Stok Lama, Minyak Goreng di Kios Masih ada seharga Rp20ribu/kg | Borneotribun.com -->

Kamis, 03 Februari 2022

Stok Lama, Minyak Goreng di Kios Masih ada seharga Rp20ribu/kg

Stok Lama, Minyak Goreng di Kios Masih ada seharga Rp20ribu/kg
(Ilustrasi). Stok Lama, Minyak Goreng di Kios Masih ada seharga Rp20ribu/kg.

BorneoTribun Jakarta - Pengamat ekonomi dari Lembaga Aksi Ekonomi dan Strategis Indonesia, Ronny P. Sasmita, menilai intervensi ekonomi pemerintah cenderung tidak efektif dan dalam beberapa kesempatan kontraproduktif, salah satunya soal minyak goreng.

Dia menjelaskan, saat harga minyak goreng naik tajam, pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan harga Rp. 14.000 per kg minyak goreng. 

Akibatnya, minyak goreng di minimarket hanya tinggal banderol harga, sedangkan barangnya tidak tersedia.

Ibu rumah tangga yang biasa berbelanja di kios sekitar rumahnya masih mendapatkan harga Rp 20.000 per kilo karena stok lama yang dibeli pemilik kios harganya di atas Rp 14.000, kata Ronny, Kamis (3/2/2022).

Keterbatasan stok yang disediakan di tempat-tempat perbelanjaan dengan gerai terbatas membuat intervensi pemerintah tidak dinikmati oleh masyarakat luas.

“Bahkan jika pemerintah mau, pemerintah bisa memperlakukannya seperti operasi pasar beras biasa dengan Bulog sebagai ujung tombak melakukan operasi pasar di sekitar pasar tradisional, yang kemudian memaksa penjual menurunkan harga,” sarannya.

Namun, seperti halnya harga tes PCR yang seharusnya ditekan pemerintah melalui layanan tes PCR di semua rumah sakit pemerintah, minyak goreng juga sama. Harga turun tapi stok terbatas, sehingga masyarakat tidak menikmati intervensi ekonomi pemerintah.

Dari pengalaman intervensi pemerintah, jelas pemerintah belum siap sehingga tidak diperhitungkan secara jelas.

Lebih lanjut, Ronny menilai, Pemerintah tampaknya cenderung menyelamatkan muka, terlepas dari hasilnya dan mungkin terlepas dari apakah masyarakat menikmatinya atau tidak.

Dengan demikian, intervensi tersebut menggambarkan bahwa pemerintah seolah-olah tidak memprioritaskan pengelolaan ekosistem ekonomi nasional yang didukung oleh kelembagaan yang baik.

“Jadi mereka bereaksi sepihak dan reaktif tanpa dukungan kapasitas sistemik kelembagaan yang mapan,” pungkas Ronny.

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar