Polisi Ungkap Modus Karhutla di Riau: 51 Tersangka Bakar Hutan Demi Perkebunan Sawit | Borneotribun.com

Senin, 28 Juli 2025

Polisi Ungkap Modus Karhutla di Riau: 51 Tersangka Bakar Hutan Demi Perkebunan Sawit

Polisi Ungkap Modus Karhutla di Riau: 51 Tersangka Bakar Hutan Demi Perkebunan Sawit
Polisi Ungkap Modus Karhutla di Riau: 51 Tersangka Bakar Hutan Demi Perkebunan Sawit.

Riau – Kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali mencuat di Provinsi Riau. Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengungkap modus kejahatan yang dilakukan para pelaku pembakar hutan demi membuka lahan untuk kebun kelapa sawit. Hingga akhir Juli 2025, sebanyak 51 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam 41 kasus karhutla yang ditangani.

Menurut keterangan resmi dari Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol. Anom Karabianto, para tersangka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pemilik lahan, pekerja, hingga pihak yang diduga menyuruh membakar lahan. “Modusnya membuka lahan hutan dengan cara membakar untuk perkebunan kelapa sawit,” jelas Anom, Senin (28/7/2025).

Modus utama yang digunakan para pelaku adalah pembakaran hutan secara sengaja untuk membuka lahan baru yang akan dijadikan kebun kelapa sawit. Cara ini dianggap cepat dan murah oleh para pelaku, namun berdampak sangat buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

Selain itu, pembakaran hutan juga memicu kabut asap yang mengganggu aktivitas warga, merusak ekosistem, dan memperparah krisis iklim. Padahal, pemerintah telah sejak lama melarang praktik pembukaan lahan dengan cara membakar.

Kasus-kasus karhutla ini tersebar di berbagai wilayah di Provinsi Riau, termasuk daerah yang rawan dan kerap menjadi langganan kebakaran seperti Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu, dan Rokan Hilir. Riau memang dikenal sebagai salah satu provinsi dengan tingkat kebakaran hutan tertinggi di Indonesia, terutama saat musim kemarau.

Penanganan kasus karhutla ini telah berlangsung sejak awal tahun 2025, dan mencapai puncaknya pada bulan Juni hingga Juli 2025, seiring meningkatnya suhu udara dan curah hujan yang rendah. Polisi bergerak cepat dengan membentuk tim khusus untuk menyelidiki dan menangkap para pelaku pembakaran.

Motif utamanya adalah ekonomi. Membuka lahan dengan cara dibakar dianggap lebih hemat biaya ketimbang membuka lahan secara mekanik atau manual. Banyak pelaku yang ingin segera menanam sawit untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat, tanpa mempedulikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan hukum.

Polda Riau menegaskan bahwa seluruh pelaku akan dihukum seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Berikut ini beberapa pasal yang dikenakan kepada para tersangka:

  • Untuk pelaku perambahan hutan:

    • Pasal 78 ayat (2) UU Kehutanan (diubah dalam pasal 36 angka 19 UU Cipta Kerja)

    • Pasal 92 ayat (1) huruf a UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (diubah dengan Pasal 37 angka 16 ayat (1) huruf b UU Nomor 6 Tahun 2023)

  • Untuk pelaku pembakaran hutan:

    • Pasal 50 ayat (3) huruf d Jo Pasal 78 ayat (3) UU Kehutanan

    • Pasal 56 ayat (1) Jo Pasal 108 UU Perkebunan

    • Pasal 108 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

    • Pasal 187 dan Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Ancaman hukuman dari pasal-pasal tersebut sangat berat, termasuk hukuman penjara hingga puluhan tahun dan denda dalam jumlah besar. Langkah tegas ini diambil untuk memberi efek jera dan mencegah praktik serupa di masa depan.

Kombes Pol. Anom Karabianto menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak akan memberi ruang bagi para pelaku pembakaran hutan. “Kami terus melakukan pemantauan dan penindakan secara intensif. Setiap laporan dari masyarakat akan kami tindaklanjuti secepat mungkin,” tegasnya.

Polda Riau juga mengimbau kepada masyarakat dan pemilik lahan agar tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Jika masih ditemukan praktik semacam itu, pelaku akan langsung diproses secara hukum.

Untuk mencegah terjadinya karhutla, pemerintah daerah bersama TNI, Polri, dan instansi terkait telah melakukan sosialisasi dan patroli rutin, terutama di wilayah-wilayah rawan kebakaran. Teknologi pemantauan berbasis satelit juga dimanfaatkan untuk mendeteksi titik api secara real-time.

Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga terus digalakkan agar mereka memahami risiko dan bahaya dari karhutla, baik bagi kesehatan, lingkungan, maupun masa depan anak cucu.

Kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau menunjukkan bahwa kesadaran hukum dan lingkungan masih rendah di kalangan masyarakat tertentu. Polisi telah menetapkan 51 tersangka dari 41 kasus yang berhasil diungkap, mayoritas karena membuka lahan untuk kebun sawit. Dengan ancaman hukuman berat dan penindakan tegas, diharapkan praktik pembakaran hutan ini bisa segera dihentikan. Mari jaga hutan kita bersama-sama, karena hutan bukan hanya milik hari ini, tapi juga untuk masa depan generasi mendatang.

Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Tombol Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.