PALANGKARAYA - Rencana pemerintah pusat untuk menjadikan Kalimantan sebagai wilayah prioritas dalam program transmigrasi 2025–2029 mendapat penolakan tegas dari Ketua Umum Perhimpunan Intelektual Dayak Indonesia (PIDI), Dr. Sontoe, Bj.H.D., S.Pd., M.Si, di jelaskan nya pada media ini, Rabu (16/7/2025).
Dr. Sontoe menilai kebijakan ini minim partisipasi publik dan berpotensi menimbulkan masalah sosial, budaya, hingga ekologis nanti nya di wilayah kita ini.
"Menegaskan bahwa Kalimantan Tengah bukanlah wilayah kosong yang bisa diisi begitu saja," kata ketua PIDI.
Sontoe menjelaskan bahwa disini hidup masyarakat adat, ada ekosistem yang rentan, dan tatanan sosial-budaya yang telah eksis jauh sebelum wacana transmigrasi muncul. Pendekatan yang tidak adil hanya akan melahirkan konflik agraria, gesekan sosial, dan mempercepat kerusakan lingkungan.
Menanggapi klaim pemerintah bahwa transmigrasi bertujuan untuk pemerataan pembangunan, ketua PIDI menyebut narasi tersebut menyesatkan. Menurutnya, pemindahan penduduk ke Kalimantan justru memperpanjang ketimpangan antarwilayah.
“Ketimpangan di daerah asal tidak akan selesai hanya dengan memindahkan manusia ke wilayah lain. Pembangunan sejati harus berbasis kebutuhan dan kearifan lokal, bukan sekadar relokasi,” jelasnya.
Dr. Sontoe juga mengingatkan pemerintah pada dampak sosial dari transmigrasi sebelumnya. Ia menyebut, banyak daerah di Kalimantan yang masih menyimpan luka akibat ketegangan budaya, konflik horizontal, dan marginalisasi ekonomi terhadap masyarakat lokal.
“Masyarakat kami seringkali hanya jadi penonton. Kita tidak ingin tragedi sosial itu terulang kembali,” katanya.
Daripada memaksakan transmigrasi dari luar, Sontoe mendorong agar pemerintah fokus pada transmigrasi lokal yang memberdayakan warga Dayak sendiri. Ia menilai hal ini sejalan dengan visi Gubernur Kalimantan Tengah dalam membangun desa dan meningkatkan kemandirian masyarakat lokal.
“Negara harus hadir untuk membangun sumber daya lokal dulu. Bukan malah mendatangkan pendatang dan membiarkan masyarakat asli tetap dalam kemiskinan,” tutup Sontoe. (Fajar)