Beli Rumah Seharga Rp1Miliar, Rupanya Dapat Sertifikat Photocopy | Borneotribun.com -->

Rabu, 23 September 2020

Beli Rumah Seharga Rp1Miliar, Rupanya Dapat Sertifikat Photocopy

Beli Rumah Seharga Rp1Miliar, Rupanya Dapat Sertifikat Photocopy
Ronny bersama pengacara. (Foto: JAWAPOS)


BorneoTribun | Jakarta - Harapan Ronny untuk segera menempati rumah baru ambyar. Padahal, uang muka Rp 1 miliar sudah dibayar. Ternyata, sertifikat rumah yang dibelinya abal-abal.


Dilansir dari Jawapost.com, Rumah di Jalan Khairil Anwar Nomor 12, Surabaya, memikat hati Ronny Wijaya. Lokasinya cukup strategis. Luasnya 629 meter persegi. Pengusaha di bidang konstruksi itu tertarik membelinya setelah ditawari Heri Basuki. Heri menyebut rumah itu milik kliennya, Raden Gusti Anwar Sidik.


Heri adalah pengacara. Saat ini, dia menduduki jabatan pengurus teras di sebuah organisasi advokat tingkat Jawa Timur. Saat jual beli berlangsung pada 2013, Ronny dan Heri menyepakati harga Rp 2,2 miliar. Setelah Ronny memberikan tanda jadi sebesar Rp 1 miliar, Heri menyerahkan fotokopi sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Alasannya, sertifikat asli sedang hilang. ’’Tapi, dia janji sedang menguruskan dan sebentar lagi jadi,’’ kata Ronny.


Heri menyebut sertifikat itu tengah diurus notaris yang beralamat di Jalan Karah. Kebetulan, Ronny mengenal notaris itu. Dia pun semakin percaya. ’’Saya sudah konfirmasi. Notaris bilang sudah diuruskan,’’ ucapnya.


Setahun berlalu, sertifikat yang dijanjikan tak kunjung ada. ’’Saya minta, kalau memang tidak bisa, uang kembali saja,’’ ujarnya. Ronny berkali-kali menagih. Namun, Heri memintanya bersabar.


Sembari menunggu sertifikat asli jadi, Ronny memagari semua bagian depan rumah tersebut dengan seng. Dia ingin segera memugarnya agar bisa dihuni. Namun, beberapa hari kemudian, Ronny mendapati pagar yang didirikannya roboh. ’’Saya cari tahu siapa yang bongkar. Ternyata Bambang Sugiharto,’’ ungkapnya.


Bambang selama ini menempati rumah itu. Saat Ronny memasang pagar seng, Bambang berada di dalam rumah. Bambang juga terkejut saat keluar rumah. Bagian depan rumah tiba-tiba sudah tertutup seng.


Bambang lantas mencari pemasang seng dan menemukan Ronny. Mereka saling mengklaim sebagai pemilik rumah. Keduanya pun beradu dokumen. Sama-sama memegang sertifikat. Bedanya, sertifikat yang dipegang Ronny hanya fotokopi, sedangkan sertifikat Bambang asli.


Bambang juga menunjukkan SHGB yang isinya sama persis dengan yang dipegang Ronny. Bedanya ada di lembaran terakhir. Terdapat stempel yang membuat Ronny terkejut bukan main. ’’SERTIFIKAT INI TIDAK DITERBITKAN OLEH KANTOR PERTANAHAN SURABAYA’’.


Dari situ, Ronny mengetahui fakta yang sebenarnya. Rumah itu ternyata milik Bambang. Bukan milik Anwar, sebagaimana diklaim Heri. Yang lebih menyesakkan, sertifikat yang dipegang Ronny ternyata pernah dipakai Heri untuk bersengketa dengan Bambang. Objeknya sama. Rumah di Jalan Khairil Anwar Nomor 12.


Sertifikat tersebut dinyatakan palsu. Setelah gagal jadi bukti dalam sengketa, sertifikat itu dijual. Dan laku. Ronny lantas meminta uang muka Rp 1 miliar dikembalikan. Heri menolak.


Kasus itu kemudian dilaporkan ke polisi. Heri ditetapkan sebagai tersangka. Sejak sidang di Pengadilan Negeri Surabaya hingga berlanjut ke tingkat kasasi, Heri dinyatakan bersalah. Mahkamah Agung memvonis Heri 2,5 tahun penjara.


Heri sempat menghilang. Kejaksaan Negeri Surabaya menetapkan Heri sebagai buronan pada Maret 2020. Dia baru tertangkap Jumat lalu (11/9) di rumahnya di Ketintang, Surabaya. Kala itu dia menyambangi keluarganya setelah lama tak pulang.


Harapan Ronny untuk menempati rumah baru akhirnya pupus. Uang mukanya pun hangus.


Sementara itu, Robert Mantinia, pengacara Heri, menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menikmati uang Rp 1 miliar dari Ronny. Semua uang itu diterima Anwar. Tidak lama setelah kasus tersebut mencuat, Anwar meninggal dunia. Heri, menurut dia, hanya menjadi pengacara Anwar. Proses jual beli dilakukan langsung antara Ronny dan Anwar.


”Memang Pak Heri pernah menerima uang Rp 100 juta. Tapi, langsung diserahkan kepada almarhum. Pak Heri hanya sebagai pengacara. Semestinya almarhum yang bertanggung jawab,” kata Robert.


Penyidik sempat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk perkara tersebut. Namun, kasus itu dibuka lagi hingga akhirnya Heri dinyatakan bersalah.(*)

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar