Pontianak - Komisi II DPR RI melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) untuk meninjau langsung pelaksanaan dan penyelenggaraan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta mengevaluasi konflik pertanahan yang masih marak terjadi di sejumlah wilayah di provinsi tersebut.
"Tujuan kunjungan kerja yang kami lakukan ini untuk mendalami berbagai isu strategis terkait tata kelola BUMD, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta pengelolaan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kalimantan Barat," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima saat melakukan rapat dengar pendapat bersama Pemda di Kalbar, Rabu.
Dia mengatakan pada kesempatan itu pihaknya mendengarkan langsung dari para pemangku kepentingan di daerah agar dapat memperoleh data yang faktual dan realistis.
"Masukan yang kami terima akan menjadi bahan pembahasan lanjutan di DPR," tuturnya.
Dalam pemaparannya, Aria menyoroti masih rendahnya kontribusi BUMD dan BLUD terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menyebutkan sejumlah persoalan seperti tata kelola yang belum maksimal, minimnya kompetensi sumber daya manusia, serta lemahnya pembinaan dan pengawasan internal maupun eksternal.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, dari 546 daerah di Indonesia, sebanyak 493 daerah tergolong memiliki kapasitas fiskal lemah dan masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
"Desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah harus diperkuat. BUMD seharusnya mampu berkontribusi signifikan terhadap PAD dan menjadi instrumen pelayanan publik yang kompetitif," katanya.
Terkait hal itu, Komisi II DPR RI mendorong pembentukan Direktorat Jenderal BUMD di bawah Kementerian Dalam Negeri. Unit ini nantinya akan bertugas mengkoordinasikan kebijakan nasional terkait pembinaan, pengawasan, dan evaluasi kinerja BUMD secara terintegrasi.
Selain isu BUMD, Komisi II DPR RI juga menyoroti konflik pertanahan yang terus terjadi di Kalimantan Barat. Aria menyebut ketimpangan penguasaan tanah masih menjadi persoalan serius di Indonesia.
Menurutnya, data Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan sekitar 68 persen lahan di Indonesia dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan korporasi besar.
"Konflik tanah yang mencuat di berbagai daerah, termasuk Kalbar, perlu ditindaklanjuti dengan pendekatan yang adil dan berpihak pada rakyat," katanya.
Komisi juga II menyoroti sejumlah kasus pertanahan di Kalbar, di antaranya konflik antara PT Minamas dengan masyarakat Pelanjau Malah, Ketapang, atas lahan seluas 1.600 hektare, serta sengketa tanah ulayat masyarakat Dayak di Desa Merimbang Jaya, Kecamatan Sandai, yang dikuasai PT Prakasa Tani Sejati tanpa izin sah.
Mereka juga menekankan pentingnya peninjauan kembali izin-izin HGU, HGB, dan HPL yang berpotensi menimbulkan konflik, serta mendorong agar pengelolaan lahan dilakukan secara transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan masyarakat lokal.
Seluruh masukan, data, dan pertanyaan yang telah disampaikan oleh Komisi II akan menjadi bahan pembahasan internal dan dijadikan dasar dalam rapat kerja bersama kementerian dan lembaga terkait di tingkat pusat.
"Semua jawaban yang kami terima akan kami bahas secara mendalam di Komisi II. Jika perlu, hasil dari kunjungan ini akan kami tindaklanjuti melalui rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri dan lembaga terkait lainnya," kata Aria.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan menyatakan pertemuan ini sangat penting dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan mendukung kemajuan bangsa.
Dalam kesempatan itu, Ria Norsan juga menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah merangkum berbagai pertanyaan dari anggota Komisi II DPR RI dan menyiapkan jawaban tertulis yang akan disampaikan kepada pihak legislatif.
"Semua pertanyaan yang disampaikan telah kami siapkan jawabannya. Nantinya akan dijelaskan lebih rinci oleh masing-masing perangkat teknis terkait," katanya.
Ia berharap kunjungan dan pertemuan tersebut dapat membawa manfaat dan berkah bagi masyarakat Kalimantan Barat, terutama dalam penyelesaian berbagai persoalan terkait tata kelola pertanahan dan optimalisasi peran BUMD dalam pembangunan daerah.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS