Pontianak - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Ria Norsan akan memperkuat kerja sama dengan organisasi non-pemerintah (NGO) untuk bersinergi dalam memberdayakan masyarakat desa melalui pengelolaan perhutanan sosial yang berkelanjutan.
"Komitmen meningkatkan kerja sama dengan NGO dalam pengelolaan perhutanan sosial ini kita lakukan mulai hari ini dengan penandatanganan kerja sama yang melibatkan empat mitra utama, yaitu Yayasan Sangga Bumi Lestari, Rainforest Alliance, PT Premium Rempah Bumi (Pribumi) Indonesia, dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia," kata Norsan di Pontianak, Selasa.
Dia menjelaskan kerja sama ini merupakan bagian dari upaya pemerintah provinsi untuk memperkuat program perhutanan sosial, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Ia menjelaskan lebih dari 56 persen desa di Kalimantan Barat atau sekitar 1.157 dari 2.046 desa berada di dalam dan sekitar kawasan hutan. Sementara itu, sekitar 58 persen wilayah Kalbar atau seluas ± 8,4 juta hektare merupakan kawasan hutan. Hal ini menjadikan perhutanan sosial sebagai program yang sangat relevan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat provinsi ini.
Hingga akhir tahun 2024, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar, terdapat 271 persetujuan pengelolaan perhutanan sosial dengan luas area mencapai sekitar 701 ribu hektare. Pengelolaan tersebut tersebar di lebih dari 210 desa di 12 kabupaten, mencakup 183 hutan desa, 25 hutan kemasyarakatan, 39 hutan tanaman rakyat, 20 hutan adat, dan 4 kemitraan kehutanan.
Gubernur Norsan menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada aspek pengelolaan hutan, tetapi juga pada promosi dan pemasaran produk perhutanan sosial. Pemprov Kalbar melalui dukungan dari Forest Investment Program-1 (FIP-1) telah membangun galeri hasil hutan sebagai sarana untuk menampilkan dan menjual berbagai produk dari kawasan perhutanan sosial.
"Kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta berbagai pihak terkait, saya imbau untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan galeri hasil hutan untuk pemasaran produk-produk dari areal perhutanan sosial, termasuk untuk kegiatan rapat atau pertemuan dinas, gunakanlah produk lokal, seperti Kopi Liberika, madu hutan, tengkawang, gula semut, dan pangan lokal lainnya," katanya.
Gubernur meminta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) agar terus memberikan pendampingan dan pembinaan terhadap kelompok perhutanan sosial di wilayah kerjanya. Selain itu, ia mendorong keterlibatan sektor swasta dan mitra Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (PPPS) untuk berkontribusi secara aktif dalam mendukung pengembangan usaha masyarakat berbasis hutan lestari.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Norsan menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pemasaran produk hasil hutan, salah satunya adalah belum adanya regulasi yang terkoordinasi, khususnya dalam komoditas kratom. Hal ini mengakibatkan perbedaan harga yang merugikan masyarakat.
"Permasalahannya di regulasi kratom, kita ini tidak kompak dan tidak bersatu, tapi kalau kita sama-sama kompak, satu tempat, tidak akan terjadi persaingan harga," kata Ria Norsan.
Melalui kerja sama lintas sektor dan penguatan kolaborasi dengan NGO, Pemprov Kalbar berharap program perhutanan sosial dapat menjadi solusi konkret untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa tanpa merusak kelestarian hutan.
"Pengelolaan hutan yang baik adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan hutan Kalbar tetap menjadi sumber kehidupan berkelanjutan," katanya.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS