Berita Borneotribun.com: Pembunuhan Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Pembunuhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembunuhan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Juli 2021

Saat Nonton Hiburan Organ Tunggal, Seorang Pria Di Bima Jadi Korban Pembacokan

Saat Nonton Hiburan Organ Tunggal, Seorang Pria Di Bima Jadi Korban Pembacokan
Saat Nonton Hiburan Organ Tunggal, Seorang Pria Di Bima Jadi Korban Pembacokan. 

Borneo Tribun Kota Bima, NTB – Hiburan Orgen tunggal Rabu (14/7) malam, berakhir ricuh. Para penikmat hiburan yang lepas kontrol emosi, adu mulut. Ujungnya, jatuh korban karena dibacok.

Peristiwa pembacokan yang terjadi di wilayah hukum Polsek Ambalawi, tepatnya di Desa Nipa Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima.

Kapolres Bima Kota melalui Kasi Humas Iptu Jufrin Rama, Kamis (15/7) pagi ini mengabarkan, Haerun (27) telunjuk jari kirinya putus akibat menahan Serangan bacokan dari Bondo (26) teduga pelaku pembacokan.

Kronologis kejadian jelas Iptu Jufrin Rama, awalnya nonton Orgen Tunggal perayaan ulang tahun, korban terlibat cek cok dengan seseorang bernama Ade, hingga berujung perkelahian.

Sejurus kemudian, Bondo langsung membacok korban. Arah bacokan tepat dikepala itu, ditangkis korban dengan kedua tangannya. Hingga tidak terlekan, satu jarinya putus.

“Korban langsung dilarikan ke puskesmas Ambalawi guna mendapatkan perawatan medis, sementara pelaku masih DPO,”jelasnya.(Adbravo)

Sabtu, 10 Juli 2021

Lebih dari 12 tersangka ditahan dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise

Lebih dari 12 tersangka ditahan dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise
Lebih dari 12 tersangka ditahan dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise.

BORNEOTRIBUN INTERNASIONAL -- Lebih dari 12 tersangka telah ditahan dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise, kata para pejabat pada Kamis malam (8/7).

Pihak berwenang Haiti menyebut satu tim pembunuh bersenjata berat yang terdiri dari 28 “tentara bayaran”, terlibat dalam pembunuhan Moise di kediaman pribadinya di pinggiran ibu kota, Port-au-Prince pada Rabu lalu.

Tim pembunuh itu terdiri dari 26 warga negara Kolombia dan dua warga Amerika keturunan Haiti.

Direktur Kepolisian Nasional Haiti Leon Charles, Kamis (9/7) mengatakan bahwa 17 lelaki telah ditahan, terdiri dari dua warga negara Amerika dan 15 warga Kolombia.

Charles mengatakan tiga tersangka tewas dan delapan lainnya masih diburu. Sebelumnya polisi mengatakan empat tersangka telah tewas.

Charles maupun para pejabat kepolisian tidak menjelaskan mengenai selisih angka tersebut.

“Pengejaran terhadap tentara-tentara bayaran itu berlanjut,” kata Charles.

“Nasib mereka sudah pasti: Mereka akan mati dalam pertempuran atau ditangkap.”

Jumat pagi (9/7), Taiwan merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa 11 tersangka ditangkap di halaman kedutaan besar di Port-au-Prince setelah berusaha meloloskan diri dari polisi.

“Polisi melancarkan operasi sekitar pukul 4 sore hari Kamis (8/7) dan berhasil menangkap 11 tersangka,” kata pernyataan dari Kedutaan Taiwan.

Mathias Pierre, menteri pemilu Haiti, hari Kamis (8/7) mengidentifikasi dua warga Amerika keturunan Haiti itu sebagai James Solages (35), dan Joseph Vincent (55). 

Departemen Luar Negeri AS belum mengukuhkan laporan bahwa dua warga negara AS kini berada dalam tahanan. 

Kamis malam, pemerintah Kolombia mengukuhkan bahwa sedikitnya enam tersangka, termasuk dua yang tewas, tampaknya adalah pensiunan anggota militer Kolombia.

Para tersangka itu tidak diidentifikasi. Perdana menteri sementara Claude Joseph menetapkan negara dalam “keadaan terkepung”, atau praktis dalam keadaan darurat militer. [uh/ab]

VOA

Jumat, 09 Juli 2021

Haiti Buru Lebih Banyak Tersangka Pembunuh Presiden

Haiti Buru Lebih Banyak Tersangka Pembunuh Presiden
Haiti Buru Lebih Banyak Tersangka Pembunuh Presiden.

BORNEOTRIBUN - Haiti dilanda kekacauan sehari setelah Presiden Jovenel Moise tewas akibat dibunuh.

Sementara pihak berwenang bertekad untuk memburu lebih banyak lagi tentara bayaran yang diduga menembak presiden sampai mati di kamar tidur rumahnya.

Polisi, Rabu malam (7/7), mengatakan telah membunuh empat tersangka dalam baku tembak di ibu kota Port-au-Prince, menangkap dua lainnya, dan membebaskan tiga petugas yang disandera.

Setidaknya dua tersangka lainnya menurut polisi, ditangkap Kamis (8/7).

"Pengejaran tentara bayaran terus berlanjut," kata Léon Charles, direktur Kepolisian Nasional Haiti. 

"Nasib mereka sudah ditentukan: Mereka akan mati dalam pertempuran atau akan ditangkap" ujarnya.

Perdana Menteri Sementara Haiti, Claude Joseph menempatkan negara itu dalam situasi “keadaan pengepungan” yang secara efektif merupakan darurat militer.

“Kematian ini tidak akan luput dari hukuman,” kata Joseph kepada negara miskin berpenduduk 11 juta orang itu dalam pidato Rabu.

Tetapi para pejabat tidak memberikan rincian mengenai mereka yang tewas dalam baku tembak atau tersangka yang ditahan, atau apa yang mengarahkan polisi kepada para tersangka itu. Pejabat hanya mengatakan serangan itu dilakukan oleh "kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap," dengan para penyerang berbicara bahasa Spanyol atau Inggris.

Motivasi pembunuhan itu masih belum jelas, tetapi Haiti telah lama mengalami kemiskinan dan kekacauan politik.

Carl Henry Destin, seorang hakim Haiti, kepada surat kabar Nouvelliste mengatakan para penyerang menyamar sebagai agen Badan Penegakan Narkoba AS, tetapi pejabat AS dan Haiti mengatakan orang-orang bersenjata itu tidak memiliki kaitan dengan badan tersebut.

Destin kepada surat kabar itu mengatakan para penyerang mengikat seorang pembantu dan pekerja staf rumah tangga lainnya saat mereka menuju ke kamar tidur presiden, di mana mereka menembak Moise setidaknya 12 kali. [my/jm]

VOA

Sabtu, 26 Juni 2021

Polres Loteng Amankan Terduga Pelaku Pembunuhan di Desa Mangkung

Polres Loteng Amankan Terduga Pelaku Pembunuhan di Desa Mangkung
Polres Loteng Amankan Terduga Pelaku Pembunuhan di Desa Mangkung.

BorneoTribun Lombok Tengah, NTB -  Peristiwa penganiayaan yang terjadi di dusun Orok Gendang desa Mangkung kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah menyebabkan satu orang tewas usai kena tebasan parang. Kejadian tersebut berlangsung pada Jumat (25/6).

Kapolres Lombok Tengah, AKBP Esty Setyo Nugroho SIK membenarkan kejadian tersebut. 

"Pelaku atas nama Amaq Tari (30) alamat dusun Panggonggan desa Pandan Indah telah membunuh korban Amaq Muhalim (55) asal desa Pandan Indah menggunakan parang," kata Kapolres.

Disampaikan, kronologis kejadian pada hari Jumat tanggal 25 Juni 2021 sekitar pukul 16.30 Wita. Berdasarkan pengakuan dari pelaku bahwa korban dilarang mengambil rumput milik pelaku namun korban ngeyel sehingga terjadi cek-cok mulut.

"Setelah itu terjadi pertengkaran yang mengakibatkan korban melakukan penebasan dengan menggunakan parang yang dibawa, tetapi parang itu dapat direbut oleh pelaku. Akhirnya, pelaku menebas bagian perut sampai mengakibatkan korban terluka dan meninggal dunia," ungkap Esty.

Selanjutnya, pelaku langsung melarikan diri ke dusun Orok Gendang desa Mangkung.

"Tidak lama, pelaku datang menyerahkan diri ke Polsek Praya Barat. Selanjutnya pelaku diamankan ke Polres Loteng," pungkasnya.

(Adbravo)

Minggu, 20 Juni 2021

Pemred di Pematang Siantar Tewas Ditembak, AJI Tuntut Pengusutan

Polisi saat melakukan olah tempat kejadian perkara tewasnya seorang pemimpin redaksi media daring lokal di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu, 19 Juni 2021. (Foto: Polres Simalungun)

BORNEOTRIBUN JAKARTA - Seorang pemimpin redaksi (pemred) media daring lokal di Pematang Siantar, Sumatera Utara (Sumut), tewas ditembak oleh orang tak dikenal. Kejadian itu menambah rentetan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut dalam kurun waktu sebulan terakhir. AJI mendesak polisi segera melakukan pengusutan.

Mara Salem Harahap alias Marsal, pemimpin redaksi media daring “LasserNewsToday” di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara (Sumut), ditemukan tewas dengan luka tembak, Sabtu (19/6) dini hari.

Kematian Marsal diduga berkaitan dengan berita yang kerap ditulisnya. Mulai dari dugaan penyelewangan yang dilakukan pejabat badan usaha milik negara (BUMN), maraknya peredaran narkoba dan perjudian, hingga bisnis hiburan malam yang diduga melanggar aturan di Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun.

Polisi saat melakukan olah tempat kejadian perkara tewasnya seorang pemimpin redaksi media daring lokal di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu, 19 Juni 2021. (Foto: Polres Simalungun)

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Liston Damanik, mengatakan kematian Marsal menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut. Sedikitnya, ada empat kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut dalam kurun waktu sebulan terakhir termasuk dan kematian Marsal satu di antaranya.

"Menurut kami ini sangat tinggi mungkin belum pernah terjadi sebelumnya. Kami menduga walaupun berbeda-beda lokasi tapi setiap pembiaran atas kasus kekerasan terhadap jurnalis di satu daerah itu berarti preseden buruk buat dunia pers," kata Liston kepada VOA, Sabtu (19/6) malam.

Rumah dan Mobil Dibakar

Liston pun memaparkan sejumlah kasus kekerasan yang dialami beberapa jurnalis di Sumut. Pada 29 Mei 2021, kediaman seorang jurnalis media daring di Kota Pematang Siantar bernama Abdul Kohar Lubis diteror orang tak dikenal (OTK) dengan percobaan pembakaran rumah.

Lalu, pada 31 Mei 2021, mobil milik Pujianto, jurnalis dari Metro TV asal Kabupaten Serdang Bedagai, dibakar OTK saat sedang terparkir di depan rumahnya. Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi pada 13 Juni 2021 di Kota Binjai. Rumah orang tua dari salah seorang jurnalis di Binjai yang kerap memberitakan tentang maraknya perjudian di kota itu juga pernah diteror dengan bomb molotov dan tembakan airsoft gun di rumahnya.

Mobil milik jurnalis Metro TV yang dibakar orang tak dikenal di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, 31 Mei 2021. (Foto: istimewa)

Terbaru adalah kasus kematian pemred media lokal bernama Marsal yang ditemukan warga telah tewas di dalam mobil miliknya dengan luka tembak pada bagian paha. Marsal ditemukan bersimbah darah tak jauh dari rumahnya.

Meningkatnya angka kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut dalam sebulan terakhir tak sejalan lurus dengan proses penegakan hukumnya.

Liston mengatakan aparat kepolisian memang melakukan penyelidikan usai menerima laporan dari jurnalis yang menjadi korban tindak kekerasan hingga teror. Namun, proses dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap jurnalis terkesan lambat.

"Memang ada penyelidikan, tapi terus menggantung. Di Sumut hampir tidak ada dalam dua tahun terakhir kasus-kasus yang menimpa jurnalis itu ditangkap pelakunya. Sebenarnya, polisi sekarang canggih dan memiliki kemampuan tapi kenapa tidak bisa diungkap pelakunya," ujarnya.

"Saya bingung kenapa di satu kasus polisi begitu cepat bereaksi. Tapi untuk kasus kekerasan terhadap jurnalis itu sepertinya lambat," Liston menambahkan.

Desak Polisi

AJI Medan pun menyarankan polisi untuk bergerak cepat dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumut.

"Kami sebenarnya fokus pada penanganan kasus-kasus ini secepat mungkin pelaku ditangkap dan diungkap motifnya," ucap Liston.

Bukan hanya itu, AJI Medan juga mengimbau kepada para jurnalis di Sumut mengedepankan profesionalisme dan etika dalam menjalankan aktivitas jurnalistiknya.

"Kita jangan cuma menuntut kepolisian tapi juga introspeksi diri. Kami juga berpesan agar teman-teman jurnalis mendahulukan keselamatan dalam bekerja. Kalau memang kita bekerja mencari informasi membuat berita pasti ada banyak cara selain membahayakan diri," pungkas Liston.

Juru bicara Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, mengatakan sampai saat ini laporan-laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis itu masih ditindaklanjuti. Dia pun menegaskan pihaknya tidak mendiamkan laporan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.

"Proses penyidikan masih terus berjalan. Apa yang menjadi perhatian pimpinan terus kami jalankan. Kami butuh dukungan, dan doa dari masyarakat agar kasus-kasus ini segera bisa terungkap," ujarnya kepada VOA.

Sementara, Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, menilai secara umum aparat kepolisian masih lambat dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan kekerasan terhadap jurnalis.

"Secara umum memang angka kekerasan terhadap jurnalis cukup tinggi, tapi dari penyelesaian kasusnya itu sangat rendah bahkan hampir bisa dihitung dengan jari," kata Ade kepada VOA, Sabtu (19/6).

Ade melanjutkan, kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis bahkan sangat jarang bisa sampai ke proses peradilan. Sejauh ini kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis bahkan kerap berakhir di tahap penyerahan berkas perkara ke kejaksaan.

"Syukur-syukur sampai level tuntutan. Ini sampai level proses naik ke kejaksaan saja itu belum ada sangat jarang. Kalau pun ada itu sangat lambat dan tidak menyentuh aktor intelektual," ungkapnya.

LBH Pers pun mendesak agar aparat penegak hukum harus dengan sigap menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Apalagi, kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan aktivitas jurnalistiknya agar tidak menghambat kebebasan pers itu sendiri.

Di sisi lain, kata Ade, Dewan Pers juga harus menstimulus proses hukum dan mendorong kepolisian agar segera menemukan motif dari pelaku.

"Sehingga pertanyaan-pertanyaan selama ini apakah penembakan terkait dengan aktivitas jurnalistik atau bukan itu harus terbuka dahulu. Jadi nanti dari situ terbaca pola-polanya. Nah, itu yang harusnya segera didorong," tandas Ade. [aa/em]

Oleh: VOA

Senin, 17 Mei 2021

Ditemukan Seorang Pria Tidak Bernyawa dengan Kondisi Bersimbah Darah

Ditemukan Seorang Pria Tidak Bernyawa dengan Kondisi Bersimbah Darah
Ditemukan Seorang Pria Tidak Bernyawa dengan Kondisi Bersimbah Darah.

BorneoTribun Sumsel -- Ditemukan Seorang pria warga Lorong Indrawati Kelurahan 11 Ulu Kecamatan SU II tidak bernyawa dengan kondisi bersimbah darah dengan luka di dada sebelah kiri, Sabtu (15/5) sekira pukul 16.00 WIB.

Dilansir BorneoTribun dari Infosumsel.id, diketahui korban yakni Ali Saibi (50) warga Lorong Sehati Kelurahan 11 Ulu Kecamatan SU II Palembang. Sebelum peristiwa berdarah itu, sekitar pukul 15.00 WIB, keponakan korban yakni Agung Satria (20) sedang silaturahmi ke rumah tetangga. Lalu mendapat kabar kalau korban ditemukan warga terkapar di TKP.

Saat ditemukan oleh warga, korban dalam posisi terlentang dan tangan kirinya memegang sebilah senjata tajam jenis parang. Namun untuk saat ini belum diketahui motif dan siapa pelakunya, 

"Sewaktu saya dapat kabar saat itu saya lagi bertamu ke rumah tetangga-tetangga di sekitar rumah, lalu saya mendapatkan kabar dari warga yang mengatakan paman sudah terkapar di lorong Indrawari bersimbah darah. Ketika saya cek ke sana ternyata benar itu paman saya," ucap Agung Sabtu (15/5/2021) sore.

Lanjutnya, dirinya mengungkapkan bahwa dirinya tak mengetahui persis tragedi tersebut. Apalagi korban sudah ditemukan di TKP oleh warga sudah tak bernyawa lagi, 

"Saat saya sampai di TKP dan saya melihat paman sudah kita bernyawa lagi, lalu warga pun sudah ramai di TKP, saya dan warga langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi," bebernya.

Petugas yang mendapatkan laporan dari warga di TKP bahwa adanya penemuan mayat tersebut, petugas piket SPKT, Identifikasi dan piket Reskrim Unit Pidsus serta Polsek SU I langsung mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) kemudian jenazah di larikan ke kamar mayat RS Bhayangkara Palembang untuk divisum.

Selain mengevakuasi jenazah petugas Satreskrim Polrestabes Palembang dan Polsek Su II, masih melakukan penyelidikan dan mengambil keterangan saksi-saksi di lapangan guna penyelidikan lebih lanjut.

Sementara itu, Kasubbag Humas Polrestabes Palembang Kompol M Abdullah ketika dikonfirmasi membenarkan adanya penemuan mayat atas korban yakni Ali saibi yang sudah meninggal dunia bersimbah darah.

"Ketika mendapatkan laporan petugas piket, Reskrim dan Polsek langsung mendatangi TKP dan membawa jenazah ke RS Bhayangkara Palembang," ujar Abdullah.

Lanjutnya, untuk sementara kasusnya masih dalam proses penyelidikan.

"Korban meninggal akibat luka tusuk di bagian dada atau rusuk sebelah kiri, dan siapa pelaku masih dalam penyelidikan, barang bukti ditemukan sebilah parang di tangan korban," tutupnya.

(Yk/Yl)

Kamis, 13 Mei 2021

Empat Warga Dibunuh Teroris MIT, Pemerintah Didesak Bersikap Tegas

Keluarga korban pembunuhan kelompok MIT berkumpul di sekitar peti jenazah, sebelum dibawa ke tempat peristirahatan terakhir, Rabu, 12 Mei 2021. (Foto : Yoanes Litha).

BorneoTribun Palu -- Ratusan orang menghadiri pemakaman empat warga desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulteng yang sehari sebelumnya dibunuh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Warga mendesak pemerintah bersikap tegas memburu kelompok itu untuk mencegah jatuhnya lebih banyak korban.

Isak tangis keluarga korban semakin kuat ketika satu demi satu dari empat peti jenazah mulai dipaku sebelum dibawa menuju pemakaman umum desa Kalemago, Lore Timur.

Semar (7) tahun hanya bisa menangis sambil menyandarkan tubuhnya ke salah seorang anggota keluarga yang berupaya menenangkannya. Bocah perempuan itu ingin mencegah peti mati yang berisi jasad pamannya, Paulus Papah, dibawa ke lokasi pemakaman. Menurut pihak keluarga, Semar sangat dekat dengan pamannya itu.

Paulus Papah adalah satu satu dari empat warga desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso yang dibunuh oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur pada Selasa (11/5) ketika sedang memanen buah kopi di kebun yang berjarak sejauh dua kilometer dari desa itu. Keempatnya beragama Kristen.

Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah Komisari Besar Polisi Didik Supranoto memperlihatkan foto sembilan anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Rabu, 12 Mei 2021. (Foto: Yoanes Litha)

Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah Komisari Besar Polisi Didik Supranoto, mengatakan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) diduga kuat merupakan pelaku pembunuhan empat petani itu. Empat korban itu adalah Lukas Lese, Marten Solo, Paulus Papah dan Simson Susah. Mereka sedang memanen buah kopi ketika didatangi lima anggota kelompok teroris MIT.

“Semua korban ini berada di kebun yaitu di kebun kopi, kemudian berdasarkan keterangan saksi didatangi oleh lima orang. Nah lima orang ini, salah satunya dikenal oleh saksi mereka adalah Daftar Pencarian Orang (DPO) Mujahidin Indonesia Timur yang bernama Qatar,” kata Didik Supranoto saat memberikan keterangan pers di Mapolda Sulawesi Tengah, Rabu pagi (12/5).

“Saksi kemudian melapor kepada Kepala Desa. Kepala Desa melapor ke Polsek, setelah itu Satgas Madago Raya mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), disitulah kita temukan di lokasi pertama ada dua korban. Tidak jauh dari situ ditemukan lagi dua korban lainnya, jadi jumlahnya ada empat yang meninggal dunia,” papar Didik Supranoto.

Prosesi ibadah pemakaman untuk empat warga yang dibunuh kelompok MIT di Balai Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Rabu, 12 Mei 2021. (Foto: Yoanes Litha)

Dari pemantauan VOA di lokasi, empat peti mati berwarna putih itu diletakkan berjejer di Balai Desa Kalemago, tempat kegiatan ibadah pemakaman itu digelar. Ratusan pelayat memadati tenda-tenda yang disiapkan hingga ke rumah-rumah warga di sekitar tempat itu. Setelah prosesi ibadah pemakaman, keempat peti mati yang berisi jenazah para korban MIT itu kemudian diusung untuk dimakamkan di pekuburan umum di desa itu.

Desak Presiden Jokowi Bertindak Tegas

Otniel Papunde, Sekretaris Desa Kalemago kepada VOA mengatakan pembunuhan empat warga di desa itu berdampak pada psikologis warga yang kini diliputi rasa ketakutan dan tidak aman. Diungkapkannya selama ini warga di desa itu berada dalam situasi serba salah, di satu sisi mereka takut untuk ke kebun karena khawatir bertemu kelompok MIT, tapi di sisi yang lain bila tidak ke kebun maka mereka tidak punya sumber pendapatan ekonomi keluarga.

Warga mengusung empat peti mati menuju pekuburan Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Rabu (12/5/2021) Foto : Yoanes Litha

Ia berharap pemerintah pusat segera bertindak tegas agar gangguan keamanan di wilayah itu tidak berlarut-larut dan terus jatuh korban jiwa warga tidak berdosa.

“Kalau bisa disampaikan saja kepada Presiden supaya ini jangan main-main karena kita lihat ini sudah lama kasihan. Kami dari desa tetangga berapa lagi korban itu yang dalam artian satu lingkungan kami di Lore Timur ini. Jadi kalau bisa bagaimana kerjasamanya ini supaya ini benar-benar tuntas karena kebanyakan masyarakat kami di Kalimago itu di lereng-lereng situ menjadi nafkah kehidupan,” harap laki-laki berusia 45 tahun itu.

Lokasi Kebun Jauh, Warga Kerap Menginap Ketika Panen

Menurut Otniel, dari 210 keluarga – dengan total 735 jiwa – di desa Kalemago , 95 persen berprofesi sebagai petani yang mengolah tanaman kakao dan kopi di lereng-lereng gunung. Karena berada di lokasi yang jauh, warga biasa bermalam di kebun, khususnya saat memanen hasil kebun.

Prosesi pemakaman empat warga yang dibunuh kelompok MIT di Desa Kalemago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Rabu, 12 Mei 2021. (Foto: Yoanes Litha)

“Harapan kami kepada pemerintah kepada Presiden bahwa kalau tidak tuntas ini maka kami disini tidak akan bisa lagi keluar untuk mencari nafkah, dalam artian kami mau bagaimana nanti desa Kalimago ini. Korban berjatuhan terus, apalagi aduh kami semua ini banyak korban ini Pak, terus terang kayak sudah tidak diperhatikan kami ini,” kata Otniel dengan suara lirih.

Bupati Janji Bantu Ekonomi Keluarga Yang Khawatir Berkebun

Menjawab pertanyaan VOA, Bupati Poso, Verna Gladies Merry Inkiriwang mengatakan pemerintah kabupaten Poso akan berupaya membantu warga yang nampaknya dalam beberapa waktu ke depan belum dapat ke kebun karena alasan keamanan.

Anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah, Sabtu, 7 November 2020, saat melakukan penyisiran di Kelurahan Mamboro, Palu Utara, Kota Palu Sulawesi Tengah, mencari keberadaan 2 DPO teroris MIT. (Foto: dok).

“Yang menjadi PR (pekerjaan rumah.red) kami adalah bagaimana kami bisa menyuplai dan untuk sementara waktu bisa kami menjamin kehidupan masyarakat teristimewa yang berada di Kalimago ini sehingga masyarakat tidak kesusahan untuk melanjutkan kehidupan apalagi kebutuhan paling dasar untuk makan dan minum,” jelas Verna ketika melayat di desa Kalimago.

Pemerintah Kabupaten Poso menegaskan pihaknya secara terus menerus berkoordinasi dengan dengan TNI-POLRI serta pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk mengatasi gangguan keamanan yang masih kerap terjadi terjadi di wilayah itu. [yl/em]

Oleh: VOA

Selasa, 04 Mei 2021

Keluarga Korban Kekerasan di Papua: Kami Butuh Jawaban, Bukan Jamsostek Semata

Windy (yang ketika itu baru berusia 10 tahun) dan ibunda Harry Siregar menangis pilu dalam upacara pemakaman di Jakarta, April 2011. (Foto: pribadi)

BorneoTribun Jakarta -- Sepuluh tahun pasca tewasnya dua karyawan Freeport di Timika, Papua, keluarga masih tak lelah mencari jawaban untuk mengetahui siapa pelaku pembunuhan itu.Meski mendukung penetapan status organisasi teroris terhadap kelompok separatis bersenjata di Papua, mereka ragu ini akan menyelesaikan masalah.

Foto Windy, gadis kecil berusia 10 tahun yang menangis pilu di pelukan neneknya ketika ayahnya, Harry Bonatama Siregar, dimakamkan di TPU Pondok Kopi, Jakarta, setelah diterbangkan dari Timika, Papua, pada 11 April 2011, masih membekas. Kini Windy dan anak salah seorang korban lainnya yaitu Daniel Mansawan, sudah sama-sama berkuliah di Institut Pariwisata Bali Internasional dan ia sudah bisa bertanya, siapa yang membunuh dan membakar ayah mereka di Timika sepuluh tahun lalu.

Diwawancarai melalui telepon akhir pekan lalu, Linda Gurning, istri mendiang Harry Siregar, masih tak kuasa menahan kesedihan mengingat peristiwa itu.

Foto-foto keluarga Harry Bonatama Siregar saat masih bertugas di Departemen Security Risk Management PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, sebelum tewas dibunuh 7 April 2011. (Foto: pribadi)

“Saya masih ingat betul tanggal 7 April 2011 itu mengantarnya pergi bekerja dalam keadaan sehat wal'afiat. Dia sempat pulang untuk makan siang jam 12 dan kembali bekerja jam 1. Kemudian seharian itu saya disibukkan dengan pekerjaan lain dan baru menyadari ada insiden itu sore hari. Saya telepon-telepon tidak masuk. Lalu ada informasi ada dua korban masuk di klinik. Tetangga-tetangga saya mengatakan “kita kena, kita kena” dan saya tidak paham maksudnya, tapi kami langsung berangkat," kenangnya.

"Saya bersama Windy. Waktu itu dia baru duduk di kelas tiga SD. Sejak kami menunggu di klinik, semua orang diam. Tidak ada yang bisa menjelaskan apa yang terjadi. Mengapa suami saya ditembak dan dibakar sehingga mayatnya pun tidak bisa kami kenali lagi. Siapa yang melakukannya? Kenapa? Ada apa di mil 37 itu?,” tanyanya beruntun.

Lulusan Universitas Indonesia itu pun kemudian mendatangi pihak Freeport Indonesia di mana suaminya bekerja, kepolisian dan TNI di Timika, Komnas HAM, DPR, Ombudsman dan beberapa lembaga lain guna mendapat jawaban. Namun hingga sepuluh tahun berlalu, tidak pernah ada penjelasan resmi tentang insiden di mil 37 Timika pada 7 April 2011 itu.

Linda Gurning: “Setiap Kali Bertanya, Dibalas dengan Jamsostek Sudah Dibayarkan Khan?”

“Tolong bantu saya sebagai keluarga korban, ini ada apa? Ia (Harry) pergi kerja dalam keadaan sehat, mengapa pulangnya luluh lantak begini. Hasil otopsi dokter RSCM mengatakan ia dibunuh dengan cara dibakar hidup-hidup. Paru-parunya masih mengembang ketika ia dibakar. Darahnya jadi arang. Bagi saya kondisi ini mengenaskan dan pedih. Ia sebagai warga negara Indonesia, pergi dalam keadaan baik dan pulang luluh lantak tanpa ada penjelasan," jelasnya.

Linda Gurning, istri mendiang Harry Siregar, yang datang menabur bunga di Mil 37, TImika, Papua, dengan pengawalan ketat karena rentannya situasi keamanan. (Foto: pribadi)

"Saya pernah datang ke mil 37 di mana Harry dibunuh untuk menabur bunga, karena nyawanya dicabut di tempat itu. Kami datang dengan pengawalan ketat. Tidak ada kesempatan bagi saya untuk bertanya pada warga sekitar,” ujar Linda yang sepeninggal suaminya menjadi tulang punggung keluarga.

Yang lebih menyakitkan lagi, kata Linda, adalah setiap kali ia bertanya, “mereka justru bertanya... Jamsostek sudah dibayar khan? Bagi saya, kok begitu. Ini nyawa orang. Ini nyawa suami saya, ayah anak saya. Jamsostek atau dana apapun itu tidak seharga dengan nyawanya. Nyawa itu Tuhan yang kasih, bukan manusia. Saya tahu saya bukan siapa-siapa dan sudah terlalu banyak kepentingan di Papua, tapi saya akan terus bertanya mengapa suami saya dan temannya (Daniel Mansawan), yang naik mobil dengan plat Brimob itu dihabisi,” ujarnya lirih.

Harry Bonatama Siregar dan putrinya Windy, ketika bertugas di Departemen Security Risk Management PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, sebelum tewas dibunuh 7 April 2011. (Foto: Pribadi)

Pemerintah Tetapkan KSB di Papua Sebagai Organisasi Teroris

Beberapa tahun terakhir ini aksi kekerasan di sebagian Papua kembali melonjak. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam laporan tahunan Desember lalu mengatakan ada 40 aksi kekerasan sepanjang tahun 2020, baik yang dilakukan TNI, Polri, maupun keduanya. Sebagian besar terjadi di empat wilayah konflik, yaitu Kabupaten Intan Jaya, Nduga, Maybrat dan Kota Timika.

Namun KontraS tidak melaporkan aksi kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata yang menurut aparat keamanan juga ikut memperkeruh suasana. Yang terakhir adalah kontak tembak di Kabupaten Puncak yang menewaskan Kepala BIN Daerah Papua Brigjen TNI I Putu Danny Karya Nugraha pada 25 April dan disusul kontak tembak lain di daerah yang sama pada 27 April yang menewaskan seorang polisi dan melukai dua lainnya.

Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan Organisasi dan Orang-Orang di Papua yang Lakukan Kekerasan Masif Dikategorikan Teroris. (Foto: Facebook/Kemenko Polhukam RI)

Menko Polhukam Mahfud MD pada 29 April menetapkan kelompok kriminal bersenjata yang terus menerus melakukan kekerasan masif di Papua dan Papua Barat sebagai teroris. Menurutnya, berdasarkan UU Tindak Pidana Terorisme, kekerasan yang dilakukan sudah masuk kategori terorisme. “Untuk itu pemerintah sudah meminta Polri, TNI, BIN dan aparat-aparat terkait untuk segera melakukan tindakan cepat, tegas dan terukur menurut hukum,” tegas Mahfud.

Kebijakan Baru Pemerintah Dinilai “Jalan Pintas”

Penetapan itu dikecam keras sejumlah LSM dan pemerhati isu Papua, tapi tidak sedikit pula yang mendukung langkah pemerintah itu.

Ketua Setara Institute Hendardi. Foto: Setara

Setara Institute menyebut penetapan pemerintah itu sebagai “jalan pintas.” Dalam pernyataan tertulisnya, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan “kebijiakan pelabelan pemerintah terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai teroris menggambarkan ketidakcakapan pemerintah dalam mengelola dan meniti resolusi konflik di Papua dan ekspresi sikap putus asa pemerintah yang tidak kunjung tuntas menangani kelompok perlawanan Papua. Bukannya membangun dialog Jakarta-Papua dan mengurangi pendekatan keamanan, pemerintah justru mempertegas pilihan kekerasan bagi penanganan Papua.”

Ia menilai kebijakan itu kontraproduktif, “rentan menimbulkan pelanggaran HAM serius” dan “menutup ruang dialog Jakarta-Papua yang direkomendasikan banyak pihak sebagai jalan membangun perdamaian.

Hal senada disampaikan Amnesty International Indonesia. Diwawancarai melalui telepon, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan “pelabelan itu mendorong Papua memasuki fase berbahaya.”

Ia menjabarkan bagaimana pada beberapa tahun terakhir ini melonjak pesat apa yang disebutnya sebagai “pembunuhan di luar hukum,” yang tahun lalu saja, kata Usman Hamid, mencapai 50-an kasus. “Untuk tiga bulan pertama tahun ini saja sudah ada lima kasus dan total korban tujuh orang,” ujarnya tanpa memberi perincian lebih jauh.

“Jadi kami khawatir sekali dengan kebijakan baru sekarang, penetapan Organisasi Papua Merdeka (OPM), atau Kelompok Separatis Bersenjata (KSB), atau Kelompok Kriminal Bersenjata KKB, yang semuanya merupakan label dari pemerintah, sebagai organisasi teroris. Ini akan menjadi pembenaran bagi pemerintah untuk menggelar operasi keamanan yang berpotensi menimbulkan persoalan HAM yang lebih besar,” tambahnya.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Usman Hamid, yang sudah puluhan tahun malang melintang menjadi aktivis HAM, mengatakan ia tidak menutup mata atas aksi kekerasan yang juga dilakukan kelompok bersenjata.

“Ini juga tidak dapat dibenarkan. Negara wajib menegakkan hukum, menyelidiki dan menuntut pelaku sehingga akan memberi rasa keadilan pada korban yang menjadi korban pembunuhan, penyiksaan, pelanggaran HAM. Kita tidak berharap kelompok bersenjata atau kelompok pro-kemerdekaan yang melangsungkan penyelidikan dan penuntutan, karena itu merupakan tugas negara. Hukum internasional mewajibkan negara untuk menyelesaikan berbagai persoalan kekerasan, menuntut siapapun pelakunya lewat mekanisme pengadilan,” jelasnya,

UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dinilai Tepat

Namun Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, menilai penggunaan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan penetapan kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris sudah tepat karena “penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu yang melawan pemerintah yang sah telah sampai pada kekerasan yang mengarah pada terorisme.”

Pakar hukum internasional UI, Prof. Dr. Hikmahanto Juwana (Foto: Courtesy).

Dengan jernih Hikmahanto melihat tiga bentuk aksi kekerasan yang terjadi di Papua, yang bersifat kriminal semata, yang bertujuan memisahkan diri dari NKRI, dan yang berniat menciptakan dan melanggengkan teror. Menurutnya Pasal 6 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan jelas menyatakan “setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror dan rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup atau fasilitas publik dan fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama dua puluh tahun, pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.”

Lebih jauh Hikmahanto mengatakan “penggunaan kekerasan oleh pihak-pihak tertentu di Papua tidak mungkin dihadapi pemerintah dengan kesejahteraan semata, tetapi juga penggunaan kekerasan.”

Menurutnya dunia dan masyarakat internasional akan “sangat bisa memahami bila pemerintah memberlakukan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu,” dan bahwa penggunaan kekerasan oleh pemerintah “bukanlah justifikasi untuk bertindak represif di Tanah Papua.”

Linda Gurning dan putri semata wayangnya Windy hingga hari ini masih terus mencari jawaban atas kematian Harry Siregar. (Foto: pribadi)

Linda Gurning, salah seorang keluarga korban kekerasan di Papua, mengatakan memahami ketegasan pemerintah saat ini karena menurutnya “sudah terlalu lama hal ini dibiarkan berlarut-larut.” Pemerintah, ujarnya, sudah berusaha keras tidak saja dengan membangun sumber daya manusia dan infrastruktur di Papua, juga dialog, “tetapi jika saya berdiskusi dengan teman-teman di Papua mereka tetap ada persoalan yang belum selesai, bahwa mereka merasa dibohongi. Saya juga bingung tidak tahu harus bilang apa.”

Ibu satu anak yang hingga kini masih mencari jawaban atas pembunuhan suaminya itu berharap persoalan kekerasan di Papua segera selesai agar tidak ada lagi korban baru. “Juga agar tidak ada lagi istri atau ibu yang setiap kali memperingati kepergian suami atau anggota keluarganya hanya dapat memasang berita atau foto-foto di sosial media, guna menjaga ingatan kami sementara menunggu jawaban dari pihak berwenang.” [em/jm]

Oleh: VOA

Senin, 05 April 2021

Kasus Pembunuhan Sugianto, GAM kembali Lakukan Aksi Unjuk Rasa Jilid VIII

Kasus Pembunuhan Sugianto, GAM kembali Lakukan Aksi Unjuk Rasa Jilid VIII
Kasus Pembunuhan Sugianto, GAM kembali Lakukan Aksi Unjuk Rasa Jilid VIII.

BorneoTribun Makassar, Sulsel -- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) kembali melakukan aksi unjuk rasa jilid VIII terkait kasus pembunuhan Alm. Sugianto di depan Mapolda SulSel Jln. Perintis Kemerdakaan Kota Makassar, Senin (5/4/2021)

Aksi unjuk rasa jilid VIII ini kembali dilakukan lantaran berkas perkara kasus pembunuhan Sugianto yang ditangani oleh Dirkrimum Polda sulsel belum juga dilimpahkan ke Kejati Sulsel.

Awalnya massa aksi ingin melakukan orasi tepat di pintu masuk Polda Sulsel namun dicegah oleh puluhan aparat keamanan. 

Akhirnya, terjadi aksi saling dorong antara massa aksi GAM dengan pihak kepolisian yang berjaga didepan Mapolda Sulsel.

"Kami datang secara baik-baik, kami hanya ingin bertemu dengan penyidiknya didalam, alasannya kenapa berkas perkara kasus pembunuhan Sugianto belum juga dilimpahkan ke Kejati Sulsel." Tegas Zulkifli selaku koordinator lapangan GAM

Muhammad Ilyas selaku Panglima Besar (Pangbes) Gerakan Aktivis Mahasiswa mengatakan Kami sudah delapan kali datang kesini, kami sudah bosan dijanji, minggu lalu Wasidik Dirkrimum Polda Sul-Sel mengatakan bahwa berkas perkara tinggal menunggu disposisi atasan karena berkasnya sudah berada di Meja pimpinan.

"Hingga hari ini belum juga ada kejelasan sama sekali atau kepastian hukum padahal kasus ini sudah lebih satu tahun dimeja penyidik polda sulsel" ucap panglima GAM

Ditempat yang sama Ipda Rivai selaku piket Dirkrimum Polda Sul-Sel-Sel di depan Massa GAM Mengatakan bahwa silahkan temui Bapak Dirkrimum polda SulSel karena saya tidak berani memberikan keterangan terkait berkas perkara pembunuhan tersebut. 

Setelah mendengar keterangan dari Ipda. Rivai massa GAM membubarkan diri dengan rasa kecewa.

Oleh: Irwan Lawing

Senin, 29 Maret 2021

Ini yang Tujuh Kali GAM Unjuk Rasa Terkait Kasus Pembunuhan Sugianto

Ini yang Tujuh Kali GAM Unjuk Rasa Terkait Kasus Pembunuhan Sugianto
Ini yang Tujuh Kali GAM Unjuk Rasa Terkait Kasus Pembunuhan Sugianto.

BorneoTribun Bantaeng, Sulsel -- Lagi dan lagi Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) yang ke tujuh kalinya (Jilid. VII) melakukan unjuk rasa terkait kasus pembunuhan Alm. Sugianto di Kab. Bantaeng tahun 2019 lalu depan Mapolda Sulsel Jalan Perintis kemerdekaan Kota Makassar (Senin, 29/3/2021)

Unjuk rasa GAM yang bertepatan kedatangan Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di Mapolda Sul-Sel sempat membuat pihak kepolisian berusaha menghentikan orasi dari GAM dengan alasan Kapolri sekarang berada di Mapolda Sul-Sel.

setelah bernegosiasi antara GAM dan pihak kepolisian akhirnya disepakati untuk langsung masuk ke Mapolda Sul-sel guna menyampaikan langsung aspirasinya.

AKBP. Burhan sakra. SH. MH (Kabag Wassidik) Dirkrimum Polda Sul-Sel saat menerima perwakilan GAM di ruang kerjanya mengatakan Berkas perkara pembunuhan Alm. Sugianto sudah ada diruang pimpinan dan menunggu tanda tangan pimpinan atau disposisi.

Yang jelas kita akan tetap tindak lanjuti karena ini sangat atensi dari adek-adek Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM). Ucap Perwira dua bunga melati itu.

Ditempat yang sama Muh. Ilyas selaku Panglima besar GAM menyampaikan bahwa kami akan datang lagi minggu depan berunjuk rasa jika dalam waktu dekat berkas perkara tersebut tidak dilimpahkan ke Kejati Sul-Sel karena secara formil dan materil sudah terpenuhi.

"Inikan sudah ada penetapan tersangka kasus pembunuhan terhadap Alm. Sugianto yakni empat orang oknum Polres Bantaeng dan satu orang masyarakat biasa, jadi saya pikir tidak ada alasan lagi Polda Sul-Sel tidak melimpahkan berkas pembunuhan tersebut apalagi kasus ini sudah lebih satu tahun sejak 2019 lalu dipetikemaskan di Polda Sul-Sel" Lanjut panglima besar GAM didepan Wassidik Dirkrimum Polda Sul-Sel.

Setelah mendengar jawaban dari Kabag Wassidik Dirkrimum Polda Sul-Sel, Perwakilan GAM juga mengirim surat ke Kapolda Sul-Sel dan Direktorat Profesi dan Pengamanan (Dirpropam) Polda Sul-Sel sebagai bentuk pengaduan/laporan atas lambatnya pelimpahan berkas perkara dari Polda Sul-Sel ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sul-Sel.

Oleh: Irwan Lawing

Jumat, 19 Maret 2021

Penyelidik: Ketagihan Seks Kemungkinan Memotivasi Penembak di Atlanta

Penyelidik: Ketagihan Seks Kemungkinan Memotivasi Penembak di Atlanta
Robert Aaron Long (21 tahun), tersangka pelaku penembakan di Atlanta.

BorneoTribun Internasional - Tersangka dalam serangkaian penembakan hari Selasa (16/3) yang menewaskan delapan orang, enam di antaranya perempuan Asia, di Atlanta, menunjukkan kepada sejumlah pejabat berwenang bahwa pelaku bermasalah dengan “ketagihan seks” demikian menurut para penyelidik.

Mereka juga menyampaikan, Robert Aaron Long, usia 21 tahun, menyatakan hendak menghilangkan godaan itu.

“Tampaknya dia punya masalah yang ia anggap mengalami ketagihan seks, dan melihat beberapa lokasi spa itu sebagai tempat yang bisa didatanginya. Itu merupakan sebuah godaan bagi dirinya yang hendak ia hilangkan,” kata sheriff Cherokee County Kapten Jay Baker kepada sejumlah wartawan.

Beberapa pejabat juga menyatakan, Long berencana pergi ke Florida untuk melakukan lebih banyak penembakan lagi.

Seorang anggota penegak hukum memberitahu CNN bahwa keluarganya baru-baru ini mengusirnya dari rumah karena ketagihan seks tersebut. Robert diperkirakan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton pornografi.

CNN juga melaporkan Long membeli senjata yang digunakannya dalam penembakan di Atlanta.

Kepala Polisi Atlanta Rodney Bryant menyatakan, masih terlalu dini untuk mengkategorikan jenis penembakan itu sebagai kejahatan kebencian.

Presiden Joe Biden mengatakan belum dapat mengomentari motivasi di balik penembakan tersebut hingga diperoleh lebih banyak informasi.

“Saya tidak akan mengaitkan pada saat ini motivasi dari si pembunuh. Saya menunggu jawaban sementara FBI dan Kejaksaan melanjutkan penyelidikan,” kata Biden sebelum menjadi tuan rumah sebuah pertemuan bilateral dengan PM Irlandia. “Saya akan memberi komentar lebih lanjut setelah penyelidikan selesai.” [jm/mg]

Oleh: VOA Indonesia

Kamis, 11 Maret 2021

Seorang Pria Tewas Berlumuran Darah di Jalan Simojawar V Surabaya

Seorang Pria Tewas Berlumuran Darah di Jalan Simojawar V Surabaya
Screenshot video youtube.

BorneoTribun Surabaya - Seorang pria tergeletak di depan sebuah warung kopi di Jalan Simojawar V-A Surabaya, Rabu (10/3/2021) sore.

Pria itu dicurigai sebagai korban pembunuhan karena seluruh tubuhnya luka tusuk. Husen, warga sekitar, mengaku saat itu melihat korban sudah tergeletak di sana dengan usus terbuka.

"Perutnya sobek, ususnya Keluar,  Kakinya dipotong, jarinya putus," kata Husen.

Meski begitu, dia belum tahu pasti asal muasal penikaman itu. Awalnya saya tidak tahu. Tiba-tiba dia sudah tergeletak, tambahnya.

Kejadian itu ditemukan sekitar pukul 12.00 WIB setelah adzan Dzuhur.

Namun di lokasi memang sepi sehingga tidak ada saksi mata yang tahu darimana kejadian itu bermula. “Saat itu sepi, siang itu,” jelasnya.

Meski begitu, warga mengaku tidak terlalu mengenal korban. “Namanya tidak tahu. Orang baru kos-kosan di sini. Tidak terbuka untuk tetangga. Jadi tidak ada yang tahu,” ucapnya.

Polisi yang menerima informasi tersebut langsung mendatangi lokasi kejadian dan melakukan pemrosesan ke lokasi kejadian.

Korban penikaman Simojawar setahun di kost bersama istri Siri, tidak ada yang begitu kenal dengan penghuninya

(Yk/Er)

Senin, 08 Maret 2021

Sungguh Tega, Mertua Tewas Akibat Racun dari Menantunya

Sungguh Tega, Mertua Tewas Akibat Racun dari Menantunya
Foto: Humas Polsek Tulung Selapan.

BorneoTribun Sumsel - Sungguh tega, mertua tewas akibat makan sayur pindang ikan terisi racun yang dilakukan tidak lain menantunya sendiri Dewi Asmara (45).

Tim Macan Komering Polsek Tulung Selapan berhasil meringkus seorang perempuan tersangka pelaku tindak pidana pembunuhan berencana di Desa Lebung Hitam Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ahad (7/3) sekira pukul 14.00 WIB.

Tersangka yakni Dewi Asmara (45) yang telah tega menghabisi nyawa korban Noni (61) yang tidak lain adalah mertuanya sendiri.

Kapolres OKI AKBP Alamsyah Pelupessy SH SIK M.Si melalui Kapolsek Tulung Selapan AKP Eko Suseno membenarkan telah mengamankan Dewi Asmara tersangka pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. 

Menurutnya, tersangka diamankan atas dasar laporan masyarakat bahwa ada salah satu warga yang meninggal dunia karena diracun, yang dilakukan oleh tersangka.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Macan Komering di bawah komando langsung Kapolsek Tulung Selapan, langsung mendatangi tempat kejadian perkara (TKP).

Saat tiba di TKP, petugas mendapati korban tergeletak dengan kondisi mulut mengeluarkan busa. Selain korban, petugas juga menemukan beberapa ekor kucing dalam kondisi tidak bernyawa. 

Sementara itu saat petugas melakukan pemeriksaan, didapati tersangka bersama suaminya sedang berada di dalam rumah.

“Tersangka dan suaminya ini memang tinggal serumah dengan korban. Setelah kita tanya, tersangka mengakui bahwa dialah yang telah membunuh mertuanya itu, dengan alasan sering cekcok,” ungkap Kapolsek.

Modus yang digunakan pelaku yakni dengan mencampurkan racun biawak merk Fradan milik suaminya sebanyak satu sendok makan ke dalam panci yang berisi sayur pindang ikan salai yang dimasak korban.

Setelah dimasukkan kedalam panci, korban pun menyantap pindang tersebut dan sesaat kemudian korban langsung meregang nyawa. “Korban meninggal dunia di TKP tanpa sempat diberikan pertolongan,” terangnya.

Saat ini pelaku sudah diamankan di Mapolsek Tulung Selapan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Barang bukti yang berhasil disita petugas yakni panci berisi pindang ikan salai, piring dan sendok bekas makan serta poto 3 (tiga) ekor kucing mati.

“Alhamdulillah tersangka berhasil kita amankan dari amukan massa. Dan untuk tersangka sendiri akan kita kenakan Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana mati, atau pidana seumur hidup dan atau paling lama 20 tahun,” pungkasnya.

Editor: Yakop
Oleh: Beritakajang/ron

Jumat, 05 Februari 2021

Pelaku Penggorok Sadis di Batukliang Ditangkap

Pelaku Penggorok Sadis di Batukliang Ditangkap.

Lombok Tengah, Borneotribun.com - Jajaran Satreskrim Polres Lombok Tengah (Loteng) berhasil menangkap dua pelaku pembunuhan dengan cara menggorok leher Awan Hamzah (30) warga Dusun Batu Lumbung, Desa Bujak, Kecamatan Batukliang, Loteng yang ditemukan meninggal, Rabu (03/02) kemarin.

Kapolres Loteng, AKBP. Esty Setyo Nugroho, S.I.K, mengatakan, dalam pembunuhan ini melibatkan dua orang tersangka yaitu IB (20) laki-laki warga Desa Aik Mual Kecamatan Praya dan FA Alias Ceper (17) warga Dusun Kebon Belek, Desa Jago Kecamatan Praya, Loteng. 

"Untuk kejadian dikamar korban, pada hari selasa (2/2/21) sekira pukul 23.30 wita," kata, Kapolres, saat konferensi pers. Kamis (04/02).

Esty mengatakan, kedua tersangka ditangkap pihaknya di Dusun Mong Desa Kuta Kecamatan Pujut (3/2/21) sekitar pukul 19.30 wita. Berikut sejumlah barang bukti berupa Sepeda motor Honda Scopy DR 5741 UE, satu set pisau Cater, dua HP Samsung Galaxy, uang tunai Rp 4.564.500, 6 bukus rokok LA, 2 Vaselin, satu bungkus kantong bening dan satu buah tas pinggang. 

"Kedua tersangka berhasil kita tangkap kurang dari 1x24 jam, berdasarkan bukti-bukti petunjuk yang ditemukan di TKP dan keterangan beberapa saksi," jelas Esty. 

Lanjut Kapolres, sebelum terjadinya pembunuhan tersebut, pada hari Selasa (02/02) sekitar pukul 11.00 wita, korban menghubungi tersangka IB untuk membeli bahan-bahan kue dan satu set pisau cater yang digunakan kedua pelaku untuk membunuh korban. Kemudian sekitar pukul 18.00 wita, kedua tersangka mendatangi rumah korban dan membuat kue bersama. 

"Pada saat membuat kue, disitu tersangka merencanakan pembunuhan terhadap korban karena melihat korban meyimpan sejumlah uang beserta barang-barang berharga termasuk satu unit motor scoopy," lanjutnya. 

Sementara dari hasil pemeriksaan oleh pihak kepolisian, kedua tersangka mengaku telah membunuh korban (Awan Hamzah) dengan alasan ingin menguasai barang-barang korban seperti uang, handpone dan sepeda motor. 

"Kedua tersangka kita kenakan pasal berlapis yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Ancaman hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara," tutup, Kapolres.(Adbravo)

Sabtu, 24 Oktober 2020

Parangi Istri dan Kedua Mertuanya Sampai Anggota Polisi, Pelaku Ditembak Mati

Polisi memasukan jasad pelaku ke ambulan
Polisi memasukan jasad pelaku ke ambulan. (Foto: Istimewa)

BorneoTribun | Makassar, Sulsel - Setelah melakukan tindakan penganiayaan terhadap istri dan dua mertuanya serta anggota polisi dengan menggunakan parang, seorang pria berinisial DG Lewa tersebut ditembak mati oleh petugas dari Tim Resmob Polsek Panakukkang di sebuah rumah tempat tinggal persembunyiannya, Jumat (23/10/2020) sore.

Kapolsek Panakukkang, Kompol Jamal Fathur Rakhman mengatakan kepada wartawan, awalnya polisi mendapat laporan dari warga tentang tindakan penganiayaan menggunakan parang oleh pria Dg Lewa di sebuah rumah di Jl Barawaja, Desa Karuwisi Utara, Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar.
Kapolsek Panakukkang, Kompol Jamal Fathur Rakhman
Kapolsek Panakukkang, Kompol Jamal Fathur Rakhman. (Foto: Istimewa)

Mendapat laporan tersebut, Tim Resmob Polsek Panakukkang langsung mendatangi TKP. Namun, usai membantai ketiga korban tersebut, pelaku kabur dan bersembunyi di rumah keluarganya di Jln Pampang 2, Lrg 4, Desa Pampang, Kabupaten Makassar.

Polisi segera mengevakuasi tiga korban yang merupakan istri dan dua mertua pelaku Dg Lewa, yakni laki-laki Alimuddin (62), perempuan Salma (60), dan perempuan Selfi (30). Ketiga korban kini dalam kondisi kritis di rumah sakit akibat luka sabetan parang yang mereka derita.

Tim Resmob Polsek Panakukkang kemudian mengejar pelaku di rumah keluarga tempat ia bersembunyi. Di rumah tersebut petugas memperingatkan pelaku agar menyerah. Namun, peringatan tersebut diabaikan oleh pelaku dan menyerang polisi.
Polisi membawah jenazah pelaku
Polisi membawah jenazah pelaku. (Foto: Istimewa)

Alhasil, Tim Resmob Polres Panakukkang sigap mengambil tindakan tegas yang terukur dengan menembak mati pelaku di tempat. Petugas kemudian membawa jenazah pelaku ke RS Bhayangkara dan juga polisi yang terluka akibat serangan parang dari pelaku.

Menurut Kapolsek, pelaku Dg Lewa adalah residivis pembunuhan yang sudah sering keluar-masuk penjara. Pelaku pernah menghilangkan nyawa orang di Kalimantan Timur, dan setelah dibebaskan dari penjara di Kalimantan Timur dia kembali membunuh lagi di Makassar. Saat menjalani hukuman di Lapas Makassar, pelaku diasimilasikan, dan setelah beberapa hari dibebaskan ia kembali pembacokan sadis dengan 4 orang korbannya.

Sedangkan saksi di TKP yang merupakan keponakan dan cucu korban, yakni Anggi Wulan Hardina (17), warga Jl. Barawaja No.12A, Kelurahan Karuwisi Utara, Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar mengatakan bahwa pada saat kejadian, saksi sedang duduk di dalam rumah kemudian mendengar teriakan bibinya dari luar rumah.
Mobil polisi membawah jenazah pelaku
Mobil polisi membawah jenazah pelaku. (Foto: Istimewa)

Saksi kemudian membuka pintu tetapi dengan cepat menutupnya lagi karena melihat pelaku di depan rumah. Setelah pelaku pergi, saksi langsung keluar rumah dan melihat semua korban tergeletak berlumuran darah di lorong sebelah rumah.

Hingga berita ini diturunkan belum ada informasi yang diperoleh mengenai motif kejadian penganiayaan sadis tersebut. Petugas polisi dari Polsek Panakukkang masih menyelidiki dan mengambil keterangan dari sejumlah saksi di TKP. (red)

Jumat, 23 Oktober 2020

Diduga Pelaku Pembunuhan Yulia Telah Ditangkap

Diduga Pelakau Pembunuhan Yulia Telah Ditangkap
Potret Yulia semasa hidup (Foto: Sri Hartono/detikcom)


BorneoTribun | Semarang, Jateng - Diduga tersangka pelaku pembunuhan Yulia (42), perempuan yang ditemukan tewas di dalam mobil terbakar di Sukoharjo, ditangkap. Satu orang diamankan polisi dan masih dalam penyelidikan.


Hal itu dibenarkan Kepala Humas Polda Jateng Kombes Iskandar F Sutisna. Saat ini, kasus masih dilakukan penyelidikan pada diduga tersangka pembunuhan yulia.


"Sementara baru satu orang yang diamankan dan malam ini akan dilakukan gelar perkara hasil penyidikan untuk menentukan status orang yang diamankan," kata Iskandar lewat pesan singkat kepada detikcom ketika ditanya soal penangkapan tersebut, Kamis (22/10/2020).


Seperti diberitakan sebelumnya, jenazah korban dan mobil yang terbakar ditemukan di Dusun Cendono Baru RT 4/7 Desa Sugihan, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo Selasa (20/10) sekitar pukul 22.00 WIB. Polisi sudah memproses tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengusut kasus kebakaran mobil.


Hasilnya ditemukan ada selotip di tangan mayat wanita yang terbakar di dalam mobil. Polisi juga menemukan jerigen di sekitar lokasi. Dari hasil TKP dan pemeriksaan saksi, polisi menilai kasus tersebut adalah pembunuhan. Apalagi, hasil otopsi menunjukkan bahwa korban pernah mengalami kekerasan.


"Kemarin sudah kita lakukan olah TKP dan pemeriksaan saksi-saksi. Dari hasil autopsi, ini merupakan kasus pembunuhan," kata Kapolres Sukoharjo, AKBP Bambang Yugo Pamungkas. (red)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pilkada 2024

Lifestyle

Tekno