MotoGP Sekarang Kurang Greget? Bisa Jadi Ini Biang Keladinya | Borneotribun.com

Minggu, 20 Juli 2025

MotoGP Sekarang Kurang Greget? Bisa Jadi Ini Biang Keladinya

MotoGP Sekarang Kurang Greget? Bisa Jadi Ini Biang Keladinya
MotoGP Sekarang Kurang Greget? Bisa Jadi Ini Biang Keladinya.

JAKARTA - Belakangan ini, banyak penggemar MotoGP merasa bahwa balapan di lintasan mulai kehilangan tensinya. Aksi salip-menyalip yang bikin deg-degan, seperti yang pernah terjadi di GP Belanda 2018 dengan lebih dari 150 overtake, kini terasa hambar. Kenapa? Salah satunya karena pengembangan motor terlalu fokus pada aerodinamika dan perangkat ride height demi mengejar performa maksimal.

Sayangnya, usaha tim-tim besar untuk bermain di batas regulasi justru berdampak buruk bagi kualitas tontonan. Alih-alih persaingan sengit, yang terjadi justru parade motor yang sulit menyalip karena turbulensi dari motor di depan contohnya di Assen, di mana Marc Marquez tampil dominan, tapi lawan-lawannya kesulitan mengejar karena "angin kotor" dari Ducati.

Masalah Serius di Tekanan Ban Depan

Salah satu masalah besar dari peningkatan downforce motor modern adalah beban ekstrem pada ban depan. Setelah ada celah aturan di musim 2022 soal tekanan ban yang dimanfaatkan tim, Michelin langsung bergerak. Mereka mendorong regulasi baru demi keselamatan.

Hasilnya? Aturan tekanan ban minimum mulai diterapkan pada musim 2023, dengan alat TPMS (Tyre Pressure Monitoring System) yang memungkinkan pengawasan tekanan secara akurat. Tapi justru sejak aturan ini dijalankan, drama demi drama bermunculan.

Awalnya, batas tekanan minimum untuk ban depan adalah 1.88 bar angka yang dianggap terlalu tinggi karena berisiko bikin ban membengkak dan meningkatkan kemungkinan crash. Pada 2024, batas ini diturunkan jadi 1.8 bar. Namun, pembalap harus menjaga tekanan ini selama 60% durasi balapan penuh dan 30% di sprint race. Jika melanggar? Siap-siap dapat penalti: 8 detik di sprint dan 16 detik di balapan utama.

Tekanan Ban yang Bikin Hasil Balapan Jadi Tidak Sah

Masalahnya, tekanan ban harus ditentukan sebelum start alias berdasarkan prediksi. Kalau start dari posisi depan, wajar tekanan ditetapkan tinggi karena motor bakal banyak menghirup udara bersih. Tapi kalau start di tengah kerumunan? Tekanan harus diturunkan karena akan terpapar angin kotor dari motor di depan.

Sayangnya, skenario di lintasan sering kali berbeda jauh dari prediksi.

Contohnya, Fabio Quartararo di GP Spanyol 2024. Ia start dari posisi ke-23, lalu secara ajaib bisa naik podium ketiga dalam sprint race penuh kekacauan karena lintasan licin. Tapi setelah menerima medali, hasilnya dibatalkan karena tekanan ban depannya terlalu rendah terlalu lama. Padahal, Yamaha tak bisa memprediksi akan ada sembilan pembalap jatuh di depannya!

Hal serupa terjadi di Qatar, saat Maverick Vinales tampil mengejutkan dan memimpin balapan. Timnya tak menyangka hal ini dan ban depannya tak siap. Vinales bahkan sempat mencoba "membiarkan" Marquez menyalip agar bisa memanfaatkan angin kotor untuk menaikkan tekanan. Tapi usaha itu gagal, dan ia harus menerima penalti 16 detik yang menghapus posisi keduanya.

Marquez Pakai Strategi “Drama” untuk Hindari Penalti

Marc Marquez juga sempat memakai taktik serupa di Thailand dan Brno sengaja membiarkan Pedro Acosta memimpin sprint race demi menjaga tekanan ban dalam batas aman. Siasat ini sukses, dan Marquez menang. Tapi tetap saja, strategi seperti ini malah mengurangi nilai sportivitas dan keseruan balapan.

Pecco Bagnaia pun pernah alami nasib sial. Sensor elektronik Ducati-nya salah baca tekanan, bikin dia mengira ban bermasalah. Hasilnya? Ia mengorbankan podium dan finis di posisi tujuh.

Siapa yang Harus Disalahkan?

Mudah untuk menyalahkan Michelin. Tapi sebagai pemasok ban tunggal, mereka tentu tidak ingin produknya meledak di tengah balapan yang disaksikan jutaan pasang mata. Mereka sebenarnya sudah merancang ban depan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan regulasi baru. Sayangnya, kurangnya waktu uji coba dari tim membuat proyek ini ditunda dari 2025 ke 2026 dan akhirnya dibatalkan.

Michelin sendiri akan hengkang dari MotoGP di akhir 2026, digantikan oleh Pirelli. Dan keputusan membatalkan proyek ban depan baru ini dilakukan setelah berdiskusi dengan Dorna dan para pabrikan.

Akankah Ada Solusi Sebelum 2027?

Sepertinya belum. Sampai musim 2026 berakhir, MotoGP masih harus hidup di bawah bayang-bayang aturan tekanan ban yang rumit ini. Untungnya, gelar juara dunia 2024 tidak terlalu dipengaruhi aturan ini, berbeda dengan 2023, saat Bagnaia dan Jorge Martin nyaris kena penalti di seri penutup.

Padahal, kalau mau, aturan ini bisa lebih fleksibel. Misalnya, diberlakukan hanya di kondisi kering dan bukan di trek yang baru dilapisi ulang seperti Brno tahun ini. Karena data minim soal aspal baru, Ducati salah prediksi tekanan ban dan sempat bermasalah meski Marquez berhasil menstabilkan tekanannya setelah satu lap mengikuti Acosta.

Balapan MotoGP seharusnya menjadi ajang adu strategi dan nyali, bukan sekadar menghindari penalti teknis. Sayangnya, semua pihak dari Dorna, tim, hingga pabrikan belum menunjukkan komitmen kuat untuk menuntaskan masalah ini.

Formula 1 sudah lama mencontohkan bagaimana caranya uji ban dilakukan dengan efisien melalui sesi latihan tambahan. MotoGP bisa meniru ini. Tapi sampai itu terjadi, kita hanya bisa berharap agar aturan tekanan ban tak lagi menodai hasil balapan yang seharusnya dramatis.

Liberty Media, sebagai pemilik baru MotoGP, tentu tak ingin reputasi kompetisi ini tercoreng hanya karena aturan yang merusak keseruan. Saat penonton ingin melihat pertarungan sengit dan penuh aksi, yang muncul justru perdebatan soal sensor dan bar tekanan.

Semoga ke depan, yang dibicarakan lagi adalah aksi salip-menyalip menegangkan bukan soal siapa yang kena penalti delapan atau enam belas detik karena tekanan ban yang tak terduga.

Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Tombol Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.