![]() |
Situasi Konflik Militer Thailand-Kamboja Memanas di Perbatasan: Ribuan Warga Dievakuasi, Tentara Thailand Serukan Perdamaian. |
DUNIA - Perbatasan Thailand dan Kamboja kembali menjadi sorotan dunia internasional. Pada 25 Juli 2025, konflik militer antara kedua negara memuncak, memaksa ribuan warga sipil Thailand untuk mengungsi demi keselamatan.
Tentara Kerajaan Thailand dari Wilayah Angkatan Darat ke-2 melaporkan perkembangan terbaru dari garis depan dan menyerukan Kamboja untuk menghentikan tindakan agresif serta kembali ke jalur diplomasi.
![]() |
Situasi Konflik Militer Thailand-Kamboja Memanas di Perbatasan: Ribuan Warga Dievakuasi, Tentara Thailand Serukan Perdamaian. |
Apa yang Sebenarnya Terjadi di Perbatasan Thailand-Kamboja?
Konflik yang terjadi di perbatasan Thailand-Kamboja bukanlah hal baru, namun kali ini eskalasinya lebih serius. Pada Jumat sore, 25 Juli 2025 pukul 16.00 waktu setempat, pihak militer Thailand—melalui Pusat Operasi Wilayah Angkatan Darat ke-2—mengeluarkan pernyataan resmi terkait situasi pertempuran yang berlangsung di berbagai titik perbatasan kedua negara.
Menurut laporan resmi tersebut, Kamboja diduga mencoba menduduki wilayah milik Thailand. Upaya ini bahkan disebut-sebut akan dibawa ke Mahkamah Internasional oleh pihak Kamboja. Namun, militer Thailand mendesak agar Kamboja menghentikan aksi sepihak tersebut dan segera kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan perselisihan secara damai.
Kronologi Ketegangan: Serangan Terjadi Sejak Pagi Hari
Ketegangan meningkat sejak pagi hari, tepatnya pukul 08.30. Menurut laporan, pasukan Kamboja memulai serangan dengan mengerahkan infanteri, tank, dan senjata jarak jauh untuk mendekati dan menyerang posisi militer Thailand. Tujuannya adalah menekan dan memaksa pasukan Thailand mundur.
Beberapa titik yang menjadi pusat pertempuran di antaranya:
-
Sam Tae dan Chong Ta Thao
-
Prasat Ta Muen dan Chong Bok
-
Chong Anma dan Cham Tae
-
Wat Kaeo di daerah Phra Wihan
-
Phu Makhuea
-
Chong Chom dan Prasat Ta Kwai
-
Prasat Ta Muen Thom
Serangan tidak hanya bersifat sepihak. Militer Thailand melakukan perlawanan dengan meluncurkan serangan balasan menggunakan artileri berat dan sistem peluncur roket BM-21. Di beberapa daerah seperti Prasat Ta Kwai dan Prasat Ta Muen Thom, pasukan Thailand bahkan harus mengubah strategi pertahanan karena adanya peningkatan jumlah pasukan musuh yang signifikan.
Evakuasi Massal: Lebih dari 63 Ribu Warga Sipil Mengungsi
Salah satu dampak terbesar dari konflik ini adalah evakuasi besar-besaran warga sipil. Wilayah-wilayah di dekat perbatasan menjadi terlalu berbahaya untuk ditinggali karena rentetan tembakan artileri dan potensi pertempuran lanjutan.
Berikut data jumlah pengungsi berdasarkan provinsi:
-
Provinsi Buriram: 4.813 orang dievakuasi ke lokasi aman
-
Provinsi Surin: 21.646 warga dievakuasi ke 20 titik pengungsian
-
Provinsi Sisaket: 26.511 orang dievakuasi dari 43 titik
-
Provinsi Ubon Ratchathani: 10.476 orang dari 67 titik
Total ada 63.446 warga sipil yang telah dipindahkan dari zona konflik ke tempat penampungan yang lebih aman.
Dampak Langsung di Wilayah Sipil: Rumah Hancur, Warga Ketakutan
Meskipun belum ada laporan korban jiwa hingga saat ini, sejumlah wilayah sipil mengalami kerusakan akibat jatuhnya peluru artileri. Beberapa wilayah yang terdampak antara lain:
-
Tambon Ta Miang, Bak Dai, dan Chik Daek di Distrik Phanom Dong Rak, Surin
-
Tambon Si Wichian di Distrik Nam Yuen, Ubon Ratchathani – 4 rumah rusak
-
Tambon Rung, Mueang, dan Nong Ya Lat di Distrik Kantharalak, Sisaket
Warga di daerah ini mengaku ketakutan dengan dentuman senjata yang terus terdengar sepanjang hari. Banyak dari mereka yang meninggalkan rumah tanpa sempat membawa harta benda.
Peran Relawan dan Dapur Umum: Solidaritas Kemanusiaan di Tengah Konflik
Dalam situasi genting ini, solidaritas masyarakat dan pemerintah setempat menjadi pilar penting. Lebih dari 3.200 relawan dikerahkan ke empat provinsi utama yang terdampak konflik. Para relawan membantu mengevakuasi warga, menyiapkan tempat penampungan, memindahkan barang-barang penting, serta memberikan informasi yang akurat kepada publik.
Selain itu, dapur umum atau “Dapur Kerajaan” didirikan di beberapa lokasi strategis:
-
Buriram: Stadion Chang Arena
-
Surin: Kampus Isan Universitas Teknologi Rajamangala, Universitas Rajabhat Surin, dan Kantor Administratif Kecamatan Chuepleng
-
Sisaket: Sekolah Teknik Kantharalak dan Sekolah Trakat Pracha Samakkhi
-
Ubon Ratchathani: Kantor Distrik Det Udom
Dapur-dapur ini menyediakan makanan gratis, air bersih, serta kebutuhan dasar lainnya bagi para pengungsi.
Pernyataan Resmi Militer Thailand: Kami Tidak Menyerang, Kami Membela
Dalam pernyataannya, Wilayah Angkatan Darat ke-2 menegaskan bahwa pihak Thailand tidak pernah memulai konflik. Mereka menyebut bahwa tindakan militer yang dilakukan adalah bentuk pembelaan atas kedaulatan negara dari invasi Kamboja.
Thailand juga menolak klaim Kamboja bahwa negara gajah putih itu telah melanggar batas wilayah. Mereka menuding Kamboja justru yang berusaha mengambil alih wilayah Thailand secara sepihak dengan mengajukan sengketa ke Mahkamah Internasional.
Pihak militer Thailand menyerukan agar Kamboja menghentikan segala bentuk provokasi dan agresi, serta kembali ke jalur diplomatik sebagai sesama negara ASEAN yang bertetangga.
Situasi di perbatasan Thailand-Kamboja masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Namun, harapan tetap ada. Pemerintah dan masyarakat internasional mendorong agar kedua negara menahan diri dan menyelesaikan sengketa secara damai melalui forum regional seperti ASEAN atau jalur diplomatik bilateral.
Keamanan kawasan Asia Tenggara sangat bergantung pada stabilitas kedua negara ini. Jika konflik ini tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin akan berdampak pada ekonomi, perdagangan lintas batas, hingga hubungan politik di kawasan.
Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News