Berita Borneotribun: Sejarah Hari ini
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Mei 2025

Rabu, 14 Mei 2025

Kisah Mengharukan Ivan Dudnik, Remaja 15 Tahun yang Diselamatkan dari Auschwitz oleh Tentara Soviet

Kisah Mengharukan Ivan Dudnik, Remaja 15 Tahun yang Diselamatkan dari Auschwitz oleh Tentara Soviet
Kisah Mengharukan Ivan Dudnik, Remaja 15 Tahun yang Diselamatkan dari Auschwitz oleh Tentara Soviet.

JAKARTA - Pada tanggal 27 Januari 1945, dunia menyaksikan salah satu momen paling menyentuh dalam sejarah: seorang remaja berusia 15 tahun bernama Ivan Dudnik digendong keluar dari barak kamp konsentrasi Auschwitz oleh para pekerja bantuan Soviet. 

Momen ini menjadi simbol harapan di tengah kegelapan yang sangat kelam.

Ivan adalah satu dari ribuan korban Holocaust yang mengalami penderitaan luar biasa di kamp kematian Nazi tersebut. 

Menurut beberapa laporan, pengalaman mengerikan yang dialaminya di Auschwitz berdampak sangat dalam hingga ia dikabarkan mengalami gangguan mental setelah dibebaskan. 

Bayangkan saja, di usia yang masih sangat muda, ia harus menyaksikan kekejaman yang sulit dipercaya oleh akal sehat.

Sayangnya, tidak banyak informasi tersedia tentang kehidupan Ivan setelah peristiwa itu. Apa yang terjadi padanya setelah keluar dari kamp masih menjadi misteri bagi banyak orang. 

Namun, potret dirinya yang sedang digendong oleh penyelamat Soviet menjadi pengingat abadi tentang kekejaman Holocaust dan pentingnya kemanusiaan di tengah tragedi.

Bagi kamu yang punya informasi lebih lanjut tentang Ivan Dudnik, siapa tahu bisa membantu mengisi bagian yang hilang dari kisah hidupnya. 

Cerita seperti ini sangat penting untuk terus diangkat, agar generasi sekarang dan mendatang bisa belajar dan tidak melupakan sejarah kelam yang pernah terjadi.

Sejarah Kelam Nazi: Anak-Anak Polandia yang Diculik untuk Dijadikan “Warga Jerman”

Sejarah Kelam Nazi: Anak-Anak Polandia yang Diculik untuk Dijadikan “Warga Jerman”
Sejarah Kelam Nazi: Anak-Anak Polandia yang Diculik untuk Dijadikan “Warga Jerman”

JAKARTA - Hai sobat sejarah, pernah dengar nggak soal praktik kelam yang dilakukan oleh Nazi Jerman di masa Perang Dunia II? Salah satu kisah yang jarang dibahas tapi sangat menyayat hati adalah soal penculikan anak-anak Polandia oleh pasukan SS Nazi. 

Ini bukan kisah fiksi, tapi bagian dari sejarah kelam yang benar-benar terjadi di tahun 1942.

Anak-Anak Polandia Jadi Target Nazi

Waktu itu, pasukan SS yang merupakan unit elit dari Nazi Jerman melakukan penculikan terhadap ribuan anak-anak dari Polandia. 

Tapi mereka nggak asal culik, lho. Mereka punya tujuan tertentu: mencari anak-anak yang dianggap "rasialnya cocok" untuk dijadikan warga Jerman melalui proses yang mereka sebut “Germanisasi”.

Mereka percaya bahwa ada anak-anak dari luar Jerman terutama dari Polandia yang punya ciri fisik seperti "ras Arya", yaitu berkulit putih, berambut pirang, dan bermata biru. 

Nah, kalau anak-anak ini dianggap cocok secara "rasial", mereka bakal diambil paksa dari keluarganya dan dibesarkan sebagai orang Jerman. 

Tujuannya? Biar bisa menjadi bagian dari “Bangsa Jerman murni” versi Nazi.

Kebayang nggak sih, anak-anak kecil harus melalui pemeriksaan fisik layaknya objek uji coba? Dokter-dokter dari SS memeriksa mereka satu per satu. 

Sejarah Kelam Nazi: Anak-Anak Polandia yang Diculik untuk Dijadikan “Warga Jerman”
Sejarah Kelam Nazi: Anak-Anak Polandia yang Diculik untuk Dijadikan “Warga Jerman”

Kalau dianggap memenuhi “standar ras Arya”, mereka langsung dipindahkan ke keluarga angkat Jerman, bahkan ada yang dikirim ke pusat pelatihan Nazi.

Tapi tragisnya, kalau anak-anak ini dianggap tidak cocok secara rasial atau “gagal seleksi”, nasib mereka jauh lebih mengerikan. 

Banyak yang akhirnya dikirim ke kamp konsentrasi atau kamp pemusnahan seperti Auschwitz dan Treblinka. 

Di sana, mereka tidak hanya dipisahkan dari keluarga, tapi juga menghadapi kekejaman luar biasa, bahkan hingga kematian.

Praktik ini adalah bagian dari program Nazi yang disebut Lebensborn, yaitu proyek untuk “memperbanyak ras unggul” menurut ideologi Hitler. 

Ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana rasisme ekstrem bisa membawa kehancuran dan penderitaan yang luar biasa.

Yang lebih bikin sedih, banyak dari anak-anak yang berhasil "digermanisasi" bahkan nggak tahu kalau mereka sebenarnya berasal dari Polandia. 

Identitas mereka dihapus total, dan banyak yang tumbuh besar tanpa tahu siapa orang tua kandung mereka.

Karena ini bukan cuma sejarah, tapi juga pengingat agar kita nggak mengulang kebrutalan serupa di masa depan. 

Perlakuan kejam yang berbasis diskriminasi ras dan etnis bisa terjadi di mana saja kalau kita lengah. Makanya, penting banget untuk terus mengedukasi diri soal sejarah kelam seperti ini.

Meskipun menyakitkan, kisah anak-anak Polandia yang diculik dan dipaksa menjadi bagian dari proyek Nazi ini harus terus diceritakan. 

Biar kita semua bisa belajar, lebih peka, dan nggak pernah membiarkan hal serupa terjadi lagi di dunia ini.

Yuk, jadikan sejarah sebagai pelajaran, bukan sekadar cerita masa lalu. Bukan cuma untuk tahu, tapi juga untuk peduli dan mencegah hal serupa terjadi di masa depan. 

Jangan sampai manusia kembali lupa diri hanya karena perbedaan warna kulit atau latar belakang budaya.

Jumat, 09 April 2021

Aplikasi Realitas Virtual Hidupkan Situs Warisan Dunia

Teknologi memungkinkan para turis mengunjungi kota kuno Baalbek, salah satu situs sejarah terbesar di Lebanon di era pandemi COVID-19. (Foto: Facebook/Flyover Zone)

BorneoTribun.com -- Sebuah aplikasi realitas virtual memungkinkan para turis untuk mengunjungi kota kuno Baalbek, salah satu situs sejarah terbesar di Lebanon, meskipun pandemi telah menghentikan sebagian besar perjalanan global.

Kuil Baalbek telah hadir secara digital. Kuil itu merupakan salah satu kuil tertua yang masih berdiri dari zaman Romawi dan menarik minat turis untuk mengunjungi Lebanon.

Kini, sebuah proyek telah memindahkan kuil kuno itu ke dalam realitas virtual sehingga tempat itu dapat dijelajahi oleh siapapun dari seluruh dunia.

Institut Arkeologi Jerman bersama dengan Direktoral Jenderal Kepurbakalaan Lebanon dan perusahaan Amerika Flyover Zone, menciptakan sebuah aplikasi yang disebut “Baalbek Reborn:Temples” yang dapat membawa penggunanya mengunjungi situs itu dan sekitarnya.

Koordinator proyek tersebut, Henning Burwitz dari Institut Arkelogi Jerman mengatakan, "Ini merupakan tempat yang sangat penting dan menarik. Dan di antara kuil-kuil yang paling terawat baik yang dapat Anda temukan di situs itu adalah Kuil Bacchus. Jadi ini adalah tempat yang jangan Anda lewatkan. "

Kuil yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO itu dibangun selama dua abad lebih, yang dimulai sejak abad pertama Sebelum Masehi. Beberapa bangunan lainnya tidak pernah selesai dibangun.

Kuil Jupiter dan Bacchus di Baalek telah menjadi saksi sejarah selama dua ribu tahun. Aplikasi ini menggunakan gambar-gambar 3 dimensi (3D) termasuk pemandangan panorama situs itu. Selain itu, aplikasi itu juga dilengkapi dengan tur audio. Pengguna aplikasi dapat mengunjungi dan menjelajahi 38 lokasi di kuil itu.

Pemilik Flyover Zone, Bernard Frischer bersama CEO Nathanael Tavares. (Facebook/Flyover Zone)

Bernard Frischer adalah pemilik Flyover Zone, perusahaan yang mengembangkan aplikasi itu. Ia menggunakan cetak biru arkeologi dari Institut Arkeologi Jerman, yang telah bekerja di situs itu selama 20 tahun terakhir.

"Ini memberi banyak keuntungan karena lebih mendalam dan interaktif. Ini membuatnya lebih terlihat seperti nyata dan memberi kesan seperti hadir langsung di sana bagi penggunanya," jelasnya.

Flyover Zone juga mengembangkan aplikasi realitas virtual bagi banyak situs bersejarah lainnya, termasuk kota Romawi kuno.

Dengan pandemi yang memasuki tahun kedua, Lebanon mengalami krisis ekonomi besar-besaran dan pariwisata ke Lebanon sangat terpukul. Ini memberi ruang bagi aplikasi semacam ini untuk mengajak orang mengunjungi situs itu.

Menjelajah masa kejayaan Romawi Kuno dengan teknologi teletour yang dikembangkan oleh Flyover Zone. (Facebook/FlyoverZone).

Frischer mengatakan, realitas virtual semakin berkembang pada masa pandemi karena orang-orang dapat bepergian jauh tanpa harus meninggalkan rumah mereka.

"Kita telah memiliki teknologi ini sejak lama, namun kita tidak benar-benar menggunakannya. Bahkan jika perangkatnya gratis dan tersedia, kita tidak melakukannya," komentarnya.

"COVID-19 membuat kita terdorong untuk menggunakan dan mencoba perangkat ini. Saya kira, sama saja halnya dengan berwisata secara virtual. Dan bahkan setelah COVID-19 selesai, pariwisata virtual akan tetap bermanfaat," lanjut Frischer.

Dengan perjalanan global yang masih terbatas, realitas virtual mungkin akan menjadi hal yang terbaik saat ini. [lj/uh]

Oleh: VOA