Fransiskus Sagala Angkat Bicara Belum Ada Status Perkara kliennya | Borneotribun.com -->

Kamis, 29 Oktober 2020

Fransiskus Sagala Angkat Bicara Belum Ada Status Perkara kliennya

Fransiskus Sagala, SH
Fransiskus Sagala, SH. (Foto: BT/LB)


BorneoTribun | Kalbar - Amat Durani (39) warga Desa Janjang Kecamatan Tayan Hulu Kabupaten Sanggau merasa diperlakukan tidak adil oleh polisi dalam hal penanganan perkara yang menuduhnya melakukan dugaan pencurian buah kelapa sawit milik PT. Agro Palindo Sakti (APS) karena hingga 65 hari tidak juga ada penetapan status perkaranya. 


Terkait penahanan mobil dan sepeda motornya, Amat merasa dirugikan. menurut Fransiskus Sagala, bahwa Kapolres Sanggau melalui kanit 3 tipider mengatakan, pihak kepolisian masih melengkapi bukti-bukti dan saksi terkait masalah yang dituduhkan melanggar pasal 362 KUHP. Sesuai surat panggilan nomor: S. Pgl / IX / 2020 / Reskrim.


Menurut Fransiskus Sagala, SH, kliennya di tuduh melakukan dugaan pencurian TBS sebanyak 20 tandan kalau di kalkulasikan harga TBS ini total Rp 900.000, yang sebelumnya di tangani oleh pihak polsek Tayan Hulu  pada bulan Agustus 2020 dan menahan mobil klienya di Polres Sanggau, dan pada bulan September kasus tersebut di limpahkan ke Polres Sanggau.

Jungkarnain Sagala, dari LBH PASMAS Kalbar dan SH biro hukum forum Temenggung Dewan Adat Dayak Kalimantan Barat, Kabupaten Sanggau, selaku  Tim kuasa Hukum  Amat Durani (39) mengatakan, kasus ini tergolong tindak pidana ringan. 


Yang mana nilai kerugian atas perbuatan ini jika terbukti tindak Pidana pencurian tidak mencapai Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu).  


Mengacu dari peraturan mahkamah Agung No 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan di bawah Rp.2,5 juta, artinya kasus kliennya ini masih dapat di selesaikan melalui mediasi yang melibatkan hukum Adat Dayak, mengingat perusahaan masuk di wilayah kabupaten sanggau ada kesepakatan dengan DAD dan para Tumenggungan setempat,”ujar ketua LSM Rakyat Menanti Keadilan ini. 


Sehingga menurutnya, penanganan persoalan semacam ini bisa diselesaikan ditingkat Hukum Adat. Tinggal kebijakan polisi mengarahkan bagaimana melakukan mediasi antara pelapor dan terlapor.


Sagala juga menjelaskan, pihak Polres telah memeriksa klien (AD) dan bahkan sudah turun ke TKP, namun sampai detik ini tidak ada kejelasan akan status kliennya ini.


“Ini kasus tipiring, yang saya herankan, kenapa pihak penyidik belum membuat suatu kesimpulan akan status kliennya, artinya belum ada penetatapan tersangka, dan bahkan mobilnya yang di tahan tidak di kembalikan juga, ada apa ini,” kata Fransiskus Sagala.SH 


Sagala mengharap agar pihak penegak hukum mempertimbangkan hubungan perusahaan degan masyarakat disekirnya agar harmonis.


“Perlu juga di ketahui, saat itu kliennya membeli tanah dengan luas 2 Hektar yang berdampingan langsung dengan kebun milik PT APS, dan sawit itu masuk dalam lokasi milik kliennya, dalam hal ini seharusnya perusahaan jangan arogan,”pungkasnya.


Dalam perkara di atas masih perlu pembuktian terkait HGU milik pelapor yang harus di tunjuk batas oleh Pertanahan Nasional sebagai bukti bahwa sawit yang di panen terlapor milik pelapor. 


Perlu di ketahui juga bahwa barang bukti belum juga ada surat perintah penyitaan barang bukti dari ketua Pengadilan Negeri Sanggau sudah beberapa bulan namun di tahan sehingga menimbulkan kerugian bagi klien kami.


Dalam situasi Covid-19 dengan kesulitan dan keterbatasan masyarakat saat ini, kami melihat dalam proses ini tidak lagi mengedepankan keadilan tapi mengedepankan siapa yang melapor.


Dengan ini kami mohon kepada Bapak Kapolres Sanggau supaya memperhatikan persoalan ini untuk diselesaikan secepatnya agar klien nya bisa bekerja dan tenang dalam menjalankan hidup sehari - hari," pintanya. (YK/LB)

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar