Pemerintah Dorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM Lewat Kolaborasi Multipihak | Borneotribun


Minggu, 13 Juli 2025

Pemerintah Dorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM Lewat Kolaborasi Multipihak

Pemerintah Dorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM Lewat Kolaborasi Multipihak
Pemerintah Dorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM Lewat Kolaborasi Multipihak.

Jakarta — Konflik agraria di Indonesia tak kunjung usai dan kerap memicu keresahan sosial. Menyadari urgensi ini, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, mengajak semua pihak untuk menyatukan langkah melalui pendekatan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam pertemuan bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berlangsung di Kantor Kementerian ATR/BPN, Senin (7 Juli 2025), Wamen Ossy menekankan bahwa penyelesaian masalah agraria tidak bisa dilakukan sendirian. Diperlukan kerja sama yang erat lintas sektor, dari pemerintah pusat hingga daerah, termasuk aparat penegak hukum.

“Konflik pertanahan itu kompleks dan bersinggungan dengan banyak sektor—dari kawasan hutan, tata ruang, perlindungan lingkungan, sampai penegakan hukum. Karena itu, pendekatan lintas lembaga sangat penting,” jelas Wamen Ossy.

Ia juga menyambut baik inisiatif Komnas HAM yang mendorong penyusunan peta jalan penyelesaian konflik agraria berbasis HAM. Tujuannya jelas: tidak hanya sebatas rencana, tapi menjadi acuan aksi nyata di lapangan.

“Jangan sampai roadmap ini hanya jadi dokumen. Harus bisa dijalankan, berdampak, dan menyentuh langsung masyarakat,” tambahnya.

Kenapa Pendekatan HAM Penting dalam Konflik Agraria?

Konflik agraria tidak sekadar urusan tumpang tindih lahan atau surat kepemilikan yang tak jelas. Masalah ini sangat menyentuh kehidupan warga, khususnya kelompok rentan seperti masyarakat adat, petani kecil, dan warga miskin pedesaan. Itulah sebabnya Komnas HAM menilai pendekatan berbasis HAM adalah keharusan.

Ketua Komnas HAM, Anies Hidayah, menegaskan bahwa hak atas tanah adalah bagian dari hak dasar manusia. Ketika tanah dirampas atau tidak ada kejelasan hukum, maka akses masyarakat terhadap kehidupan yang layak juga ikut terancam.

“Bagi kami, konflik agraria menyangkut keadilan, kepastian hukum, dan kelangsungan hidup masyarakat. Penyelesaiannya harus menempatkan HAM sebagai pondasi,” tegas Anies.

Ia berharap sinergi antarlembaga bisa menghasilkan solusi yang tidak berlarut-larut. Dengan roadmap yang disusun bersama, diharapkan ada pembagian tugas yang jelas serta komitmen dari masing-masing pihak.

Kolaborasi sebagai Kunci: Semua Harus Terlibat

Dalam pertemuan tersebut, hadir juga Tenaga Ahli Bidang Administrasi Negara dan Good Governance, Adjie Arifuddin, beserta sejumlah pejabat tinggi dari Kementerian ATR/BPN dan perwakilan dari Komnas HAM. Mereka sepakat bahwa kunci penyelesaian konflik agraria ada pada keterlibatan semua pihak: masyarakat, pemerintah, aparat, dan lembaga independen.

Kenapa multipihak penting?

Karena banyak konflik tanah yang bersumber dari:

  • Perbedaan kebijakan pusat dan daerah,

  • Ketidakjelasan batas kawasan hutan,

  • Investasi skala besar yang tidak mempertimbangkan hak masyarakat lokal,

  • Lemahnya pengawasan di lapangan.

Dengan melibatkan berbagai pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan peta jalan, diharapkan tidak ada lagi tumpang tindih kebijakan atau konflik kepentingan.

Apa yang Bisa Diharapkan dari Roadmap Ini?

Peta jalan (roadmap) yang sedang dirancang diharapkan menjadi:

  • Panduan kerja sama antarlembaga,

  • Landasan hukum yang kuat,

  • Dokumen aksi yang bisa diterjemahkan ke dalam langkah nyata di lapangan.

Jika roadmap ini bisa diwujudkan dan dijalankan dengan komitmen penuh, maka:

  • Masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum atas tanah,

  • Konflik agraria bisa ditekan secara signifikan,

  • Negara hadir secara nyata dalam melindungi hak warga.

Konflik agraria bukan hanya soal tanah, tapi soal hidup dan keadilan. Dengan pendekatan yang mengedepankan hak asasi manusia serta kolaborasi semua pihak, harapan untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh menjadi semakin besar.

Langkah yang diambil oleh Wamen ATR/Waka BPN bersama Komnas HAM ini menjadi sinyal kuat bahwa negara hadir untuk rakyat. Kini, tinggal menunggu implementasinya di lapangan—apakah roadmap itu hanya jadi tumpukan kertas, atau benar-benar mengubah wajah konflik agraria di Indonesia.

  

Follow Borneotribun.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Tombol Komentar