BMKG Dorong Kesiapsiagaan Hadapi Iklim dan Bencana Menuju Indonesia Emas 2045
![]() |
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. |
JAKARTA — Dalam rangka memperingati Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nasional (HMKGN) ke-78, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajak seluruh elemen bangsa untuk memperkuat aksi dini sebagai strategi penting dalam menghadapi risiko bencana dan perubahan iklim.
Ini adalah bagian dari langkah besar menuju Indonesia Emas 2045 sebuah visi Indonesia yang tangguh, mandiri, dan unggul di tengah tantangan zaman.
Peringatan HMKGN tahun ini menjadi momen reflektif sekaligus inspiratif. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyoroti meningkatnya frekuensi dan dampak bencana yang kini semakin tak terduga akibat dinamika iklim global.
“Bencana memang makin sering terjadi. Tapi di balik semua itu, kita juga diberi karunia alam yang luar biasa. Justru di situ ada ruang besar untuk memperkuat ketahanan dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujar Dwikorita dalam sambutannya di Jakarta, Senin (21/7/2025) kemarin.
Menurut Dwikorita, menghadapi bencana bukan hanya tugas pemerintah atau BMKG semata, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat.
Mulai dari instansi pemerintahan, sektor swasta, komunitas lokal, hingga individu, semuanya perlu bergerak bersama untuk membangun sistem peringatan dini yang tangguh dan responsif.
BMKG kini tidak hanya fokus pada pemantauan, tetapi juga membangun literasi publik melalui program edukasi seperti Sekolah Lapang Iklim (SLI), MOSAIC, BMKG Goes to School, serta kerja sama aktif dengan pemerintah daerah.
Untuk menjawab tantangan masa depan, BMKG meluncurkan sejumlah terobosan teknologi peringatan dini, termasuk:
1. Earthquake Early Warning System (EEWS)
Sistem peringatan dini gempa bumi berbasis countdown ini sedang diuji coba di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.
EEWS mampu memberikan peringatan 5–10 detik sebelum guncangan keras terjadi, memberi jeda waktu penting untuk evakuasi dini.
Menurut Daryono, Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG:
“Lima detik itu sangat berharga. Bisa menyelamatkan anak-anak di sekolah, pasien di rumah sakit, hingga penumpang di stasiun. Waktu singkat yang bisa mencegah banyak korban.”
2. Meteorology Early Warning System (MEWS)
Teknologi ini mampu memprediksi cuaca ekstrem hingga 10 hari ke depan, bahkan sampai ke tingkat kecamatan dan kelurahan. Akurasinya meningkat berkat integrasi data real-time dan pemodelan iklim terbaru.
3. Climate Early Warning System (CEWS)
Sistem ini fokus pada prediksi iklim jangka menengah dan panjang, yang sangat vital untuk sektor seperti pertanian, perikanan, energi, dan pengelolaan air.
Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, mengatakan:
“Dengan informasi yang akurat, petani bisa merencanakan tanam panen lebih baik, dan hasil panen pun meningkat. Ini bukti nyata bahwa teknologi iklim bisa langsung menyentuh kehidupan masyarakat.”
Uji coba dan implementasi sistem-sistem tersebut sudah menunjukkan hasil positif di beberapa wilayah Indonesia, terutama yang rawan gempa atau terdampak perubahan cuaca ekstrem.
Respons cepat dan edukasi publik membuat masyarakat lebih waspada dan tidak panik saat bencana terjadi.
Transformasi ini bukan proses instan. BMKG telah memulai langkah-langkah inovatif sejak beberapa tahun terakhir dan akan terus berlanjut hingga 2045, seiring dengan visi besar menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan tangguh terhadap bencana.
Transformasi kelembagaan BMKG tidak hanya terfokus pada digitalisasi, tetapi juga pada pembangunan ekosistem kesiapsiagaan nasional.
Semua pihak baik pemerintah, masyarakat, hingga pelaku usaha perlu bergerak bersama dan lebih cepat.
Tema HMKGN ke-78: "Peringatan Dini untuk Semua, Aksi Dini oleh Semua" menjadi seruan moral bahwa setiap orang punya peran penting dalam menghadapi ancaman iklim dan bencana.
“Transformasi BMKG bukan hanya soal teknologi, tapi bagaimana membuat semua orang bisa bertindak sebelum bencana datang. Di situlah kuncinya. Aksi dini akan menyelamatkan banyak nyawa dan memperkuat fondasi Indonesia Emas 2045,” pungkas Dwikorita.
Bencana memang tak bisa dihindari, tapi dampaknya bisa diminimalkan. Melalui aksi dini, kolaborasi, dan inovasi teknologi, Indonesia bisa membangun ketahanan yang kokoh menghadapi masa depan.
Inilah saatnya kita semua tidak hanya menjadi penonton saat bencana terjadi, tapi menjadi bagian dari solusi.
Dengan semangat gotong royong dan kesiapsiagaan, jalan menuju Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi tapi visi yang bisa diwujudkan bersama.
Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat, bagikan ke teman atau keluarga agar lebih banyak yang tahu pentingnya aksi dini dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim.