![]() |
Peta fungsi lahan daerah Tamambaloh (data dari Sangga Bumi Lestari) |
KAPUAS HULU - Pada tanggal 15 Mei 2025, dilakukan sebuah sosialisasi tingkat kecamatan oleh PT Ichiko Agro Lestari di Kecamatan Embaloh Hulu.
Sosialisasi ini berkaitan dengan rancangan perusahaan tersebut membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Temenggung Tamambaloh, Vincentius Lantando yang diundang ke sosialisasi tersebut mengatakan bahwa paparan yang dilakukan tidak terasa seperti hanya sebuah sosialisasi, tetapi sebuah rencana sepihak yang sudah siap dijalankan.
Kekhawatiran temenggung itu tidak tanpa dasar karena pada hari-hari selanjutnya PT Ichiko Agro Lestari gencar melakukan sosialisasi di tingkat desa.
PT Ichiko Agro Lestari menargetkan lima desa sebagai fase pertama dari ekspansinya: Pulau Manak, Banua Martinus, Banua Ujung, Saujung Giling Manik, dan Ulak Pauk.
Saujung Giling Manik dan Banua Ujung telah menolak rancangan lebih lanjut dari perusahaannya, Banua Martinus menunggu hasil ‘Kombong Banua’, tetapi Pulau Manak dan Ulak Pauk saat ini masih berpecah pendirian.
Pada tanggal 16 Mei, PT Ichiko Agro Lestari melakukan sosialisasi di tingkat desa di Pulau Manak.
Desa tersebut terbelah antara pihak yang setuju akan ekspansi kelapa sawit dan pihak yang menolak.
Pihak yang menolak menekankan pentingnya hutan untuk keberlangsungan hidup warga setempat, sementara pihak yang setuju menyatakan “sediakan alternatif lapangan kerja, baru kami juga tolak!” Sifat dari keputusan ini serta begitu banyak detail-detail lainnya masih belum dapat dipastikan, tetapi lajunya lini masa PT Ichiko Agro Lestari serta cakupan rancangannya sangat mengkhawatirkan.
PT Ichiko Agro Lestari lanjut melakukan sosialisasi di tingkat desa 17 Mei di Desa Banua Martinus dan 18 Mei di Banua Ujung ditolak oleh masyarakat setempat karena sedang dalam proses pengajuan Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA).
Rencana untuk melakukan sosialisasi di Desa Saujung Giling Manik pada tanggal 19 Mei pun turut ditolak oleh masyarakat yang tegas bersikap menolak sosialisasi dan kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka.
Saat ini, Desa Saujung Giling Manik, sama seperti Banua Ujung, sedang berada dalam proses pengajuan PPMHA.
Sosialisasi di Desa Ulak Pauk dijadwalkan pada 20 Mei, tetapi ditunda dengan alasan yang tidak jelas dari pihak perusahaan.
Jadwal sosialisasi ini tertuang dalam undangan yang disampaikan ke Kepala Desa di lima desa. Sejauh ini belum terdapat informasi lanjutan terkait sosialisasi lebih lanjut di Ulak Pauk.
Secara umum, keterbatasan informasi dan transparansi dari pihak perusahaan terkait rancangannya serta proses di baliknya merupakan salah satu kekhawatiran terbesar saat ini.
Cakupan fase pertama ini membentang seluas hampir keseluruhan daerah aliran sungai Tamambaloh.
Claudia Liberani, salah satu tokoh pemuda dari Saujung Giling Manik, mengatakan bahwa sungai ini adalah satu-satunya sumber air bersih bagi mereka.
Di daerah ini, tidak ada bukit-bukit yang mengalir sehingga tidak ada alternatif lain.
Salah satu kekhawatirannya adalah jika bahkan hanya salah satu dari desa yang menjadi target ekspansi kelapa sawit menerima rancangan tersebut, dampak ekologisnya akan terasa oleh semuanya yang bergantung kepada sungai ini.
Kekhawatiran lainnya adalah bagaimana sosialisasi tidak hanya dilakukan untuk desa-desa yang termasuk di dalam fase pertama dari ekspansi PT Ichiko Agro Lestari, tetapi juga untuk desa-desa yang membatasinya.
Sosialisasi telah dilakukan di Desa Menua Sadap pada malam hari di tanggal 16 dan sepertinya, dalam waktu mendatang, seluruh ketemenggungan Iban Jalai Lintang, yang di dalamnya termasuk Sungai Utik, pun akan memperoleh sosialisasi.
Hal ini dilakukan walaupun desa-desa ini tidak terdaftar di dalam undangan resmi perusahaan.
Merespon keresahan yang dirasakan masyarakat dengan maraknya proses sosialisasi perusahaan, masyarakat Tamambaloh menginisiasikan sebuah ‘Kombong Banua’, sebuah pertemuan tingkat ketemenggungan yang bertujuan untuk mendengarkan pendapat dari tiap-tiap kampung Tamambaloh pada tanggal 20 Mei.
Kombong Banua ini dihadiri oleh Ketua Adat, pemerintah Kecamatan, pemerintah Desa, perwakilan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda dari kelima kampung yang menjadi target ekspansi PT Ichiko Agro Lestari.
Keputusan yang dicapai di dalam Kombong Banua tersebut dituangkan ke dalam sebuah
pernyataan sikap yang berbunyi sebagai berikut:
1. Menolak kehadiran Perusahaan dalam bentuk korporasi di wilayah Ketemenggungan Tamambaloh (perusahaan Perkebunan kelapa sawit).
2. Mendorong agar Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, Ketua DAD Kapuas Hulu, Ketua DPRD Kapuas Hulu, dan Bupati Kapuas Hulu mendorong percepatan penyelesaian PPMHA (Perlindungan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat) dan pengajuan Hutan Adat di wilayah Tamambaloh.
“Untuk keputusan ini, kami menegaskan kepada yang hadir, yang belum hadir, dan yang mungkin juga tidak ingin hadir, bahwa kami menolaknya dengan bahasa yang sopan santun dan dengan pemikiran yang sangat jernih,” Baki Suhardiono di Kombong Manua menyatakan dengan jelas sikap yang diambil oleh masyarakat-masyarakat Tamambaloh.
Walaupun begitu, belum terdapat tanggapan dari PT Ichiko Agro Lestari. Apakah proses sosialisasi akan terus dilakukan oleh PT Ichiko Agro Lestari kepada desa-desa di sepanjang Sungai Embaloh dan sekitarnya? Fakta bahwa sosialisasi tersebut dilakukan di luar dari cakupan fase pertama yang dijanjikan perusahaan sepertinya tidak menjadi faktor di dalam pembuatan keputusan PT Ichiko Agro Lestari.
Sampai pada saat press release ini diterbitkan belum diketahui secara detail rancangan perkebunan kelapa sawit yang akan dibuka oleh PT Ichiko Agro Lestari beserta dengan legalitasnya.
Transparansi dari pihak perusahaan, keterbatasan informasi mengenai rancangannya, dan proses sosialisasi yang menimbulkan keresahan serta perpecahan merupakan sekian dari banyaknya keresahan yang dialami masyarakat-masyarakat Tamambaloh dengan hadirnya PT Ichiko Agro Lestari.
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS