![]() |
Google Dipaksa Berbagi Teknologi Pencarian, Sundar Pichai Sebut Itu Sama Saja Mematikan Inovasi. |
JAKARTA - Google lagi-lagi jadi sorotan tajam pemerintah Amerika Serikat, khususnya lewat Departemen Kehakiman (DOJ), yang menuding raksasa teknologi ini terlalu dominan di pasar mesin pencari alias search engine.
Masalah ini sudah masuk ke fase serius: Google diadili dan dituntut supaya “dipaksa berpisah” dari teknologi pencariannya sendiri.
CEO Google, Sundar Pichai, pun akhirnya turun tangan langsung untuk membela perusahaannya.
Dalam sidang yang berlangsung minggu ini, Pichai berdiri di ruang pengadilan dan memberikan kesaksian bahwa tuntutan DOJ ini bukan cuma berlebihan, tapi bisa bikin Google kehilangan jati dirinya.
Menurut dia, kalau Google dipaksa mengikuti semua permintaan DOJ, itu sama saja seperti membongkar mesin utama yang bikin Google bisa terus berinovasi sampai sekarang.
DOJ Mau Google "Berbagi Paksa" Teknologi Pencarian
Salah satu tuntutan paling kontroversial dari DOJ adalah: Google harus membuka akses teknologi mesin pencarinya ke perusahaan lain.
Alasannya, Google dianggap udah terlalu dominan dan punya kekuatan pasar yang nggak sehat.
DOJ menilai kalau Google punya “keuntungan tidak adil” karena berhasil mengumpulkan data pengguna dalam jumlah masif selama bertahun-tahun.
DOJ juga bilang, supaya persaingan pasar adil, perusahaan-perusahaan lain harus bisa pakai teknologi pencarian Google atau setidaknya databasenya, yang selama ini menjadi tulang punggung layanan Google Search.
Tapi Pichai menolak keras ide itu. Menurutnya, ini bukan sekadar soal “berbagi teknologi”, tapi lebih ke arah pemaksaan yang bisa membuat Google kehilangan kontrol atas produk andalannya.
“Ini bukan sekadar regulasi, ini seperti memaksa Google untuk menyerahkan jantungnya,” ujar Pichai di pengadilan, dikutip dari Bloomberg.
Ancaman "Spin-Off" Tanpa Nama
Pichai juga menyebut bahwa skenario ini adalah bentuk de facto spin-off alias pemisahan secara tidak langsung dari layanan mesin pencari Google.
Dengan kata lain, meskipun tidak secara resmi memisahkan Google Search dari perusahaan induknya, tapi efeknya bisa sama bahkan lebih besar.
Bayangin aja: perusahaan lain bisa pakai basis data Google, membangun produk serupa, dan bersaing di pasar tanpa perlu investasi sebesar yang sudah dilakukan Google selama dua dekade terakhir.
Pichai bilang, ini bakal bikin Google kehilangan motivasi untuk terus riset dan mengembangkan inovasi di bidang pencarian online.
"Kalau semua yang bikin kami unggul bisa ditiru begitu saja lewat kewajiban berbagi data, untuk apa kami terus investasi?" begitu kira-kira argumen Pichai.
Google Itu Gak Selalu Menang, Lho!
Untuk membela diri, tim hukum Google juga berusaha menunjukkan bahwa Google bukanlah perusahaan yang selalu menang dan selalu sukses dalam semua lini.
Salah satu contohnya adalah kegagalan mereka dalam membangun media sosial.
Ingat Google Plus? Ya, proyek itu sempat digadang-gadang sebagai penantang Facebook, tapi ujung-ujungnya malah tutup karena sepi peminat dan ada masalah keamanan data juga.
Selain itu, Google juga pernah membuat Google Buzz, yang diintegrasikan ke Gmail. Tapi lagi-lagi, proyek ini berujung pada masalah privasi dan gugatan hukum.
Jadi, meskipun Google punya kekuatan besar di mesin pencari, bukan berarti mereka selalu berhasil atau kebal dari kegagalan.
Dengan ini, Google mau bilang ke hakim bahwa mereka bukanlah “monopoli jahat” seperti yang dituduhkan.
Soal Chrome, Chromium, dan Standar Web Terbuka
Pichai juga menyinggung tentang pentingnya Chrome dan proyek open-source mereka, yaitu Chromium.
DOJ kabarnya juga mempertimbangkan kemungkinan pemisahan Chrome dari Google, tapi Pichai menilai ini berbahaya buat keamanan pengguna dan perkembangan web secara umum.
Chrome dan Chromium selama ini jadi tulang punggung pengembangan standar web yang terbuka dan aman.
Kalau dikasih ke pihak lain yang belum tentu komit terhadap keamanan, ini bisa memicu masalah baru yang lebih besar.
Kerja Sama AI dengan Apple, Bukti Google Nggak Monopoli?
Menariknya, Pichai juga menjelaskan bahwa Google sekarang lagi aktif memperluas kerja sama teknologi AI, salah satunya dengan Apple.
Mereka kabarnya sedang dalam tahap akhir perjanjian untuk membawa Gemini AI (produk AI dari Google) ke perangkat iPhone lewat sistem yang disebut “Apple Intelligence”.
Ini penting, karena justru menunjukkan bahwa Google nggak mau memonopoli teknologi. Mereka mau berbagi, tapi dengan cara yang sehat dan sesuai kesepakatan bisnis.
Kalau kerja sama ini jadi, pengguna iPhone bakal bisa menikmati teknologi AI dari Google tanpa harus mengorbankan pilihan mereka.
Apple sendiri juga menunjukkan sikap terbuka, karena sistem AI mereka memungkinkan pengguna untuk memilih model AI yang mereka mau, termasuk ChatGPT atau Gemini.
Google Masih Cuan Besar, Tapi Masa Depan Masih Abu-abu
Meskipun sedang diseret ke pengadilan, kondisi keuangan Google justru lagi moncer banget. Di kuartal pertama 2025, mereka mencatat pendapatan sebesar $90,23 miliar, naik 12% dibanding tahun lalu.
Laba bersihnya juga naik drastis hingga 46% menjadi $34,54 miliar.
Google juga makin agresif mengembangkan AI generatif dan mempercepat jadwal rilis Android versi terbaru. Jadi, secara bisnis, Google masih melaju kencang.
Tapi jangan salah. Hakim Mehta dijadwalkan memberikan keputusan soal tuntutan antitrust ini pada bulan Agustus.
Meski hakim sebelumnya sempat ragu dengan beberapa tuntutan DOJ, Google sudah kalah di fase awal yang menyatakan mereka bersalah atas pelanggaran hukum antimonopoli.
Jadi, tetap akan ada sanksi, tinggal seberapa berat hukumannya.
Akankah Google Tetap Google?
Yang jadi pertanyaan sekarang: apa jadinya Google kalau benar-benar dipaksa membagi jantung teknologinya ke perusahaan lain? Apakah inovasi mereka akan tetap jalan seperti dulu, atau malah kehilangan arah?
Pichai sendiri kelihatan khawatir. Ia bilang, kalau tuntutan ini dikabulkan, maka masa depan inovasi digital bisa jadi malah mundur. Bukan cuma buat Google, tapi buat industri teknologi secara keseluruhan.
Pertarungan Hukum yang Bisa Mengubah Masa Depan Internet
Gugatan DOJ ini bukan cuma soal bisnis, tapi juga soal bagaimana masa depan internet dan inovasi digital akan terbentuk.
Apakah perusahaan seperti Google harus membuka semua teknologinya demi persaingan?
Atau justru, dengan menjaga inovasi sebagai keunggulan kompetitif, ekosistem teknologi bisa berkembang dengan lebih sehat?
Satu hal yang pasti: keputusan ini akan berdampak besar, bukan cuma buat Google, tapi juga buat kita semua sebagai pengguna internet.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS