Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) dan Komisi VII DPR RI membahas penyediaan akses pendanaan, pembiayaan, dan investasi bagi pelaku ekonomi kreatif dalam sebuah rapat kerja.
Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menyoroti sejumlah tantangan utama, seperti belum optimalnya skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, keterbatasan literasi keuangan, serta minimnya insentif khusus dan akses investasi bagi pelaku kreatif.
“Banyak pelaku ekraf belum bankable (memenuhi persyaratan perbankan) karena asetnya bersifat tidak berwujud. Oleh karena itu, pembiayaan berbasis kekayaan intelektual perlu terus dikembangkan,” ujar Menekraf Riefky dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Rapat kerja itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan pada 13 Februari dan 19 Maret 2025, yang menghasilkan beberapa kegiatan yang fokus pada pelibatan komunitas dan generasi muda, penyusunan Rencana Induk Ekonomi Kreatif (RINDEKRAF) 2026–2045, dukungan bagi pelaku usaha kreatif, penguatan kolaborasi lintas sektor, serta pengembangan skema dana abadi ekonomi kreatif.
Upaya strategis yang telah dan tengah dilakukan Kemenekraf meliputi koordinasi dengan Kemenko Perekonomian terkait alokasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Ekraf, kerja sama dengan OJK dan MAPPI mengenai penilaian kekayaan intelektual, serta pengembangan skema pembiayaan inovatif melalui skema pembayaran baru untuk subsektor gim, film, musik, dan animasi.
Selain itu, Kemenekraf terus menjajaki kolaborasi investasi dengan mitra internasional, termasuk Google, Microsoft, Netflix, serta perwakilan pemerintah asing, guna mendorong ekosistem industri kreatif dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) seperti contohnya di Singhasari, ETKI Banten, dan Nongsa Batam.
Menteri Ekraf Teuku Riefky juga menyampaikan Kemenekraf sedang memperjuangkan Dana Abadi Ekraf sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat ekosistem pembiayaan berkelanjutan di sektor ekonomi kreatif.
Salah satu langkah konkret yang diambil Kemenekraf dalam memperjuangkan Dana Abadi Ekraf adalah telah menyampaikan kajian Skema Pembiayaan Indonesia Creative Content Fund (ICCF) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan pada 6 Juni 2024.
Kajian itu berisi rancangan konsep, mekanisme operasional, serta potensi manfaat ICCF sebagai salah satu instrumen operasional, serta potensi manfaat ICCF sebagai salah satu instrumen pembiayaan jangka panjang untuk mendukung pertumbuhan sektor ekraf yang bisa menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional.
Riefky juga mengusulkan ICCF untuk dialokasikan dalam anggaran belanja tambahan (ABT) tahun 2025. Usulan itu diharapkan dapat menjadi langkah awal pembentukan Dana Abadi Ekraf, yang akan difokuskan untuk mendukung program-program strategis seperti memfasilitasi akses pendanaan, pembiayaan, dan investasi.
"Melalui upaya ini, diharapkan sektor ekonomi kreatif memiliki sumber daya pendanaan yang lebih mandiri, berkelanjutan dan adaptif terhadap dinamika perkembangan global," kata Riefky.
Menekraf juga mengharapkan DPR bisa mendukung pengembangan ekonomi kreatif dengan melahirkan regulasi yang ramah iklim investasi, misalnya penyederhanaan perizinan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mendorong penguatan pembiayaan kreatif di bawah Rp100 juta tanpa agunan, insentif pajak untuk industri kreatif, serta strategi menjadikan subsektor seperti gim sebagai motor ekonomi yang setara dengan sektor migas.
Pewarta : Fitra Ashari/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS