Mempersiapkan perjalanan mencapai integritas ego | Borneotribun

Kamis, 29 Mei 2025

Mempersiapkan perjalanan mencapai integritas ego

Mempersiapkan perjalanan mencapai integritas ego
Mempersiapkan perjalanan mencapai integritas ego. (ANTARA)
Jakarta - Kembali polos dan damai tanpa ambisi, adalah secuplik gambaran tentang warga senior yang telah kaya pengalaman dan asam garam kehidupan. Karenanya, bergaul dan berguru pada mereka bisa jadi terapi agar tertular sikap tenang dan rasa tenteram di tengah hiruk-pikuk persoalan duniawi yang acap meracuni kesehatan mental.

Banyakkah di antara kita yang merasakan ini? Ketika berinteraksi dengan para wreda atau warga senior terasa tertular perasaan damai dan tenteram. Karena pembawaan mereka yang tenang dan penuh nasihat bijak oleh sebab perjalanan dan pengalaman hidup yang telah dilalui. Apalagi bila masa mudanya rakus ilmu maka ketika tua bagai guru besar yang memiliki segudang ragam pengetahuan. Maka bergaul dengan mereka seperti berada di sumber kebajikan dan kebijaksanaan.

Mengenai rasa menenangkan yang bersumber dari kaum wreda, psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang Jessica Dhoria Arywibowo bisa menjelaskannya. Dia yang memiliki kepakaran terkait kesejahteraan subyektif pada lansia itu, merujuk pada teori dari Erik Erikson tentang perkembangan psikososial.

“Saya rasa cukup populer teorinya, mereka di masa lansia ini berada pada tahap akhir integritas ego versus keputus-asaan atau despair. Pada tahap ini lansia merefleksikan atau merenungkan kembali kehidupannya selama ini jadi mereka menemukan makna hidup,” jelas Jessica.

Kemudian, dia melanjutkan, sebagaimana yang kita ketahui seiring dengan bertambahnya usia pengalaman hidup itu semakin banyak termasuk pada lansia. Jadi mereka ini sudah banyak merasakan istilahnya asam garam atau manis pahitnya kehidupan.

Mereka sudah melalui berbagai tantangan atau tuntutan dalam hidup, mungkin ketika muda mereka ada tuntutan terkait karir atau relasi membangun keluarga, mereka juga belajar bagaimana caranya bertahan menghadapi tantangan dan kesulitan, pun belajar menerima kehidupan yang ternyata tidak selalu di atas dan manis terus tapi kadang di bawah dan ada pahitnya seperti roda yang berputar.

Pada lansia yang mencapai integritas ego, ditandai dengan perasaan puas, mereka merasa puas dengan kehidupannya, bisa melihat kembali perjalanan hidupnya dengan rasa syukur sehingga bisa menerima kehidupan mereka apa adanya. Dalam artian mereka bisa melihat kehidupannya sebagai sesuatu yang bermakna, meskipun ada kekurangan dan tidak sempurna, yang pada akhirnya akan memunculkan yang namanya wisdom atau kebijaksanaan.

Mungkin (sebagai contoh) dulu waktu mudanya ingin menjadi dokter tapi tidak lolos seleksi di perguruan tinggi akhirnya jadi wirausahawan. Saat ini dia bisa melihat bahwa ternyata tidak menjadi dokter itu tidak membuat dunianya hancur, justru dia melihat dengan menjadi wirausahawan dia bisa mengasah kreativitasnya, mungkin bisa mengasah kemampuannya untuk membangun jejaring, juga bisa membuka banyak lapangan pekerjaan untuk orang lain. Meskipun menjadi dokter juga bisa mengasah berbagai hal ini, tapi dalam artian dia bisa melihat dari perspekstif lain bahwa hidup itu kadang tidak sesuai dengan keinginan, tapi ketika tidak sesuai itu dia bisa menjalani kehidupan yang lain dan melihat dari perspektif yang lain.

Itulah mengapa kalau kita lihat warga senior itu biasanya lebih bijak dan lebih tenang dalam menghadapi suatu hal, tidak menggebu-nggebu seperti kita yang mungkin masih ambisius, masih mencari validasi dari orang lain.

Karena para wreda itu lebih menerima hidup apa adanya atau bahasa Jawanya semeleh, sehingga mereka bisa menemukan kebahagiaan dari hal-hal kecil atau sederhana, mungkin karena mereka telah kembali “polos”.

Seperti dalam momen lebaran yang ditunggu kakek nenek kita bukan oleh-oleh yang kita bawa melainkan kehadiran kita. Hal-hal inilah yang tertular ke kita, ketika berinteraksi dengan mereka makanya kita bisa ikut merasa tenang, merasa damai, dan merasa nyaman.

Selain itu berinteraksi dengan generasi senior juga bisa membuat kita ikut merefleksikan atau merenungkan hidup kita sendiri.

“Mungkin cerita yang disampaikan oleh lansia itu bisa menginspirasi kita makanya kadang kita setelah mengobrol bersama lansia jadi merasa mendapatkan pencerahan, insight atau pemahaman baru, kita merasa mendapatkan role model, mau seperti apa sih kita dalam menjalani kehidupan,” demikian papar dosen Fakultas Psikologi Undip itu.

Panutan

Setelah berguru pada sosok wreda ideal, yaitu mereka yang telah mencapai integritas ego tentunya kita tergerak untuk mempersiapkan diri sedari dini agar dalam perjalanan menua menjadi manusia makin berguna.

Untuk menjadi lansia berjaya yang layak sebagai panutan bagi generasi penerus, sejumlah hal berikut perlu dipersiapkan jauh-jauh tahun sebelum masa tua itu tiba:

- Rakus ilmu. Jangan pernah merasa cukup untuk mencari dan menggali ilmu apapun itu. Bergurulah ke mana dan kepada siapa saja. Beri pasokan isi kepala dengan beragam pengetahuan agar kelak menjadi SDM yang banyak tahu dalam berbagai isu sehingga selalu mampu beradaptasi dan tetap relevan seiring perubahan zaman.

- Investasi kesehatan. Penyakit yang umumnya dipanen di masa tua, tak lain adalah buah gaya hidup semasa muda, maka jangan menabung penyakit. Jangan baru sadar kesehatan ketika sudah mengalami gejala tak beres pada anggota raga. Kesadaran untuk menjalani gaya hidup sehat harus dimulai semuda mungkin sehingga meski tubuh menua secara alami namun memiliki ketahanan yang baik melawan kerapuhan. Berangan-anganlah untuk menjadi lansia yang gagah, tidak perlu bantuan tongkat untuk berjalan apalagi dipapah oleh anak cucu.

- Wahana berkarya. Ciptakanlah wahana berkarya sendiri, jauh sebelum memasuki masa pensiun dari dunia kerja. Supaya tidak sempat mengalami sindrom pensiun yang bisa memicu perasaan hampa dan tidak berguna. Media berkarya bisa dibangun berdasarkan latar belakang keilmuan, pengalaman dan kompetensi atau keahlian yang telah menjadikan kita “pakar” di bidang itu. Menjadilah “guru” bagi lingkungan sekitar berkenaan dengan kepakaran yang kita miliki. Atau bisa pula merealisasikan angan-angan yang belum sempat terwujud karena dulu terpaksa bekerja di luar bidang yang kita minati.

- Rumah mandiri. Persiapkanlah tempat tinggal dengan kelengkapan sarana yang membuat penghuninya hidup berkecukupan saat tua kelak. Semisal: membuat kebun sayur, kolam ikan, dan kandang ternak di pekarangan rumah. Bangunlah kehidupan dan ekonomi sirkular di rumah, untuk mempertahankan kemapanan dan keberlanjutan. Sesehat-sehatnya lansia secara fisik akan terasa renta yang mungkin membuat malas ke mana-mana untuk urusan yang kurang mendesak. Dengan memiliki rumah mandiri pangan, segala kebutuhan sehari-hari tercukupi dari pekarangan sendiri, membuat warga senior tak perlu merepotkan anggota keluarga untuk sekadar mencarikan makan, misalnya.

Dengan setidaknya memiliki keempat hal di atas, niscaya seseorang akan menjadi lansia berjaya yang gagah, bahagia, dan membanggakan. Sebaik-baik generasi adalah yang tidak merepotkan dan menjadi beban bagi generasi lain. Dalam skala individu, bisa diterjemahkan menjadi seseorang dengan versi terbaik, saat anak-anak tidak merepotkan orang tua, manakala telah tua tidak menjadi beban bagi anak cucunya.

Mari mempersiapkan perjalanan mencapai integritas ego!

Oleh Sizuka/ANTARA 

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar