Pontianak - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir mengatakan untuk memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran, telah membentuk tim reaksi cepat serta memperkuat peran daerah, termasuk mendesak percepatan pembangunan shelter migran di perbatasan Kalimantan Barat.
"Berbagai modus baru pengiriman pekerja ilegal yang kian canggih, termasuk penggunaan visa turis yang dikonversi menjadi visa kerja, pemalsuan data, hingga perekrutan melalui media sosial dengan tawaran gaji tinggi. Kita perlu mempercepat pembangunan shelter migran di Perbatasan Kalbar," kata Abdul Kadir di Pontianak, Sabtu.
Ia mencontohkan kasus di Myanmar, di mana sejumlah korban yang sebelumnya adalah pengusaha atau sarjana, dijebak oleh iklan palsu, diculik saat tiba, dan menjadi korban kekerasan selama berbulan-bulan.
"Ini bukan hanya terjadi pada masyarakat desa. Bahkan yang terdidik pun bisa terjebak. Modus TPPO sekarang sudah setara dengan kejahatan narkotika, sangat terorganisir dan bernilai besar. Tapi bedanya, ini menyangkut nyawa," tuturnya.
Abdul Kadir menyampaikan bahwa hampir 95 hingga 97 persen kasus TPPO terjadi pada pekerja migran yang berangkat tanpa melalui jalur resmi. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi dan edukasi untuk mencegah praktik ini sejak dari tingkat desa.
"Banyak masyarakat kita berangkat secara nonprosedural, tanpa dokumen lengkap, tanpa pelatihan, bahkan hanya bermodal paspor atau visa turis. Akibatnya, mereka menjadi korban eksploitasi, bahkan sampai kehilangan nyawa," katanya.
Ia menyebut Kalbar sebagai daerah yang krusial dalam penanganan migrasi ilegal, karena wilayah ini memiliki enam perbatasan resmi dan lebih dari 70 jalur tikus. Selain itu, banyak pekerja migran dari berbagai provinsi seperti Jawa, NTB, dan Sulsel yang menjadikan Kalbar sebagai jalur keberangkatan ke luar negeri.
"Kita tidak bisa membiarkan warga kita terus jadi korban mafia. Mereka hanya ingin hidup layak, menyekolahkan anak, dan punya masa depan. Tapi mereka terjebak oleh calo dan praktik perekrutan ilegal yang membahayakan nyawa mereka," kata Abdul Kadir.
Dirinya juga menjelaskan, kementerian yang dipimpinnya baru terbentuk di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sebelumnya, perlindungan pekerja migran berada di bawah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang bernaung di bawah Kementerian Tenaga Kerja.
Menurutnya, pembentukan kementerian baru ini dilatarbelakangi oleh kuatnya perhatian Presiden terhadap isu migran, termasuk pengalamannya menyelamatkan Wilfrieda, seorang warga NTT yang nyaris dihukum mati di Malaysia.
"Presiden memberikan dua mandat: pertama, memastikan perlindungan penuh bagi pekerja migran dari kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan orang. Kedua, meningkatkan kontribusi devisa dari para pekerja migran bagi perekonomian nasional," katanya.
Ia menyebutkan, pada 2023, devisa dari pekerja migran Indonesia mencapai Rp253,3 triliun dengan penempatan resmi sekitar 297.000 orang. Namun, dari 1,7 juta permintaan kerja dari luar negeri, baru sekitar 17 persen yang bisa dipenuhi.
"Oleh karena itu, kementerian ini menjadi solusi untuk mengisi kekosongan tenaga kerja luar negeri secara legal dan aman. Kita sedang dorong reformasi pelayanan agar lebih cepat, lebih sederhana, dan bebas dari pungli," katanya.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS