JAKARTA – Sebuah tragedi memilukan terjadi di sebuah villa mewah di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Seorang anggota polisi, Brigadir Nurhadi, ditemukan tewas di kolam renang setelah berpesta bersama dua perwira polisi dan dua wanita muda.
Kasus ini menghebohkan publik dan menimbulkan banyak tanda tanya karena diduga melibatkan kekerasan, narkoba, serta hubungan yang tidak sehat antar anggota kepolisian.
Kronologi Awal: Liburan yang Berujung Maut
Kejadian bermula saat Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra mengajak Brigadir Nurhadi untuk liburan ke Lombok. Dalam liburan tersebut, keduanya juga membawa dua wanita muda, yakni Misri Puspita Sari (23) asal Jambi, dan Melanie Putri. Menurut pengakuan pengacara Misri, Yan Mangandar Putra, kedua perwira polisi itu menyewa para wanita tersebut untuk menemani mereka selama liburan.
“Yogi sewa Misri, Haris Chandra sewa Melanie Putri. Sementara itu, almarhum Nurhadi tidak menyewa perempuan, dia hanya bertugas sebagai sopir,” ungkap Yan, Rabu (9/7).
Mereka kemudian menginap dan berpesta di sebuah villa. Di lokasi itu pula, menurut kesaksian Misri, mereka mengonsumsi narkoba dan minuman keras sambil berendam di kolam renang.
Detik-Detik Menjelang Kematian Nurhadi
Ketegangan mulai muncul saat Nurhadi disebut mencoba mencium Melanie Putri, wanita yang menemani Haris Chandra. Misri mengaku sempat melihat kejadian tersebut dan menegur Nurhadi.
“Misri sempat melihat Nurhadi menciumi Melanie di kolam. Ia menegur, ‘Jangan begitu, itu cewek abangmu,’” ujar Yan.
Misri bahkan sempat merekam momen terakhir Nurhadi yang sedang santai di kolam renang pada pukul 19.55 WITA. Namun, setelah itu, Misri mengaku tidak ingat apa yang terjadi, karena ia masuk ke kamar mandi dan berada di sana cukup lama. Ketika keluar, Nurhadi sudah ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Hasil awal pemeriksaan menunjukkan ada tulang lidah yang patah, diduga karena dicekik.
Kesaksian Aneh dan Gangguan Psikologis
Setelah kejadian, Misri ditetapkan sebagai tersangka. Namun, menurut pengacaranya, Misri mengalami gangguan psikologis yang cukup berat. Bahkan, ia disebut sempat “kerasukan arwah” Nurhadi.
“Sejak ditetapkan tersangka, Misri sering stres, bahkan kerasukan. Saat kerasukan, dia menyebut siapa pelaku dan bagaimana ia dibunuh. Dalam sesi hipnosis, dia menggambarkan sosok raksasa tanpa wajah yang melarangnya bicara,” jelas Yan.
Pernyataan ini tentu menambah sisi misteri dalam kasus ini dan mengundang perhatian publik luas, terutama di media sosial.
Penyelidikan Polisi dan Motif Sementara
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, menyampaikan bahwa ada indikasi Nurhadi mencoba merayu wanita yang bukan pasangannya, dan hal itu memicu konflik.
“Ada peristiwa almarhum mencoba mendekati wanita rekan satu grup, dan itu menjadi pemicu. Dugaan ini dikuatkan oleh kesaksian di tempat kejadian,” ujarnya.
Menurut penyelidikan awal, kematian Nurhadi diperkirakan terjadi antara pukul 20.00–21.00 WITA. Meski begitu, hingga kini, belum ada yang mengaku sebagai pelaku utama dalam kasus kematian tragis ini.
Netizen Heboh, Tagar #JusticeForNurhadi Trending
Kasus ini menjadi viral di media sosial. Banyak netizen menyuarakan rasa prihatin dan menuntut keadilan untuk Nurhadi. Beberapa tagar seperti #JusticeForNurhadi, #PolisiHarusAdil, dan #BrigadirNurhadi pun mulai bermunculan dan ramai diperbincangkan di platform seperti Twitter, Instagram, dan TikTok.
Tidak sedikit yang menyoroti praktik penyalahgunaan kekuasaan dan narkoba di kalangan aparat penegak hukum. Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pelanggaran etik di tubuh kepolisian yang kini tengah menjadi sorotan publik.
Catatan Penting: Integritas dan Keadilan Harus Ditegakkan
Tragedi ini tidak hanya menyoroti kekerasan yang mungkin terjadi di antara rekan kerja, tetapi juga menggambarkan betapa pentingnya menjaga profesionalitas dan integritas, terutama bagi mereka yang bekerja di institusi negara. Kematian Brigadir Nurhadi harus diusut tuntas dan tidak boleh dibiarkan menjadi misteri yang dilupakan.
Masyarakat berharap kepolisian bisa bersikap adil, transparan, dan objektif dalam menangani kasus ini, tanpa ada upaya menutupi atau melindungi pelaku hanya karena jabatan atau pangkat.
Kematian Brigadir Nurhadi menyisakan banyak pertanyaan. Dugaan pesta narkoba, konflik interpersonal, dan tanda-tanda kekerasan menjadikan kasus ini sangat kompleks. Penyelidikan harus terus berjalan dengan adil, dan publik berhak untuk tahu kebenaran yang sesungguhnya.
Mari kita kawal bersama proses hukumnya dan berharap keadilan benar-benar ditegakkan.