Pontianak - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyatakan kesiapan mengantisipasi kenaikan harga beras sebagai bagian dari langkah menjaga stabilitas harga pangan dan daya beli masyarakat.
"Langkah ini sejalan dengan arahan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Mingguan Tahun 2025 yang digelar secara virtual oleh Kementerian Dalam Negeri," kata Sekretaris Daerah Provinsi Kalbar, Harisson, di Pontianak, Kamis.
Dia menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan intensif terhadap komoditas strategis, termasuk beras dan minyak goreng bersubsidi MinyaKita.
"Pemprov Kalbar terus memantau harga-harga kebutuhan pokok agar tetap stabil, khususnya menghadapi potensi gejolak di pertengahan tahun," tuturnya.
Dalam rakor tersebut, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa meskipun harga beras di sebagian besar wilayah masih dalam batas Harga Eceran Tertinggi (HET), tren kenaikannya harus diantisipasi sejak dini. Ia menyebut beras dan minyak goreng sebagai dua komoditas utama yang paling berdampak langsung terhadap masyarakat.
"Jangan sampai kelengahan di satu sisi membuat harga melonjak di lapangan. Kita perlu cegah lebih awal,” kata Bima Arya.
Sementara itu, Deputi Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menyampaikan bahwa pada Mei 2025 terjadi deflasi sebesar 0,37 persen secara nasional. Namun, beberapa komoditas seperti tomat, tarif pulsa, dan tarif angkutan udara tetap mengalami inflasi.
Pada minggu pertama Juni, sebanyak 12 provinsi mencatat kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH), sedangkan 25 provinsi mengalami penurunan, dan satu provinsi stabil. Beras dan daging ayam ras menjadi penyumbang utama kenaikan IPH tersebut.
Menanggapi hal itu, Pemprov Kalbar menegaskan pentingnya koordinasi lintas sektor, baik dengan instansi vertikal, kabupaten/kota, maupun pelaku distribusi logistik, untuk menjaga kelancaran pasokan dan keterjangkauan harga.
“Kami akan terus memperkuat sinergi agar masyarakat Kalbar tidak terdampak secara signifikan oleh fluktuasi harga pangan,” pungkas Harisson.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS