Berita Borneotribun.com: Kesehatan Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Juli 2024

Kebiasaan Bertukar Pakaian dan Bercocok Tanam Dapat Meningkatkan Risiko Penyakit Kurap

Kebiasaan Bertukar Pakaian dan Bercocok Tanam Dapat Meningkatkan Risiko Penyakit Kurap
Kebiasaan Bertukar Pakaian dan Bercocok Tanam Dapat Meningkatkan Risiko Penyakit Kurap (Gambar ilustrasi)
JAKARTA – Dalam sebuah diskusi daring di Jakarta pada Rabu, Dr. dr. Eliza Miranda, SpDVE, Subsp. D.T, spesialis dermatologi, venereologi, dan estetika dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, mengungkapkan bahwa kebiasaan bertukar pakaian dan aktivitas bercocok tanam dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit kurap. 

Penularan dari Berbagai Sumber

Dr. Eliza menjelaskan bahwa sumber penularan kurap bisa berasal dari berbagai benda dan lingkungan. "Semua bisa tertular kalau ada sumber penularannya. Sumbernya itu bisa macam-macam, bisa dari sprei, handuk, hewan peliharaan yang berbulu bahkan tanah," ujarnya. 

Kebiasaan berganti-ganti pakaian dengan orang lain, termasuk handuk, celana, hingga kerudung, dapat menyebabkan infeksi jamur pada kulit. Penularan juga dapat terjadi di lingkungan keluarga, teman bermain, maupun di kantor. Infeksi ini biasanya tumbuh di lapisan kulit atau di area-area yang memiliki lipatan kulit, seperti selangkangan.

Kurap pada Rambut dan Kebiasaan Bercocok Tanam

Kurap juga dapat tumbuh di sekitar rambut, menyebabkan area tersebut menjadi bersisik. Selain itu, penggunaan sisir secara bersama-sama juga dapat menjadi salah satu penyebab penularan. "Nanti itu di kepala dia jadi botak rambutnya, di area setempat ya, kalau jilbab atau sisir pasien tadi dipakai adik atau kakaknya, itu bisa menular," jelas Dr. Eliza.

Aktivitas bercocok tanam juga tidak luput dari risiko penularan infeksi jamur. Individu yang gemar bercocok tanam tanpa memakai sarung tangan atau berjalan kaki di tanah tanpa alas kaki berisiko terkena kurap. Jamur dapat menempel pada kulit atau kuku, dan akhirnya menyebar melalui benda-benda yang disentuh oleh penderita.

Infeksi Jamur Dermatofita

Kurap adalah jenis infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dermatofita. Infeksi ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia, dan biasanya terjadi di tiga bagian tubuh yakni kulit, kuku, dan rambut. Penularannya dapat terjadi dari manusia ke manusia, hewan ke manusia, atau tanah ke manusia.

Pengobatan dan Pencegahan

Dr. Eliza menyarankan masyarakat untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter di fasilitas kesehatan terdekat apabila terjadi penularan infeksi. "Kurap itu bisa diobati, maka dari itu segera periksakan diri ke dokter umum atau spesialis dermatologi, venereologi, dan estetika," ujarnya.

Selain pengobatan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga sangat penting untuk mencegah penyebaran jamur. Beberapa cara yang dianjurkan adalah mandi menggunakan air mengalir dan sabun, tidak bertukar pakaian, serta memakai alas kaki di luar ruangan. 

"Justru kadang ada gatal, ada luka, kita sayang-sayang atau takut kena air. Itu salah, kecuali kalau ada jahitan yang benangnya belum diangkat itu jangan sampai kena air. Tapi kalau ada lesi kulit atau luka itu tetap harus kena air dan sabun," kata Dr. Eliza.

Dengan memahami sumber penularan dan cara pencegahannya, masyarakat dapat lebih waspada terhadap infeksi kurap dan menjaga kesehatan kulit mereka.

Senin, 22 Juli 2024

Waspadai Gejala Diabetes pada Anak: Pentingnya Deteksi Dini dan Edukasi

Waspadai Gejala Diabetes pada Anak: Pentingnya Deteksi Dini dan Edukasi. (Gambar ilustrasi)
Waspadai Gejala Diabetes pada Anak: Pentingnya Deteksi Dini dan Edukasi. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Dokter anak sekaligus Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menekankan pentingnya bagi orang tua untuk memahami gejala diabetes pada anak. Ia menjelaskan, diabetes memiliki gejala yang dikenal dengan trias diabetes: polidipsi (sering minum), poliuri (sering kencing), dan polifagi (sering lapar). 

“Sangat penting orang tua mengetahui gejala diabetes pada anak dengan memahami trias diabetes yaitu polidipsi, poliuri, polifage. Gejala diabetes tipe 1 dan tipe 2 sebenarnya sama, anaknya sering minum, sering kencing, dan sering lapar terus, jadi mesti waspada pada anak-anak yang dia minumnya banyak, kencingnya banyak, laper terus apalagi minumnya ingin yang manis terus ini gejala diabetes,” kata Piprim pada Minggu (21/7/2024).

Dr. Piprim juga mengungkapkan bahwa sebanyak 75 dari 100 orang, baik anak-anak maupun dewasa, tidak sadar bahwa mereka terkena diabetes. Kurangnya edukasi mengenai diabetes pada anak menyebabkan mereka datang berobat dalam kondisi yang sudah parah atau bahkan dalam fase koma.

“Mengidentifikasi tiga gejala diabetes sejak dini sangat penting agar orang tua bisa segera membawa anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat,” ujarnya.

Dokter lulusan Universitas Indonesia ini menekankan pentingnya skrining yang tepat untuk memastikan pemberian obat yang sesuai dengan kondisi medis anak. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan melihat kadar C-peptide untuk mengecek produksi insulin. Pada anak dengan diabetes tipe 1, kadar C-peptide menunjukkan negatif insulin, yang berarti mereka membutuhkan suntikan insulin. Sebaliknya, pada anak dengan diabetes tipe 2, kadar C-peptide menunjukkan positif insulin, tetapi mereka perlu mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.

“Sangat penting skrining awal karena nanti pengobatannya berbeda. Kalau ada yang terkena diabetes gula darah tinggi, dia harus segera pastikan tipe 1 atau tipe 2, karena tatalaksananya jauh berbeda. Kalau tipe 1 mutlak harus diberikan insulin bahkan seumur hidup,” tambah Piprim.

Diabetes tipe 1 pada anak sering kali baru terdeteksi setelah mereka berusia 10 tahun atau saat memasuki usia sekolah. Deteksi awal dapat dilakukan melalui pemeriksaan kesehatan rutin yang meliputi pengecekan gula darah, meskipun hal ini masih jarang dilakukan.

Piprim juga mengingatkan bahwa medical check-up penting untuk memantau berbagai penyakit, terutama jika orang tua mencurigai adanya sesuatu yang tidak biasa pada anak. Beberapa kondisi yang disarankan untuk melakukan medical check-up adalah jika anak sangat kurus, lebih pendek dibandingkan teman seusianya, atau sering sesak dan kurang aktif.

“Kalau orang tua mau periksa laboratorium medical check-up biasa boleh-boleh saja, tapi disarankan ke dokter dulu biar lebih terarah mau cari apa, curiga apa, karena kalau cek semua mahal, jadi lebih terarah dengan keluhan khas untuk anak tersebut,” jelas Piprim.

Namun, jika anak tidak menunjukkan keluhan yang berbeda, tumbuh kembang anak dapat dipantau secara mandiri melalui buku KIA atau aplikasi Primaku dari IDAI. Pertumbuhan anak yang baik dapat dipantau melalui penambahan berat badan dan tinggi badan, serta perkembangan kecerdasan dan kemampuan anak. Selama tumbuh kembangnya sesuai dengan milestone, Piprim mengatakan bahwa medical check-up tidak terlalu diperlukan.

Minggu, 21 Juli 2024

Masyarakat Perlu Pahami Fase Klinis Demam Berdarah Dengue untuk Selamatkan Nyawa Pasien

Masyarakat Perlu Pahami Fase Klinis Demam Berdarah Dengue untuk Selamatkan Nyawa Pasien
Masyarakat Perlu Pahami Fase Klinis Demam Berdarah Dengue untuk Selamatkan Nyawa Pasien. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Dokter spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropik infeksi dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta, dr. Soroy Lardo, Sp.PD, KPTI, FINASIM, menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap fase perjalanan klinis penyakit demam berdarah dengue (DBD). 

Pemahaman ini, menurutnya, dapat mencegah perubahan imunitas yang berakibat fatal dan menyelamatkan nyawa pasien.

"Demam berdarah ini paling penting memahami fase perjalanan klinisnya, ada tiga fase, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase recovery. Jadi masyarakat memahami kapan dia bisa kelola di rumah dan kapan harus dibawa berobat," ujar dr. Soroy dalam wawancara tatap muka di Jakarta, Selasa.


**Pentingnya Memahami Tiga Fase Klinis DBD**

Dr. Soroy menjelaskan bahwa memahami tiga fase klinis DBD sangat penting agar orang tua tidak terlambat membawa anaknya berobat ke rumah sakit, sehingga dapat menurunkan angka kematian yang seringkali diakibatkan kurangnya pemahaman tentang DBD.

Pada fase pertama, pasien mengalami demam selama satu hingga tiga hari, dengan kadar virus dalam darah yang cukup tinggi. Virus tersebut mengeluarkan zat ositokin yang mengaktivasi proses yang menyebabkan demam.

"Pada fase ini, metabolisme tubuh meningkat sehingga kebutuhan cairan menjadi sangat tinggi, sehingga hidrasi sangat diperlukan serta pemberian obat penurun demam," jelasnya.

Memasuki fase keempat dan kelima, pasien berada pada fase kritis, di mana infeksi virus di pembuluh darah menyebabkan kebocoran pembuluh darah yang bisa menimbulkan shock dan berpotensi menyebabkan kematian. 

Kebocoran ini dapat mengakibatkan pendarahan dan gangguan organ seperti paru-paru, rongga perut, serta gejala seperti nyeri bola mata, nyeri tulang belakang, nyeri sendi, dan gangguan pencernaan.

"Masa kritis ini yang berbahaya sebenarnya, karena pada saat itu akan terjadi kebocoran pembuluh darah. Jika dilewati, akan terjadi fase recovery, di mana virus dalam tubuh menurun drastis, dan sistem imun akan membaik sehingga terjadi pemulihan," tambah dr. Soroy.

**Langkah-Langkah Pencegahan dan Perawatan**

Dr. Soroy juga menyarankan agar ketika anak demam pada hari pertama, segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan tes NS1 di laboratorium guna mendeteksi keberadaan virus dengue dalam darah. Penurunan trombosit juga biasanya terjadi, maka perawatan lebih awal sangat diperlukan.

"Istirahat jadi kunci utamanya. Kalau memungkinkan, puskesmas terdekat yang memiliki laboratorium pemeriksaan darah lengkap sederhana bisa mengecek trombositnya. Jika masih tinggi, pemantauan ketat dari puskesmas dengan kecukupan cairan yang memadai sesuai berat badan sangat dianjurkan," jelas dr. Soroy yang juga dosen di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Peran nutrisi, lanjut dr. Soroy, sangat diperlukan dalam upaya penyembuhan DBD. Selain cairan dan elektrolit, pasien dapat mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C dan madu.

Untuk mencegah meningkatnya infeksi DBD, vaksinasi dengue yang diberikan 3-6 bulan setelah terinfeksi sangat dianjurkan, terutama bagi anak-anak hingga orang dewasa usia 45 tahun. 

Selain itu, penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

Kamis, 18 Juli 2024

Dampak Konsumsi Makanan Ultra Proses pada Kesehatan Anak: Ancaman Kesehatan Kronis dan Upaya Pencegahan

Dampak Konsumsi Makanan Ultra Proses pada Kesehatan Anak: Ancaman Kesehatan Kronis dan Upaya Pencegahan
Dampak Konsumsi Makanan Ultra Proses pada Kesehatan Anak: Ancaman Kesehatan Kronis dan Upaya Pencegahan
JAKARTA – Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso Sp.A (K), mengingatkan akan bahaya yang ditimbulkan oleh konsumsi berlebihan makanan ultra proses pada anak-anak. 

Menurutnya, makanan ini cenderung tinggi kandungan gula, garam, dan lemak, serta memiliki daya tarik rasa yang tinggi, yang dapat membuat anak cenderung mengonsumsinya dalam jumlah yang berlebihan.

Dr. Piprim menjelaskan bahwa konsumsi berlebihan makanan ultra proses dapat mengakibatkan anak mengalami over nutrisi, yang berpotensi menyebabkan obesitas dan berbagai masalah kesehatan kronis seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia. 

Dia menegaskan bahwa kondisi ini tidak hanya berdampak saat masa anak-anak, tetapi juga dapat berlanjut hingga masa dewasa.

"Anak-anak yang terus menerus mengonsumsi makanan jenis ini berisiko mengalami peningkatan kadar gula darah, tekanan darah tinggi, serta gangguan metabolisme lainnya. Ini menjadi masalah serius yang harus diwaspadai oleh orangtua dan masyarakat," ungkap dr. Piprim dalam pertemuan di Jakarta, Rabu (17/7/2024) kemarin. 

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa makanan ultra proses sering kali memiliki efek adiktif bagi anak-anak karena cita rasanya yang kuat. Hal ini membuat anak cenderung untuk terus mengonsumsinya meskipun tidak seharusnya.

Dalam konteks pencegahan, dr. Piprim menyarankan agar konsumsi makanan ultra proses oleh anak-anak harus disesuaikan dengan indikasi medis dan dibawah pengawasan dokter.

Dia menekankan pentingnya memberikan asupan kalori yang cukup namun seimbang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan anak.

"Bagi anak-anak dengan kondisi khusus seperti alergi atau masalah gizi, terdapat pilihan makanan olahan dengan zat gizi tambahan atau susu formula yang direkomendasikan oleh dokter," jelasnya.

Dalam mengakhiri pernyataannya, dr. Piprim menekankan bahwa kesadaran akan dampak negatif makanan ultra proses perlu ditingkatkan, serta pentingnya edukasi kepada orangtua dan peningkatan akses terhadap makanan sehat yang lebih bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak buruk dari konsumsi berlebihan makanan ultra proses pada anak-anak, serta pentingnya pilihan makanan yang lebih sehat dalam mendukung kesehatan generasi masa depan.

Jumat, 12 Juli 2024

Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau

Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau
Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau.
SEKADAU - Puskesmas Nanga Mahap menyelenggarakan pelatihan Pengolahan Pangan Bergizi Seimbang dan Aman di gedung pertemuan umum Desa Tembesuk, Kecamatan Nanga Mahap, Sekadau, Kalimantan Barat, pada Jumat (12/7/2024). 

Program ini merupakan inisiatif dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tujuan memberdayakan kader posyandu dalam memahami pentingnya pangan bergizi dan seimbang guna menurunkan angka stunting di masyarakat.

Kepala Puskesmas Nanga Mahap, Arifuddin Anshory, langsung memimpin pelatihan tersebut. 

Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau
Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau.
Para kader posyandu tidak hanya menerima materi tentang pentingnya gizi seimbang, tetapi juga terlibat dalam praktik langsung pengolahan bahan pangan bergizi.

Selain itu, mereka juga diberikan tugas untuk menyediakan makanan tambahan bagi anak-anak yang terkategori stunting.

Pelatihan ini mendapatkan dukungan penuh dari Kapolsek Nanga Mahap, IPDA Eric Ibrahim Pattimura. 

Kehadirannya menunjukkan pentingnya sinergi antara kepolisian dan Puskesmas serta masyarakat dalam upaya menanggulangi stunting. 

“Kami dari Polsek Nanga Mahap sangat mendukung program ini karena ini tidak hanya tentang kesehatan, tetapi juga tentang masa depan generasi muda kita,” ujar IPDA Eric dalam sambutannya.

Menurut IPDA Eric, kegiatan ini sejalan dengan program Polri Presisi Peduli Stunting, yang bertujuan untuk membantu pemerintah menurunkan angka stunting.

Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau
Pelatihan Pangan Bergizi untuk Tekan Stunting di Sekadau.
Ia berharap, dengan adanya pelatihan ini, angka stunting di wilayah Nanga Mahap dapat ditekan, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang.

“Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan dapat menekan angka stunting, khususnya di wilayah Nanga Mahap, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi seimbang dalam masyarakat,” harapnya.

Program pelatihan ini menjadi salah satu upaya konkret untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Sekadau, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk kader posyandu, kepolisian, dan masyarakat luas.

Rabu, 10 Juli 2024

Wakil Bupati Sekadau Hadiri Pelayanan Kesehatan Gratis di Desa Seraras

Wakil Bupati Sekadau Hadiri Pelayanan Kesehatan Gratis di Desa Seraras
Wakil Bupati Sekadau Hadiri Pelayanan Kesehatan Gratis di Desa Seraras.
SEKADAU - Wakil Bupati Sekadau, Subandrio, menghadiri kegiatan pelayanan kesehatan gratis yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan, PP, dan KB Kabupaten Sekadau di Desa Seraras, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau pada Rabu (10/7/2024).

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kesehatan, PP, dan KB Kabupaten Sekadau, Henry Alpius, mengungkapkan bahwa kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan, tetapi juga merupakan bagian dari agenda kunjungan kerja Wakil Bupati Sekadau di Desa Seraras. 

"Kami tidak akan bisa bergerak jika tidak melalui persetujuan Bupati dan Wakil Bupati Sekadau dalam mendukung komitmen dalam rangka menyongsong visi misi Kabupaten Sekadau yang maju, sejahtera, dan bermartabat," ujar Henry.

Henry menambahkan bahwa program ini menjadi prioritas Pemerintah Kabupaten Sekadau untuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan akses kesehatan yang merata di seluruh Kabupaten Sekadau. 

"Kesehatan adalah faktor utama serta menjadi tugas Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan masyarakat di Kabupaten Sekadau agar dapat sejajar dengan kabupaten lain," lanjutnya.

Wakil Bupati Sekadau, Subandrio, menjelaskan bahwa dirinya beserta Bupati Sekadau berkomitmen untuk selalu berkunjung ke desa-desa dalam rangka meningkatkan kedekatan dengan masyarakat terkait pembangunan sesuai dengan visi misi Kabupaten Sekadau, yaitu IP3K. 

"Pelayanan kesehatan ini menjadi perhatian Pemda Sekadau dalam membangun kesehatan masyarakat yang ada di Kabupaten Sekadau, karena jika kita sehat, pembangunan juga dapat berjalan dengan baik dan sesuai," jelas Subandrio.

Pada kegiatan tersebut, Dinas Kesehatan, PP, dan KB Kabupaten Sekadau menggelar berbagai macam jenis pelayanan gratis, di antaranya pemeriksaan kesehatan seperti cek gula darah dan asam urat, pemberian kacamata baca, pelayanan KB, serta pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil.

Pelayanan kesehatan gratis ini diharapkan dapat membantu masyarakat Desa Seraras dalam mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik dan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sekadau.

Acara tersebut juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan, PP, dan KB Kabupaten Sekadau, Henry Alpius, Camat Sekadau Hilir, Gustar Indarto, Kepala Desa Seraras, Jaya, serta Forkopimcam Sekadau Hilir dan tamu undangan lainnya.

Dinkes Genjot Program PBI, Antisipasi AKI dan AKB

Foto: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau, Henry Alpius.

SEKADAU - Tingkatkan upaya keselamatan Ibu dan Bayi, Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sekadau menggalakkan berbagai program untuk meminimalisir angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Sekadau.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sekadau, Henry Alpius memaparkan, di Kabupaten Sekadau AKI berada di angka 19 per 10.000 kelahiran. Sedangkan AKB berjumlah 7 per 1000 kelahiran. Henry mengatakan penyebab kematian ibu paling banyak adalah pendarahan, menurutnya hal-hal seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi lagi bila masyarakat mengikuti program-program yang sudah disediakan pemerintah.

Dia menyebut pemerintah sejatinya telah menyediakan program Penerima Bantuan Iuran (PBI) Ibu Hamil yang diperuntukkan bagi ibu hamil. Sehingga dari sejak awal kehamilan, ibu hamil bisa mendaftarkan diri dalam program PBI dengan rutin memeriksa kehamilan di Puskesmas dan posyandu yang ada di daerahnya masing-masing.

"Sebenarnya di puskesmas sudah disediakan alat USG, ada alat lab dan lainnya. Untuk memeriksa sebenarnya ibu ini bisa tidak melahirkan di puskesmas atau di rumah. Kalau tidak bisa harus di rujuk ke rumah sakit. Kami sudah 2 tahun sosialisasi. Tapi keaktifan ibu-ibu kurang, ini yang menjadi tantangan bersama," jelas Henry, Rabu (10/7/2024) via seluler.

Kadinkes Sekadau itu mengingatkan bahwa sejatinya, tidak semua ibu hamil bisa melahirkan di rumah. Maka dengan kemajuan teknologi saat ini, Puskesmas sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, masyarakat pun diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas yang disediakan tersebut. 

Henry menyebut, tahun lalu pemerintah telah menganggarkan 2000 kuota program PBI Ibu hamil. Namun hanya dimanfaatkan sekitar 800 orang. Tahun ini juga kembali disediakan kuota PBI sekitar 500 orang. Pada program ini, tidak hanya ibu hamil yang ditanggung pemerintah, tetapi juga anak dan suami. Syaratnya, ibu hamil hanya perlu memeriksakan diri ke bidan sebanyak empat kali dan dua kali di dokter puskesmas. 

"Kalau dia lahiran di puskesmas atau bidan tidak masalah. Tapi kalau harus ke rumah sakit, itu ditanggung pemerintah. Syaratnya hanya periksa ke puskesmas dan bidan secara rutin, dari trimester pertama sampai ketiga," papar Henry. 

Sementara untuk bayi, balita, dihimbau agar orang tua aktif membawa anaknya ke Posyandu, selain untuk memeriksa perkembangan anak, juga ada berbagai program yang disediakan, seperti pemenuhan gizi dengan makanan pendamping, serta pemberian vitamin. 

"Jangan anak disimpan di rumah, tidak pernah dibawa ke posyandu. Jangan mengharapkan petugas yang datang, kalau melahirkan di ladang dan sebagainya kami tidak tahu. Jadi ada kelahiran segera dilaporkan ke posyandu, ke desa. Kami pernah mengevakuasi ibu dan bayi dari Meragun dan harus ditandu dua jam karena akses untuk ambulance tidak ada. Itupun kondisinya sudah parah, " lanjut Henry. 

Dia pun meminta masyarakat di dusun dan desa agar memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti Pustu yang tersedia di masing-masing desa. Terutama dalam melaporkan keberadaan ibu hamil dan bayi, balita. 

Dinkes Sekadau juga memiliki program Dokter Spesialis Masuk Kampung, program ini dilaksanakan untuk menjangkau desa-desa yang sulit diakses oleh puskesmas. Program kesehatan ini juga sudah berlangsung sejak satu tahun terakhir. 

"Sekarang dengan adanya RS Pratama di Landau Apin, yang akan diresmikan pada tanggal 24 ini. Itu sudah beroperasi, karena baru terima PPPK 70 orang dan itu sudah siap. Itulah bagian-bagian dalam rangka kita mengatasi kesehatan ibu, anak dan masyarakat," pungkas Henry. (***)

Sabtu, 29 Juni 2024

Prevalensi Alergi Susu Sapi pada Anak Indonesia

Prevalensi Alergi Susu Sapi pada Anak Indonesia
Prevalensi Alergi Susu Sapi pada Anak Indonesia. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Menurut Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), seorang Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, prevalensi anak Indonesia yang mengalami alergi susu sapi (ASS) berkisar antara 0,5 hingga 7,5 persen. 

Data ini diperoleh dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2014. 

Sebagai perbandingan, Organisasi Alergi Dunia (WAO) pada tahun 2013 mencatat bahwa 1,9 hingga 4,9 persen anak-anak di seluruh dunia mengalami alergi susu sapi.

Dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Selasa lalu, Dr. Budi juga memaparkan data dari klinik anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2012, yang menunjukkan bahwa 31 persen pasien anak mengalami alergi terhadap putih telur dan 23,8 persen lainnya mengalami alergi susu sapi. 

“Ini memperjelas bahwa protein susu sapi merupakan penyebab alergi terbesar kedua setelah telur pada anak-anak di Asia,” kata Dr. Budi.

Mengapa Alergi Susu Sapi Perlu Diwaspadai

Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi. 

Hal ini dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. 

Meski lebih sering terjadi pada anak-anak, alergi ini juga dapat dialami oleh orang dewasa.

Dr. Budi mengingatkan bahwa alergi susu sapi perlu diwaspadai karena angka kejadiannya terus meningkat. Gejalanya dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. 

Beberapa gejala umum yang sering dialami anak-anak antara lain ruam, rasa gatal, sesak napas, dan kolik. 

Gejala yang paling sering dikhawatirkan oleh orang tua adalah diare, yang dialami oleh sekitar 53 persen anak dengan alergi susu sapi.

Langkah Penting untuk Orang Tua

Dr. Budi menekankan pentingnya orang tua mengenali gejala-gejala alergi susu sapi pada anak. Ia mengimbau orang tua untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. 

Berikut adalah beberapa langkah penting yang perlu dilakukan oleh orang tua:
  1. Menghilangkan Susu Sapi dari Diet Anak: Langkah pertama adalah menghapuskan susu sapi dari diet anak dan mencari sumber nutrisi alternatif yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak.
  2. Membaca Label Makanan dengan Cermat: Orang tua perlu teliti dalam membaca label makanan untuk memastikan tidak ada kandungan susu sapi.
  3. Memantau Pertumbuhan Anak Secara Rutin: Memantau pertumbuhan dan perkembangan anak secara berkala sangat penting untuk memastikan anak tetap mendapatkan nutrisi yang cukup meski tanpa susu sapi.

Dengan informasi ini, diharapkan orang tua dapat lebih waspada dan siap menghadapi kemungkinan alergi susu sapi pada anak mereka. 

Konsultasi dengan dokter adalah kunci untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan menjaga kesehatan serta tumbuh kembang anak tetap optimal.

Dampak Alergi Susu Sapi pada Anak dan Cara Penanganannya Menurut Ahli

Dampak Alergi Susu Sapi pada Anak dan Cara Penanganannya Menurut Ahli
Dampak Alergi Susu Sapi pada Anak dan Cara Penanganannya Menurut Ahli. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Alergi susu sapi (ASS) bisa memberikan dampak yang sangat bervariasi pada anak-anak, dari gejala ringan hingga yang lebih serius. Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K) dari Universitas Padjajaran, meskipun banyak anak dapat mengatasi alergi ini seiring bertambahnya usia, ada juga yang mungkin tetap memiliki alergi hingga dewasa.

“Umumnya, anak yang mengalami alergi susu sapi dapat mengatasi alergi seiring bertambahnya usia, biasanya antara usia tiga hingga lima tahun. Namun, ada sebagian kecil anak yang mungkin tetap memiliki alergi hingga dewasa,” ujar Budi dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Apa itu Alergi Susu Sapi?

Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh anak bereaksi berlebihan terhadap protein yang terkandung dalam susu sapi. Reaksi ini dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Dampak Alergi Susu Sapi

Dampak yang diakibatkan oleh alergi ini sangat bervariasi. Dalam jangka pendek, anak-anak mungkin mengalami rasa tidak nyaman, kesulitan makan, dan tidur. Sementara dalam jangka panjang, dampaknya dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, dan keterlambatan pertumbuhan. Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik seperti asma atau eksim.

Meski alergi susu sapi adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insiden mencapai 2-3% pada tahun pertama kehidupan, orang tua tetap perlu mewaspadai gejala yang berbeda pada tiap anak. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan prevalensi ASS pada anak Indonesia sekitar 2-7,5%, dengan protein susu sapi menjadi alergen kedua yang paling umum setelah telur.

Gejala Alergi Susu Sapi

Gejala umum yang sering muncul pada anak dengan alergi susu sapi meliputi ruam pada kulit, gatal-gatal, dan diare. Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengalami masalah pernapasan serius seperti anafilaksis.

“Makanya, penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk mencegah dampak buruk yang lebih serius dan memastikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,” kata Budi.

Cara Menangani Alergi Susu Sapi

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mengenali gejala alergi susu sapi sejak dini. Pertama, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Menghilangkan susu sapi dari diet anak dan mencari sumber nutrisi alternatif yang memiliki kandungan zat gizi makro dan mikro yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak juga sangat penting.

Langkah selanjutnya termasuk membaca label makanan dengan cermat dan memantau pertumbuhan anak secara rutin.

“Strategi penanganan ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mengurangi dampak negatif ASS, sehingga anak-anak dengan ASS dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan berkembang secara optimal,” ucap Budi.

Dengan penanganan yang tepat dan cepat, anak-anak yang memiliki alergi susu sapi dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, menjalani kehidupan yang sehat dan bahagia. Sebagai orang tua, selalu waspada dan siap mengambil tindakan adalah kunci utama dalam mengatasi alergi ini.

Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan

Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan
Terbang Aman bagi Pengidap Penyakit Jantung Koroner: Saran dari Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Apakah Anda atau orang yang Anda kenal memiliki riwayat jantung dan berencana untuk terbang? Jangan khawatir! Menurut dr. Syougie Sp.KP, seorang dokter spesialis kedokteran penerbangan dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, pengidap penyakit jantung koroner dapat terbang dengan aman sebagai penumpang pesawat, dengan syarat mereka mengambil tindakan asesmen medis yang diperlukan.

Kapan Aman untuk Terbang Setelah Operasi Jantung?

Dr. Syougie menjelaskan, penumpang yang telah menjalani operasi jantung sebaiknya menunggu lebih dari 10 hari setelah operasi sebelum terbang. 

Mengapa demikian? Karena saat di ketinggian pesawat, udara akan mengembang, yang dapat berbahaya bagi kondisi jantung yang baru saja dioperasi. 

“Penumpang yang telah menjalani operasi jantung, kenapa baru boleh terbang kalau sudah selesai operasi lebih dari 10 hari? Karena saat di atas (ketinggian pesawat), udara akan mengembang dan itu berbahaya bagi jantungnya,” kata Syougie dalam seminar daring yang diadakan di Jakarta, Selasa lalu.

Kondisi Penerbangan yang Menantang bagi Pengidap Jantung

Penerbangan udara bukanlah kondisi yang ideal bagi sirkulasi tubuh kita. Tekanan dan konsentrasi oksigen yang menurun (hipoksia), suhu dan kelembaban udara rendah, serta ruang gerak yang terbatas bisa menjadi tantangan bagi pengidap jantung. 

Tekanan oksigen yang berkurang di kabin pesawat dapat menyebabkan ekspansi udara yang memperburuk kondisi jantung yang baru saja dioperasi.

Dehidrasi pada ketinggian tinggi juga dapat mempengaruhi tekanan darah, yang bisa memperburuk kondisi jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (CAD), atau aritmia. 

Selain itu, stres dari kecemasan perjalanan atau turbulensi dapat memperburuk hipertensi atau CAD.

Konsultasi Pra-Penerbangan: Langkah Penting Sebelum Terbang

Untuk memastikan keamanan perjalanan udara, sangat penting untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum terbang. 

Konsultasi ini bertujuan untuk menilai stabilitas kondisi tubuh dan mendiskusikan rekomendasi pra-penerbangan yang diperlukan. 

“Untuk persiapan penerbangan, dokter spesialis kedokteran penerbangan biasanya membutuhkan data terkait tipe dan durasi perjalanannya berapa lama, tujuan ke mana, atau kami nanti bisa melihat terkait kebutuhan khusus seperti apakah memerlukan kursi roda, oksigen, atau diet makanan yang khusus,” tambah Syougie.

Dengan demikian, dengan persiapan yang tepat dan konsultasi medis yang memadai, pengidap penyakit jantung koroner dengan riwayat jantung tetap bisa menikmati perjalanan udara dengan aman dan nyaman. 

Jangan lupa untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum merencanakan perjalanan Anda agar kesehatan tetap terjaga selama di udara!

Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman

Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman
Peringatan Hari Vitiligo Sedunia: Pentingnya Kesadaran dan Pemahaman. (Gambar ilustrasi)
JAKARTA - Setiap tanggal 25 Juni diperingati sebagai Hari Vitiligo Sedunia. Menurut Vitiligo Research Foundation, Hari Vitiligo Sedunia pertama kali diadakan pada tahun 2011 untuk mengampanyekan penyakit yang sering dilupakan di mata publik karena sering dianggap hanya masalah kosmetik.

Dokter spesialis dermatologi venereologi estetika lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Benny Nelson Sp. D.V.E, menjelaskan bahwa vitiligo adalah kondisi kulit yang kehilangan warna kulit (pigmen) yang disebut ‘melanin’, membentuk pola mirip warna pada bulu anak sapi. 

Hilangnya melanin menyebabkan munculnya bercak putih di kulit yang memiliki batas tegas dengan kulit normal. 

Vitiligo, kata Benny, digolongkan sebagai penyakit autoimun, yaitu kondisi di mana sel imun menyerang melanosit, sel yang menghasilkan melanin.

Secara global, terdapat sekitar 5 juta orang yang mengalami vitiligo dengan prevalensi sekitar 0,5–2 persen, rentang usia di bawah 1 tahun hingga 55 tahun. 

Di Indonesia, penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Soetomo, Surabaya, mencatat 115 pasien vitiligo sepanjang tahun 2018–2020, dengan prevalensi sebesar 1,4 persen.

Benny menyebut, sampai saat ini penyebab vitiligo masih belum diketahui, namun bisa dipastikan penyakit ini tidak menular. 

“Penyebab pasti vitiligo masih belum diketahui, tetapi diduga multifaktorial, seperti faktor genetik, autoimun, stres fisik atau psikis, paparan sinar ultraviolet, zat kimia, atau radikal bebas,” jelasnya.

Penderita vitiligo bisa saja mengalami penyakit penyerta lainnya yang beberapa di antaranya seringkali terabaikan. 

Sekitar 20 persen kasus vitiligo dikaitkan dengan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, anemia pernisiosa, penyakit Addison, lupus, rheumatoid arthritis, inflammatory bowel disease, dan alopecia areata. 

Pasien juga harus memperhatikan kemungkinan vitiligo menyebabkan tuli sensorineural (kehilangan pendengaran akibat rusaknya saraf), yang sering terabaikan dan baru disadari saat komplikasi sudah di tahap akhir. 

Terdapat juga kasus jarang yang merupakan bentuk berat dari vitiligo, yaitu Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome (VKHS) yang melibatkan vitiligo, poliosis (rambut memutih), kehilangan pendengaran, radang selaput otak, rambut rontok, dan kelainan pada mata.

Meskipun terdapat beberapa penyakit penyerta, vitiligo tergolong sebagai penyakit autoimun, yang artinya memiliki sistem imun yang berlebihan, disebut dengan disregulasi sistem imun. 

Sebuah penelitian menarik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien vitiligo memiliki kemungkinan lebih rendah terkena COVID-19 berat dibandingkan yang tidak memiliki vitiligo. 

Namun karena masih belum ditemukan penyebab pastinya, vitiligo tidak dapat dicegah secara optimal. 

Riwayat keluarga yang mengalami vitiligo juga menyumbang faktor risiko sebesar 20 persen. 

Cara terbaik adalah menghindari paparan sinar ultraviolet terlalu lama karena diduga dapat memicu vitiligo genetik semakin rentan.

Perawatan Kulit Vitiligo

Benny mengatakan bahwa pada pasien vitiligo, kulit mereka akan rentan terhadap paparan sinar ultraviolet karena melanin yang tidak dapat dihasilkan sebagai proteksi kulit. 

Saat berpergian, pasien vitiligo disarankan mencari tempat teduh dan menggunakan pakaian lengan panjang berwarna gelap dan berbahan lebih padat untuk menghindari sinar matahari. 

Sebagai contoh, pakaian berbahan denim memiliki Sun Protection Factor (SPF) sekitar 1700, sedangkan kaus berwarna putih hanya memiliki SPF sekitar 7. 

Jika memungkinkan, gunakan pakaian yang memiliki label ultraviolet protection factor (UPF) dan selalu pakai tabir surya yang memiliki SPF minimal 30 dan PA++, serta diaplikasikan ulang setiap 2-3 jam.

“Oleh karena itu, penggunaan tabir surya atau sunscreen menjadi hal yang wajib bagi pasien vitiligo. Perawatan kulit dasar (basic skincare) seperti mandi dengan sabun yang bersifat lembut (gentle) dan menggunakan pelembap juga tetap harus dilakukan,” tambah dokter yang praktik di RS Pondok Indah Jakarta ini. 

Adapun perawatan kulit yang sebaiknya dihindari pada pasien vitiligo adalah perawatan kulit yang menyebabkan trauma seperti laser, mikrodermabrasi, skin tanning, atau perawatan lain yang bersifat eksfoliatif. 

Benny mengatakan, sebisa mungkin hindari luka karena pada pasien vitiligo terdapat fenomena Koebner, di mana saat terjadi luka, situs tersebut dapat menjadi lesi vitiligo yang baru.

Meskipun kulit pasien vitiligo dapat mengalami fenomena Koebner, penelitian tahun 2014 menunjukkan bahwa pasien vitiligo memiliki kemungkinan 3 kali lebih rendah untuk mendapatkan kanker kulit melanoma, karsinoma sel basal, atau karsinoma sel skuamosa. 

Hal ini dapat disebabkan oleh dua hal. 

Pertama, pasien dengan vitiligo lebih sering memakai pakaian tertutup, lebih sering mencari tempat teduh, dan lebih teratur memakai sunscreen. 

Kedua, sel melanosit yang menjadi sumber keganasan kulit pada melanoma dihancurkan oleh sel imun penderita vitiligo.

Menjaga Kesehatan Pasien Vitiligo

Selain memperhatikan kesehatan kulit, pasien vitiligo juga harus menjaga kesehatan fisik dengan mengonsumsi makanan sehat. 

Tidak ada pantangan atau anjuran khusus terkait makanan, namun sebaiknya menghindari makanan olahan dan daging olahan seperti makanan kalengan, makanan instan, daging kalengan, roti putih, pasta, gluten, fast food, alkohol, minuman dan makanan yang terlalu manis, serta makanan ringan (snack) dalam kemasan. 

Makanan tersebut diduga dapat memicu reaksi peradangan dan kaya akan radikal bebas sehingga vitiligo sulit diterapi. 

Sebaliknya, makanan yang kaya antioksidan diduga memiliki peran protektif, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar, makanan kaya omega-3 (tapi rendah omega-6), biji-bijian, dan minyak ikan. 

Beberapa ahli, kata Benny, juga menganjurkan sejumlah suplemen seperti ginkgo biloba, vitamin C, D, dan E.

Selain itu, penting untuk menjaga kesehatan mental pada pasien vitiligo. Pasien harus menghindari stres dan rutin mengonsumsi makanan sehat dan bergizi agar sistem imun tetap terjaga. 

Jangan segan untuk mencari pertolongan profesional, seperti dokter spesialis dermatologi venereologi estetika untuk penanganan yang sesuai, atau dokter spesialis kedokteran jiwa jika merasa terdapat keluhan terkait kesehatan mental karena vitiligo.

Benny mengatakan vitiligo memang tidak bisa disembuhkan sepenuhnya. Jika pun ada bagian kulit yang terkena vitiligo mengalami episode perbaikan spontan, terutama di daerah yang memiliki rambut, lama kelamaan akan kambuh kembali dan melebar setelah beberapa waktu. 

Namun, ada beberapa tindakan medis yang bisa dilakukan bergantung pada jenis vitiligo, luas permukaan kulit yang terkena, serta episode saat menemui dokter. 

Pasien dapat diberikan obat kortikosteroid oral, kortikosteroid dan inhibitor calcineurin oles, terapi sinar, kosmetik untuk kamuflase, operasi cangkok kulit, bahkan terapi depigmentasi atau bleaching, tutup Benny Nelson.

Jumat, 21 Juni 2024

Polres Landak Gelar Donor Darah, Karolin : Baik Untuk Kesehatan, Membantu Kemanusiaan

Polres Landak Gelar Donor Darah, Karolin : Baik Untuk Kesehatan, Membantu Kemanusiaan
Polres Landak Gelar Donor Darah, Karolin : Baik Untuk Kesehatan, Membantu Kemanusiaan.
LANDAK – Dalam rangka memperingati hari Bhayangkara ke 78 tahun, Kepolisian Resort (Polres) Landak melaksanakan kegiatan bakti kesehatan yakni donor darah bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Landak yang bertempat di Kepolisian Sektor (Polsek) Ngabang, Desa Hilir Tengah, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, rabu (19/06/24).

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Kepala Polres (Kapolres) Landak AKBP I Nyoman Budi Artawan serta Ketua PMI Kabupaten Landak Karolin Margret Natasa dengan didampingi Kepala Polsek Ngabang dan Ketua Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi) Kabupaten Landak, tidak hanya diikuti oleh jajaran anggota Polres Landak dan Polsek Ngabang, tetapi juga diikuti oleh jajaran TNI maupun masyarakat umum.

Ketua PMI Kabupaten Landak Karolin Margret Natasa menyambut baik kegiatan donor darah yang dilaksanakan oleh Polres Landak, sebagai bentuk kepedulian pihak kepolisian dalam membantu kemanusiaan.

"Kami selalu mensosialisasikan bahwa donor darah itu baik untuk kesehatan, membantu kemanusiaan. Nah, kita di Kabupaten Landak ini belum banyak pendonor yang aktif terlebih lagi rumah sakit landak yang terus berkembang dan bertambah pasiennya sehingga mengakibatkan selalu kekurangan darah," ucap Karolin.

Lebih lanjut Karolin berharap kegiatan donor darah dilingkungan Polres Landak bisa dilakukan secara rutin hingga ke tingkat polsek-polsek. Karolin juga mengajak pemangku kepentingan baik kepala dusun, kepala desa, camat maupun organisasi kemasyarakatan dapat mengajak masyarakat untuk melakukan donor darah secara rutin.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Landak yang terus melakukan upaya menghimpun masyarakat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan donor darah dan untuk membantu sesamanya," ungkap Karolin.

Dari hasil donor darah yang dilaksanakan Polres Landak tersebut PMI Kabupaten Landak mendapatkan 60 kantong darah yang nantinya akan diserahkan langsung ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Landak untuk dilakukan pengecekan dan sterilisasi darah.

Kapolres Landak AKBP I Nyoman Budi Artawan mengucapkan terima kasih kepada Ketua PMI Kabupaten Landak yang terus aktif bergerak menjalin kerjasama donor darah sebagai bentuk kepedulian untuk membantu masyarakat.

"Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua PMI Kabupaten Landak yang sudah membantu kami melaksanakan kegiatan donor darah ini, semoga kegiatan kami ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat yang akan membutuhkan darah, kedepannya kita akan terus bersama-sama menjalin kerjasama yang baik ini bersama PMI," terang Nyoman.

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pilkada 2024

Kalbar

Tekno