Koalisi Cek Fakta Kritik Kantor Komunikasi Presiden yang Melabeli Konten Berita sebagai ‘Click-Bait’ dan Mengklaim Propaganda sebagai Cek Fakta | Borneotribun

Kamis, 12 Juni 2025

Koalisi Cek Fakta Kritik Kantor Komunikasi Presiden yang Melabeli Konten Berita sebagai ‘Click-Bait’ dan Mengklaim Propaganda sebagai Cek Fakta

Koalisi Cek Fakta Kritik Kantor Komunikasi Presiden yang Melabeli Konten Berita sebagai ‘Click-Bait’ dan Mengklaim Propaganda sebagai Cek Fakta
Koalisi Cek Fakta Kritik Kantor Komunikasi Presiden yang Melabeli Konten Berita sebagai ‘Click-Bait’ dan Mengklaim Propaganda sebagai Cek Fakta.

JAKARTA, 12 JUNI 2025–Koalisi Cek Fakta mengecam narasi yang dipublikasikan Kantor Komunikasi Kepresidenan RI atau Presidential Communication Office (PCO) melalui sejumlah konten media sosial Instagram @cekfakta.ri milik pemerintah.

Pertama, Koalisi menilai pelabelan stigma ‘click-bait’ pada konten berita media arus utama yang disertai tangkapan layar pemberitaan Kompas.com, Kompas TV, dan Tirto ID pada Rabu, 4 Juni 2025 adalah serangan tak berdasar pada kredibilitas jurnalisme dan kualitas media arus utama. 

Akun yang dikelola Kantor Komunikasi Kepresidenan RI tersebut menyatakan pemberitaan oleh sejumlah media tersebut menampilkan potongan tidak utuh dari konferensi pers Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi terkait situasi lapangan kerja di Indonesia. "Sehingga menimbulkan kesan keliru seolah-olah beliau, atas nama lembaganya, membantah kenyataan di lapangan dan menyepelekan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK)," tulis akun tersebut. 

Pernyataan Hasan itu disampaikan saat dia memberi keterangan resmi di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta pada Selasa, 3 Juni 2025. 

Tak hanya menyerang kredibilitas media, tindakan PCO memberikan label ‘click-bait’ pada konten pemberitaan di media mencirikan kurangnya pemahaman Kantor Komunikasi Kepresidenan RI atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini jelas mengatur mekanisme bagi  semua pihak yang merasa keberatan dengan pemberitaan media melalui  hak koreksi dan hak jawab. 

Mekanisme ini memang berfungsi sebagai pengingat atau koreksi pada media agar selalu berhati-hati dalam rantai produksi berita. Apabila ditemukan kesalahan, media harus mengumumkan kesalahan dan memuat hak koreksi serta hak jawab yang diterimanya. Jika media abai terhadap hak koreksi dan hak jawab, pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan kasusnya kepada Dewan Pers. 

Kedua, Koalisi Cek Fakta juga mempertanyakan mekanisme dan prosedur pemeriksaan fakta pada akun @cekfakta.ri yang pertama kali mengunggah kontennya pada 21 Mei 2025 lalu. Pada konten awalnya, PCO menjelaskan akun tersebut adalah kanal untuk melakukan pelurusan informasi yang terpapar disinformasi, fitnah, dan kebencian. 

Konten kedua akun tersebut berisi informasi yang bermaksud meluruskan disinformasi soal Sekolah Garuda dan sekolah rakyat. Takarir konten yang diunggah pada 23 Mei 2025 menyatakan, “Dalam pekan ini, beredar disinformasi bahwa Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945. Simak penjelasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut terkait program Kemendiktisaintek dan Kemensos ini!”.

Masalahnya, konten tersebut sama sekali tidak menampilkan apa disinformasi yang dimaksud serta bagaimana metode pemeriksaan fakta atas hal tersebut. Alih-alih menjadi konten pemeriksaan fakta, unggahan tersebut lebih mendekati propaganda.

Panduan International Fact Checking Network (IFCN) dan berbagai referensi akademik menegaskan pentingnya sikap non partisan dari lembaga pemeriksa fakta.  Bersikap netral terhadap kebijakan pemerintah merupakan nilai penting yang dipegang semua lembaga pemeriksa fakta yang terverifikasi secara global. 

Jika konten cek fakta PCO ingin dianggap kredibel, maka Kantor Komunikasi Kepresidenan harus menerapkan prinsip-prinsip cek fakta internasional yakni independen, transparan, menggunakan metodologi yang terukur serta dapat dipertanggungjawabkan, terbuka atas kritik, dan imparsial dalam produksi konten cek fakta mereka.

Berangkat dari dua kritik tersebut,  kami menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mengecam pelabelan konten berita pada media dengan stigma 'click-bait' oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan.

2. Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenan untuk memanfaatkan hak koreksi dan hak jawab apabila merasa ada konten berita yang dianggap tidak sesuai fakta dan melanggar kode etik jurnalistik.

3. Mendorong Kantor Komunikasi Kepresidenan menempuh prosedur dan mekanisme keberatan kepada Dewan Pers atas konten berita yang tayang di media massa.

4. Menuntut Kantor Komunikasi Kepresidenan membuka metodologi pemeriksaan fakta atas klaim-klaim yang diunggah ke media sosial.

5. Mendesak Kantor Komunikasi Kepresidenan mengganti nama akun @cekfakta.ri dengan nama lain karena narasi dan kontennya tidak sesuai dengan prinsip dan standar IFCN.

Tentang CekFakta.com:

Merupakan upaya kolaboratif pengecekan fakta yang diinisiasi Mafindo (Masyarakat Antifitnah Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia).

Kolaborasi ini diluncurkan di ‘Trusted Media Summit 2018’ pada Sabtu, 5 Mei 2018 di Jakarta dengan melibatkan puluhan media online di Indonesia serta jejaring ratusan pemeriksa fakta di seluruh Indonesia. Saat ini kolaborasi ini melibatkan setidaknya 100 media yang ada di Indonesia. 

Koalisi Cek Fakta:
Aliansi Jurnalis Independen: Nany Afrida
Asosiasi Media Siber Indonesia: Wahyu Dhyatmika
Masyarakat Antifitnah Indonesia: Septiaji Eko Nugroho 

Untuk info lebih lanjut, silakan hubungi email: info@cekfakta.com 

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar

Konten berbayar berikut dibuat dan disajikan Advertiser. Borneotribun.com tidak terkait dalam pembuatan konten ini.