Berita Borneotribun.com: GEMAWAN Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label GEMAWAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GEMAWAN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Oktober 2023

Peningkatan Kapasitas Petani Kopi SETARA Seponti; Dukung Petani Lokal Menuju Pasar Global

Peningkatan Kapasitas Petani Kopi SETARA Seponti Dukung Petani Lokal Menuju Pasar Global.
KAYONG UTARA - Selama dua hari, 29-30 September 2023, sebanyak 20 (dua puluh) orang ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok perempuan, Serikat Perempuan Kabupaten Kayong Utara (SETARA), yang merupakan kelompok perempuan dampingan Lembaga Gemawan, mengikuti kegiatan “Peningkatan Kapasitas Petani Kopi.”

Kegiatan yang berlangsung di Desa Telaga Arum, Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara ini melibatkan perwakilan kelompok dari 6 (enam) Desa di dua Kecamatan berbeda, yakni Kecamatan Teluk Batang dan Kecamatan Seponti.

Untuk Kecamatan teluk Batang, diwakilkan oleh kelompok Perempuan Embun Padi, Desa Banyu Abang dan Kelompok Perempuan Usaha baru, Desa Masbangun. Sedangkan dari Kecamatan Seponti, diwakilkan oleh Kelompok Perempuan Anggrek Desa Wonorejo, Kelompok Perempuan Delima Desa Podorukun, Kelompok Perempuan Sumber Rezeki Desa Seponti Jaya dan Kelompok Perempuan Dahlia Jaya, Desa Telaga Arum.

Saat ini, mayoritas Desa dampingan Gemawan di enam Desa tersebut, sebagian besar masih melestarikan tanaman kopi, baik itu jenis Liberika, Robusta maupun Exelco.
Adapun tujuan dilaksanakannya pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan petani perempuan khususnya pada budidaya tanaman kopi.

Mulai dari penggalian kisah sejarah kopi, aspek budidaya, panen, pasca panen, hingga pengolahan kopi seperti roasting kopi, cara penyeduhaan kopi ala barista, branding produk, hingga analisis potensi pasar, sehingga diharapkan petani-petani kopi lokal bisa bersaing di pasar global.

Dartin, salah seorang peserta pelatihan mengungkapkan, dalam dua hari mengikuti proses pelatihan ia mengakui pengetahuan akan kopi menjadi bertambah. “Selama ini kita masih menerapkan cara-cara lama yang kita yakini sudah benar, namun ternyata apa yang kita lakukan ini masih terdapat beberapa kekeliruan sehingga melalui pelatihan ini maka terbukalah wawasan kita bahwa ternyata kopi ini harus diterapkan melalui perlakuan tertentu," katanya.

Misalnya saja, sambung dia, cara panen dan pengolahan biji kopi meski terasa rumit, karena harus memilah kopi seperti grade A, B dan seterusnya. 

"Tapi saya yakin melalui proses ini lah kita bisa menghasilkan biji kopi yang berkualitas, sesuai dengan standart yang diinginkan pasar saat ini,” terang Dartin yang sudah membudidayakan kopi sejak tahun 1997.

Indahsyah, yang juga mengikuti kegiatan pelatihan tersebut mengungkapan pelatihan kopi ini telah memberinya pengetahuan baru tentang penyangraian kopi. “Saya baru tahu cara menyangrai kopi itu ternyata ada beberapa tingkatan seperti low, medium, to dark dan dark, dan ternyata dari jenis-jenis ini bisa menghasilkan beragam cita rasa yang berbeda, selama inikan kita hanya goreng menggoreng saja, bahkan sampai gosong,” ucapnya sambil tersenyum.

Ketua kelompok Perempuan Usaha Baru Desa Masbangun, Sartini menambahkan, terpenting juga bagi dirinya adalah mengetahui proses pengolahan kopi untuk menghasilkan biji kopi berkualitas.

“Untuk menghasilkan biji kopi berkualitas yang diterima pasar dengan harga yang katanya juga fantastis ini terbilang memang cukup rumit, dan kesemuanya ini harus disiapkan sejak awal proses pemilihan bibit, pemeliharaan, panen dan pasca panennya, dan yang terpenting juga, saya bisa dapat pengetahuan baru dengan mengelola kopi dengan benar, justru bisa menghindari kita dari mitos yang mengatakan minum kopi bisa perut kembung, atau tidak cocok untuk mereka yang mengidap penyakit magh,” urainya Panjang lebar.

Usai kegiatan pelatihan yang dipandu oleh Dede Purwansyah, Founder CV. Pesona Kalbar Hijau, selaku narasumber berlangsung, fasilitator mengajak kepada para peserta untuk menyusun RTL guna membangun komitmen bersama untuk terus berupaya melestarikan kopi lokal salah satunya dengan perluasan lahan dan juga membentuk sebuah unit usaha guna menampung dan memasarkan produk petani dengan membentuk koperasi. (Izr/Hr)

Minggu, 24 September 2023

Konsolidasi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Kota Pontianak: TII, Lembaga Gemawan dan Tim Percepatan Reformasi Hukum Kolaborasi

Konsolidasi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Kota Pontianak: TII, Lembaga Gemawan dan Tim Percepatan Reformasi Hukum Kolaborasi.
PONTIANAK - Dengan target capaian terbentuknya peta identifikasi evaluasi masyarakat sipil terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Baik pada dimensi independensi, sumber daya, integritas internal, penindakan, pencegahan hingga relasi dengan para pemangku kepentingan.

Transparency International Indonesia (TII) dan Lembaga Gemawan bersama Tim Percepatan Reformasi Hukum melaksanakan "Konsolidasi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Kota Pontianak", pada Jumat (22/09/2023).

Kegiatan yang menargetkan adanya peta identifikasi evaluasi masyarakat sipil terhadap kinerja KPK diadakan di Rumah Gesit Gemawan, Kawasan Ujung Pandang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Dengan Menghadirkan empat (4) Pemantik Diskusi yaitu Adnan Topan Husodo, Tim Percepatan Reformasi Hukum, Alvin Nicola, Manajer Program Democratic and Participatory Governance TI Indonesia, Dr. Zulkarnaen, M.Si, Akademisi FISIP Universitas Tanjungpura, Laili Khairnur, Direktur Eksekutif Gemawan, dan Sri Haryati dari Gemawan sebagai Moderator.

Peserta yang datang berlatar belakang akademisi, jurnalis, advokat, kelompok masyarakat sipil, serta mahasiswa.

Adnan Topan Husodo, Tim Percepatan Reformasi Hukum mengatakan jika berbicara tentang pemberantasan korupsi, konteks kita hari ini sebagai negara, kita mengalami regresi demokrasi. Bukan hanya KPK yang mengalami pelemahan, akan tetapi semua lembaga.

Kita berada didalam fase yang tidak baik-baik saja masalah kedua pebisnis dan politisi bersatu, padahal ini adalah dua hal yang harus dipisahkan. "Salah siapa? Tidak ada yang salah, ini adalah soal pertempuran saja, antara kita masyarakat dengan pemerintah yang sedang kuat-kuatnya," katanya.

Banyak pelaku korupsi yang mendapat pengurangan hukuman karena adanya konflik kepentingan, Indonesia tidak mengatur konflik kepentingan didalamnya. "Pemberantasan korupsi sangat terkait dengan Neodevoplomentalis, masyarakat dianggap penyakit atau masalah demi terbentuknya pembangunan konteks pemberantasan korupsi," jelasnya lagi.

Adnan berujar Kita masyarakat baru bergerak jika ada ledakan besar seperti pada tahun 1998 Pemberantasan korupsi atas dasar desakan masyarakat atau tuntutan (bottom up).

*No Viral No Justice*
"Kasus harus viral dulu baru akan ada penyelesaiannya, kuat tidaknya penyelesaian bergantung dari kekuatan masyarakat," katanya.

Adnan menekankan korupsi tidak hanya harus dicegah, tapi harus dihentikan. "Pencegahan korupsi sudah salah by design karena salah pendekatan. Daya paksa diperlukan untuk membuat kebijakan itu berjalan. Ketika korupsi terjadi terus menerus, itu terjadi karena ada konflik kepentingan," imbuhnya.

Konteks pemberantasan korupsi, tambah aktivis yang pernah menjadi Direktur ICW, negara dengan kompleksitas aktornya tidak memiliki kemauan politik untuk memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi yang serius acapkali membutuhkan momentum ledakan besar, bukan sporadis dan terbatas.

Adnan menyebutkan, karena pemberantasan korupsi di Indonesia berbasis desakan masyarakat, maka daya tahannya bergantung dari kekuatan masyarakat. "Masyarakat melemah, negara kuat, demokrasi terancam. Anti korupsi beririsan dengan penguatan demokrasi," pungkas Adnan.

Zulkarnaen, Akademisi FISIP Universitas Tanjungpura menyebut korupsi adalah masalah yang rumit dan kompleks.

"Indonesia sebagai negara konstitusional sekaligus negara demokrasi, kita pahami sebelumnya bahwa penguasa tahu betul arus demokrasi. Mereka tidak bisa ditolak dan tidak bisa dilawan, maka dari itu penguasa harus tahu bagaimana cara untuk mengaturnya," kata dia.

Dikatakan Zulkarnaen, keputusan KPK menjadi konvensional, karena diputuskan oleh DPR RI. Jadi harus dikawal karena kedudukannya paling tinggi, karena merupakan wakil rakyat.

Kita harus memahami pasal-pasal hukum agar keputusan dan kebijakan yang dibuat mengena dan tepat sasaran. "Apakah MK sekarang steril dari kepentingan penguasa? MK dalam konteks-konteks terkait dengan konsep kekuasaan perlu dipertanyakan," ujarnya.

Partai politik, paparnya, adalah gerbang utama dalam dimensi demokrasi. Politik sebagai panglima untuk memimpin menuju demokrasi. "Siapapun yang menjadi penguasa akan sulit melakukan korupsi jika dikawal dengan ketat," timpalnya.

Ditempat yang sama, Alvin Nicola, Manajer Program Democratic and Participatory Governance TI Indonesia menyampaikan cerita tentang demokrasi yang dikorupsi. "Harapan kita sempat terbakar saat mendengar fakta-fakta yang ada, tapi kita tidak boleh menyerah dan harus tetap semangat. Kebutuhan dan urgensi utama saat ini adalah penguatan masyarakat sipil dalam pemberantasan korupsi," ungkapnya.

KPK cenderung mengabaikan akar masalah, dan yang sering diabaikan yaitu integritas penegakan hukum dan integritas politik. Sekarang, imbuh Alvin, kita digiring kepada hal-hal yang receh, dan berusaha di hari ini muncul politik pesanan.

"KPK juga berpotensi digunakan untuk kepentingan politik, padahal penting untuk membongkar the untouchables. Proses alih status telah dilakukan diluar prinsip negara hukum, Indonesia semakin dikucilkan komitmen pemberantasan korupsinya dalam forum-forum interasional," ujarnya lagi.

Ia memaparkan kehadiran Perpres 54/2018 belum membuahkan hasil yang signifikan bagi pembenahan iklim pencegahan korupsi. "Aksi pencegahan korupsi di dalam Stranas PK yang dipantau masyarakat sipil masih membutuhkan upaya lebih keras untuk mencapai tingkat dampak (impact)," katanya.

Paradigma kebijakan yang cenderung bermain di pinggiran serta didominasi pendekatan yang teknokratik-administratif berakibat pada tak tersentuhnya masalah utama korupsi itu sendiri, yaitu korupsi politik.

Sehingga Stranas PK seakan hanya bekerja untuk merespon korupsi kecil (petty corruption). "Pendekatan ini seakan menutup mata masifnya upaya akumulasi kekuasaan (power accumulation) dan perluasan kekuasaan (power extension) di sisi yang lain," urainya.

Sementara itu, Laili Khairnur, Direktur Eksekutif Gemawan mengajak forum untuk berefleksi atas gerakan antikorupsi yang telah dilakukan selama ini. 

"Kita harus menempatkan posisi kita dengan benar agar dapat bergerak dengan tepat untuk menghentikan korupsi yang terjadi," terangnya. 

Ia menekankan perlunya beberapa hal dalam gerakan antikorupsi, yakni asset-based thingking, tidak terpaku hanya pada satu solusi (no blanked solution), serta komunikasi strategis.

Story Telling Movement

"Story telling itu penting dalam gerakan pemberantasan korupsi," tegasnya. Dengan cara ini, Laili menuturkan, cerita yang disampaikan dapat menggerakkan hati pendengar untuk ikut melakukan aksi-aksi antikorupsi.

"Melalui story telling, kita harus mulai mengampanyekan bahwa Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Realitas dilapangan berbanding terbalik yang terlihat dipermukaan," tambahnya.

Laili menambahkan, Gemawan saat ini sedang mengidentifikasi inovator-inovator di tingkat lokal agar menjadi aktor-aktor perubahan. "Kami ingin banyak pihak terlibat dalam gerakan perubahan," harapnya. (Izr/Hr)

Sabtu, 23 September 2023

Direktur Gemawan Serukan Story Telling Movement untuk Komunikasikan Gerakan Antikorupsi

Direktur Gemawan Serukan Story Telling Movement untuk Komunikasikan Gerakan Antikorupsi.
PONTIANAK - Menargetkan peta identifikasi evaluasi masyarakat sipil terhadap kinerja KPK, Transparency International Indonesia (TII), Lembaga Gemawan, bersama Tim Percepatan Reformasi Hukum melaksanakan Konsolidasi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Kota Pontianak, pada Jumat (22/09/2023).

Kegiatan yang menargetkan adanya peta identifikasi evaluasi masyarakat sipil terhadap kinerja KPK diadakan di Rumah Gesit Gemawan, kawasan Ujung Pandang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Kegiatan menghadirkan empat (4) orang pemantik diskusi, yakni Adnan Topan Husodo, Tim Percepatan Reformasi Hukum; Alvin Nicola, Manajer Program Democratic and Participatory Governance TI Indonesia; Dr. Zulkarnaen, M.Si, Akademisi FISIP Universitas Tanjungpura; dan Laili Khairnur, Direktur Eksekutif Gemawan.

Peserta yang datang berlatar belakang akademisi, jurnalis, advokat, kelompok masyarakat sipil, serta mahasiswa.

Laili Khairnur mengajak forum untuk berefleksi atas gerakan antikorupsi yang telah dilakukan selama ini. 

"Kita harus menempatkan posisi kita dengan benar agar dapat bergerak dengan tepat untuk menghentikan korupsi yang terjadi," terangnya. 

Ia menekankan perlunya beberapa hal dalam gerakan antikorupsi, yakni asset-based thingking, tidak terpaku hanya pada satu solusi (no blanked solution), serta komunikasi strategis.

Story Telling Movement

"Story telling itu penting dalam gerakan pemberantasan korupsi," tegasnya. Dengan cara ini, Laili menuturkan, cerita yang disampaikan dapat menggerakkan hati pendengar untuk ikut melakukan aksi-aksi antikorupsi.

"Melalui story telling, kita harus mulai mengampanyekan bahwa Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja. Realitas dilapangan berbanding terbalik yang terlihat dipermukaan," tambahnya.

Laili menambahkan, Gemawan saat ini sedang mengidentifikasi inovator-inovator di tingkat lokal agar menjadi aktor-aktor perubahan. "Kami ingin banyak pihak terlibat dalam gerakan perubahan," harapnya. (Izr/Hr)
 

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pilkada 2024

Lifestyle

Tekno