. Salah satu yang cukup menyita perhatian adalah dari akun @BelengBeleng687:
"Wah. Gak bener ini. Beras busuk gak bisa dimakan loh. Jangan gitu lah, Pak Menteri. Gunakan segenap kewenangan dan lembaga negara untuk menyejahterakan rakyat Indonesia secara terukur dan sistematis."
Komentar ini jadi cerminan keresahan banyak orang. Masyarakat merasa ada ketimpangan antara klaim pemerintah dan realita di lapangan.
Akun @meliksumanandar juga menambahkan data menarik:
"1) Silakan lihat Podcast Awalil Rizky 16/5/25. Ada DATA & GRAFIKNYA -> TIDAK ADA SURPLUS PRODUKSI BERAS yang signifikan di 2025.
2) Di 2023 Indo impor beras 6x lipat dari tahun sebelumnya, begitu juga 2024.
3) Silakan simpulkan sendiri."
Artinya, klaim surplus beras itu dipertanyakan karena faktanya Indonesia masih rajin impor beras hingga jutaan ton.
Pengalaman Langsung dari Petani: Bulog Beli, Tapi Gudangnya Penuh
Ada pula kisah dari akun @SusiloSulistyo yang mengaku pernah mengalami sendiri bagaimana inkonsistensi kebijakan pemerintah berdampak langsung ke petani:
"Bulog katanya emang menyerap. Di daerah saya pernah Wamentan datang, bilang semua gabah petani mau dibeli Bulog. Tapi setelah beliau pulang, beredar kabar gudang Bulog full. Petani cuma bisa diem, gak punya duit kok gaya."
Ini menggambarkan bahwa mekanisme distribusi dan penyimpanan belum benar-benar siap jika pemerintah tetap memaksakan penyerapan tanpa perencanaan matang.
Pertanyaan Kritis: Berapa Lama Beras Bisa Busuk di Gudang?
Akun lain seperti @omsenank1 bertanya sesuatu yang sangat masuk akal:
"Mau tanya, berapa lama waktu simpan di gudang Bulog sehingga beras bisa busuk/rusak/berkutu kah?"
Pertanyaan ini membuka fakta bahwa persoalan logistik dan penyimpanan jadi faktor krusial. Jika gudang tidak dilengkapi sistem sirkulasi udara yang baik atau tidak dipantau dengan benar, wajar saja kalau beras jadi rusak, bahkan berjamur dan berkutu.
Fakta Impor Masih Tinggi, Benarkah Kita Benar-Benar Surplus?
Menurut akun @GybrantR53927, masalah ini juga harus dilihat dari sisi produksi dan impor. Ia menulis:
"Dalam pertanian gak ada keajaiban, boss. Tahun 2024 kita masih impor beras sekitar 2 juta ton lebih. Apakah masuk akal dalam 6 bulan petani kita bisa menambal lubang impor sebesar itu?"
Komentarnya menyindir narasi pemerintah soal surplus beras yang terdengar terlalu indah untuk jadi kenyataan. Apalagi kalau melihat tren 20 tahun terakhir, dari era Presiden SBY hingga Jokowi, belum pernah benar-benar mencapai titik swasembada yang konsisten.
Kenapa Masyarakat Curiga dengan Narasi Surplus?
Akun @morisgarage menegaskan pentingnya keterbukaan data:
"Surplus beras yang dijadikan 'promosi' keberhasilan pemerintah sekarang agak janggal. Waktu tanam sampai panen itu berapa lama? Cek stock beras impor oleh Bulog, serapan beras dari petani, dan jumlah distribusi Bulog ke pasar. Semua harus dihitung pada periode yang sama ya."
Artinya, masyarakat makin sadar pentingnya transparansi data. Jangan hanya mengandalkan angka besar di headline, tapi tidak ada kejelasan soal distribusi dan kualitas di lapangan.
Jadi, Apa Solusinya?
Kondisi ini menunjukkan bahwa stok beras melimpah saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah:
1. Pengawasan Mutu yang Ketat
Bulog dan Kementan perlu memastikan gabah yang diserap memenuhi standar tertentu. Kalau semua diborong asal-asalan, hasil akhirnya beras busuk yang tidak bisa dikonsumsi.
2. Perbaikan Sistem Gudang
Kapasitas gudang memang perlu ditambah, tapi lebih penting lagi adalah kualitas penyimpanan: suhu, kelembaban, sirkulasi udara, dan pengelolaan stok harus ditingkatkan.
3. Transparansi dan Komunikasi Data Publik
Masyarakat berhak tahu dari mana beras berasal, berapa yang diserap, berapa yang diimpor, dan bagaimana proses distribusinya. Pemerintah harus terbuka soal ini.
4. Edukasi dan Pendampingan Petani
Bukan hanya menyerap hasil panen, pemerintah juga harus membantu petani meningkatkan kualitas produksi, agar tidak terulang lagi kasus gabah rusak karena dipanen dini.
Jangan Cuma Bangga Stok Banyak, Tapi Pastikan Kualitasnya!
Kasus viral beras busuk ini adalah sinyal keras bahwa sistem pangan kita perlu dibenahi. Masyarakat tidak butuh angka-angka fantastis soal cadangan beras jika yang sampai ke meja makan justru tidak layak konsumsi.
Kebijakan yang baik harus hadir dari data yang valid, eksekusi yang rapi, dan komunikasi yang jujur. Kalau tidak, rakyat cuma dapat janji dan beras rusak di piring mereka.
Catatan: Artikel ini diulas dari komentar netizen tentang posting tempo di twitter. Klik disini untuk menghapuskan artikel ini!
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS