Siapa yang Akan Mewakili Myanmar di PBB?
Logo Perserikatan Bangsa-Bangsa di lorong yang tampak sepi dalam pelaksanaan Sidang Umum PBB ke-75 yang kebanyakan digelar secara virtual, di tengah pandemi COVID-19, 22 September 2020. |
BorneoTribun Myanmar, Internasional -- Pemerintah Myanmar kini sedang bertarung di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengklaim wakil mereka di badan dunia itu. Kemungkinan besar negara-negara anggota harus turun tangan untuk memutuskan duta besar mana yang akan diakui.
“Saya dapat mengukuhkan bahwa kami menerima dua surat,” ujar juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric pada wartawan. “Kedua surat ini sedang kami kaji,” tambahnya.
Dujarrin mengatakan, Senin (1/3), bahwa pihaknya telah menerima sepucuk surat dari Kyaw Moe Tun, Duta Besar Myanmar yang baru menjabat Oktober lalu dan memastikan bahwa ia masih menjadi wakil negara itu di PBB. Sementara itu komunikasi kedua diterima pada Selasa (2/3) dari Kementerian Luar Negeri Myanmar yang memberitahu Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres bahwa per 28 Februari, Wakil Duta Besar Myanmar untuk Misi PBB Tin Maung Naing telah ditunjuk sebagai kuasa usaha.
“Jujur saja, kami berada dalam situasi yang sangat unik yang sudah lama tidak terjadi,” kata Dujarric. “Kami mencoba memilah seluruh protokol hukum dan implikasi lainnya.”
Saling Klaim
Dalam sidang Majelis Umum PBB pada Jumat (26/2), Duta Besar Myanmar ntuk Misi PBB Kyaw Moe Tun menyampaikan seruan emosional kepada masyarakat internasional, menyerukan negara-negara untuk menolak kudeta militer 1 Februari lalu dan untuk “menggunakan segala cara yang diperlukan” untuk melindungi rakyat Myanmar.
Stasiun televisi mengumumkan bahwa sehari setelah menyampaikan pernyataan itu, Kyaw Moe Tun dipecat.
Dalam surat kepada Presiden Majelis Umum PBB dan salinan surat pada Kantor Sekjen PBB, Kyaw Moe Tun mengatakan ia ditunjuk oleh Presiden U Win Myint, “presiden Myanmar yang dipilih secara sah” dan oleh Menteri Luar Negeri Aung San Suu Kyi.
Presiden U Win Myint dan Suu Kyi merupakan dua dari puluhan pejabat yang telah ditahan dalam pengambilalihan kekuasaan awal Februari itu.
Demonstrasi rakyat yang terjadi di seluruh Myanmar guna menentang kudeta militer itu telah bergulir menjadi aksi kekerasan yang menelan korban jiwa. Para diplomat mengatakan Dewan Keamanan PBB akan membahas situasi itu Jumat ini (5/3).
“Para pelaku kudeta yang tidak sah terhadap pemerintahan demokratis Myanmar tidak memiliki kewenangan untuk melawan otorita sah presiden negara saya,” demikian petikan surat Kyaw Moe Tun itu. “Oleh karena itu saya ingin mengukuhkan bahwa saya masih menjadi Perwakilan Tetap Myanmar Untuk PBB.”
Sementara itu komunikasi dari Kementerian Luar Negeri tidak ditandatangani, tetapi memiliki cap resmi dan mengumumkan bahwa “Dewan Administrasi Negara Republik Persatuan Myanmar menghentikan tugas dan tanggung jawab Duta Besar U Kyaw Moe Tun” pada 27 Februari, sehari setelah ia menyampaikan pidato mengecam kudeta itu.
“Untuk itu Kementerian Luar Negeri ingin meminta Kantor Eksekutif Sekjen PBB untuk menerima keputusan yang dibuat oleh Dewan Administrasi Negara Myanmar,” sebagaimana ditulis dalam surat itu.
Komite Kredensial PBB
Biasanya jika ada perselisihan tentang siapa utusan yang telah diakreditasi suatu negara, Komite Kredensial PBB – yang terdiri dari sembilan negara anggota – akan mengkaji hal itu dan memberikan rekomendasi.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield di Capitol Hill, Washington, 27 Januari 2021. |
“Setelah itu tergantung pada Majelis Umum untuk mempertimbangkan rekomendasi dari komite kredensial itu,” ujar Brenden Varma, juru bicara Presiden Majelis Umum.
“Kita belum pernah melihat bukti resmi apapun – atau permintaan bahwa ia (Kyaw Moe Tun.red) dipecat dan untuk sementara waktu ia merupakan wakil pemerintah Myanmar,” ujar Duta Besar Amerika untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, Senin (1/3).
Thomas-Greenfield berbicara dalam konferensi pers tentang siapa yang akan diakui Amerika sebagai wakil Myanmar di PBB.
Sekjen PBB Antonio Guterres telah berulang kali menyerukan agar militer mengubah tindakannnya dan menghormati keinginan rakyat sebagaimana yang ditunjukkan dalam pemilu presiden November lalu, di mana Partai Liga Nasional Untuk Demorasi (NLD) menang telak dengan meraih 82 persen suara.Utusan Khusus PBB Untuk Myanmar Christine Schraner Burgener menyerukan kepada masyarakat internasional “untuk tidak memberi pengakuan atau legitimasi” pada rejim militer Myanmar.
Ia mengatakan sangat prihatin dengan terus terjadinya penangkapan pemimpin politik, termasuk anggota-anggota NLD; para pejabat pemerintah; masyarakat madani: dan wartawan. Ia mengecam keras penggunaan kekuatan mematikan terhadap demonstran damai dan meningkatnya jumlah korban tewas sebagai hal yang “tidak dapat diterima.” [em/pp]
Oleh: VOA Indonesia