Berita Borneotribun.com: Amerika Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Amerika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Amerika. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Juli 2021

RUU Baru Usulkan Cara Melidungi Media Secara Lebih Baik

RUU Baru Usulkan Cara Melidungi Media Secara Lebih Baik
Sejumlah awak media menunggu berita hasil pilpres AS 2020 di Gedung Putih, 5 November 2020.

BORNEO TRIBUN - Diungkapkannya fakta bahwa Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dalam tahun-tahun terakhir mengeluarkan subpoena catatan telepon wartawan dari sedikitnya tiga media berita, telah memicu usaha untuk meningkatkan perlindungan atas media di seluruh Amerika.

Sebuah rancangan undang-undang (RUU) – yang disebut sebagai The Protect Reporters from Excessive State Supression Act atau PRESS Act – yang disusun Senator Ron Wyden, seorang Demokrat dari negara bagian Oregon, akan membatasi kemampuan pemerintah untuk mengakses catatan wartawan.

RUU ini akan mendukung produk legislatif yang sudah ada dalam melindungi jurnalis seperti Privacy Protection Act. 

“RUU ini menciptakan perlindungan paling kuat yang pernah diusulkan untuk dokumen dan komunikasi para wartawan,” kata Wyden. Kepada VOA, ia menyampaikan rencananya untuk memperkenalkan proposal ini dalam beberapa minggu ke depan.

DPR pada Selasa (6/7) juga telah memperkenalkan sebuah RUU yang mirip dengan proposal Wyden.

Langkah ini datang ditengah-tengah kritik dari kelompok hak-hak media seputar peningkatan penerbitan subpoena dan penyelidikan terhadap para pelapor tindak pidana atau whistleblowers.

Angka-angka yang dikumpulkan oleh US Press Freedom Tracker, sebuah usaha yang mendokumentasikan pelanggaran terhadap media, memperlihatkan lebih dari 100 subpoena dan perintah hukum serta delapan penyelidikan kebocoran yang berdampak pada media AS antara 2017 dan 2021.

Biden dan Departemen Kehakiman telah mengatakan bahwa mereka akan mengakhiri praktik untuk mengambil catatan wartawan. [jm/em]

VOA

Kamis, 01 Juli 2021

Taman-Taman Hiburan di Amerika Serikat Kesulitan Cari Pegawai

Taman-Taman Hiburan di Amerika Serikat Kesulitan Cari Pegawai
Foto: Presiden Santa Cruz Beach Boardwalk Karl Rice (depan) dan saudara ipar Tom Canfield, wakil presiden eksekutif, bekerja di rollercoaster Giant Dipper, di tengah pandemi COVID-19 di California, AS, 19 Juni 2021. (REUTERS)

BORNEOTRIBUN AMERIKA - Banyak pengelola taman hiburan di Amerika Serikat menyambut musim panas dengan perasaan campur aduk. 

Mereka senang bahwa bisnis mereka kembali beroperasi, namun mereka juga khawatir karena jumlah pegawai mereka tidak memadai sehingga tidak bisa beroperasi secara optimal.

Sejak dibuka April lalu setelah penutupan karena pandemi selama setahun, Santa Cruz Beach Boardwalk yang berlokasi sekitar beberapa jam dari San Francisco, sibuk menyambut pengunjung. 

Pada musim panas ini, kesibukan para pegawainya bahkan makin menjadi-jadi.

Bagaimana tidak? Taman hiburan berusia 114 tahun ini terpaksa beroperasi hanya dengan sekitar 1.000 pegawai, setengah dari jumlah pegawai pada musim panas yang normal. 

Walhasil semua pegawai, termasuk direktur utamanya, Karl Rice, ikut turun ke lapangan sebagai pekerja operasional.

"Saya harus mengatakan, di akhir shift: satu, saya merasa telah berkontribusi dan saya merasa bangga dengan kerja keras yang saya lakukan hari itu. Dan dua, saya sangat ingin segera duduk karena punggung dan kaki saya lelah. Jadi tidak ada salahnya untuk mengangkat kaki setelah seharian bekerja keras,” jelasnya.

Rice, yang keluarganya memiliki taman hiburan itu, bekerja dua hari seminggu sebagai petugas operasional. 

Setiap harinya, sebagai pekerja operasional, ia harus memenuhi shift selama delapan jam. 

Tugasnya mengatur pengunjung keluar masuk wahana permainan rollercoaster yang dijuluki The Giant Dipper. 

Para eksekutif di perusahaannya itu juga terpaksa bekerja sedikitnya sekali seminggu untuk menjadi operator wahana permainan atau pelayan kedai makanan.

Meski demikian, beberapa strategi yang digelarnya tidak memadai. Ia pun mengurangi jam operasi taman hiburan itu, dan bahkan berencana menutup sejumlah wahana permainan.

“Seperti yang saya katakan, kami kesulitan mencari pekerja pada musim panas ini. Kita kemungkinan sulit mengoperasikan semua wahana permainan dan kedai makanan. Kami mengutamakan mengoperasikan wahana permainan ketimbang kedai makanan. Mudahan-mudah kami bisa mengoperasikan semua wahana permainan, paling tidak pada setiap akhir pekan saja,” jelasnya.

Foto: Para pengunjung berjalan melewati wahana rollercoaster Giant Dipper di Santa Cruz Beach Boardwalk, di tengah pandemi COVID-19, di Santa Cruz, California, AS 28 Juni 2021. (REUTERS/Nathan Frandino)

William Spriggs, dosen di Howard University, mengatakan, ada banyak alasan mengapa banyak bisnis, seperti taman hiburan dan restoran, kesulitan mencari pegawai. 

Namun, menurutnya, yang paling utama adalah banyak orang yang kini lebih mengandalkan tunjangan yang diberikan pemerintah ketimbang upah yang mereka terima jika bekerja.

Apalagi, saat ini juga ada banyak bantuan pemerintah federal atau negara bagian yang membuat banyak rumah tangga bisa beroperasi pada masa sulit, seperti kredit pajak untuk orangtua yang memiliki anak, tunjangan kesehatan, dan bantuan sewa apartemen.

Foto: Presiden Santa Cruz Beach Boardwalk Karl Rice duduk di mobil depan rollercoaster Giant Dipper di tengah pandemi COVID-19 di California, AS, 19 Juni 2021. (REUTERS/ Ann Saphir)

Dalam usaha merekrut pegawai Santa Cruz Beach Boardwalk menawarkan iming-iming berupa bonus 300 dolar setiap dua pekan bagi mereka yang bekerja sedikitnya 30 jam per minggu. 

Banyak orang ternyata tertarik dengan tawaran itu. Namun, menurut Sabra Reyes, direktur sumber daya manusia taman hiburan itu, perlu waktu panjang untuk melatih mereka sementara musim panas bergerak dengan cepat. 

Ia mengatakan, bukan tidak mungkin para pegawai yang baru direkrut itu tidak dibutuhkan pada saat mereka siap pakai.

Taman-taman hiburan lain di berbagai penjuru Amerika juga mengalami kesulitan serupa. 

Tak sedikit di antara mereka yang memotong jam operasi atau menonaktifkan sejumlah wahana permainan mereka meski jumlah pengunjung membludak. [ab/uh]

Oleh: VOA

Kamis, 24 Juni 2021

Korea Utara: Pertemuan dengan AS Hanya Buang-Buang Waktu

Korea Utara: Pertemuan dengan AS Hanya Buang-Buang Waktu
Korea Utara: Pertemuan dengan AS Hanya Buang-Buang Waktu.

BorneoTribun Internasional - Korea Utara tidak mempertimbangkan untuk menjalin kontak dengan Amerika Serikat (AS) karena itu hanya akan membuang-buang waktu. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Son Gwon pada Rabu (23/6).  

“Kami bahkan tidak mempertimbangkan kemungkinan kontak apa pun dengan AS, apalagi melakukannya, karena tidak akan membawa kami ke mana-mana, hanya membuang-buang waktu yang berharga,” kata Ri dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah, KCNA.  

Dia membuat pernyataan itu setelah utusan baru AS untuk Korea Utara mengatakan di Seoul pada Senin (21/6) bahwa dia menantikan “tanggapan positif segera” dari Pyongyang untuk berdialog.  

Program senjata nuklir Korea Utara telah menjadi masalah yang sulit bagi Washington selama bertahun-tahun dan dalam upaya untuk mengubahnya, pemerintahan baru Presiden Joe Biden melakukan tinjauan kebijakan dan mengatakan akan mencari cara-cara yang “disesuaikan dan praktis” untuk membujuk Pyongyang melakukan denuklirisasi.  

Pada Selasa (22/6), saudara perempuan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa AS tampaknya keliru menafsirkan sinyal dari Korea Utara. 

Kim Yo Jong, seorang pejabat senior partai yang berkuasa di Korea Utara, menanggapi penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan, yang pada Minggu (20/6) mengatakan dia melihat “sinyal menarik” dari pidato Kim Jong Un baru-baru ini tentang persiapan konfrontasi dan diplomasi dengan AS. [lt/mg]

Oleh: VOA

Senin, 21 Juni 2021

New York Tawarkan Undian Biaya Kuliah untuk Remaja yang Divaksinasi

Orang-orang menikmati hari yang cerah di Times Square di New York, Rabu, 10 Maret 2021. (Foto: AP)

BORNEOTRIBUN.COM - Sejak akhir bulan Mei, remaja usia 12 hingga 17 berkesempatan memenangkan beasiswa penuh untuk belajar di universitas dan perguruan tinggi negeri di New York. Gubernur Andrew Cuomo menyampaikan pesan tersebut kepada pelajar di negara bagian itu baru-baru ini.

Gubernur New York Andrew Cuomo akhir Mei lalu mengatakan negara bagiannya akan mengundi 50 beasiswa, yang akan mencakup biaya empat tahun kuliah, asrama dan makan, buku serta perlengkapan.

"Kami mengumumkan program 'Suntik vaksin dan raih masa depan.' Setiap minggu kita akan mengundi biaya kuliah sepenuhnya, beasiswa untuk asrama dan tempat tinggal di setiap perguruan tinggi negeri atau universitas negeri mana pun selama empat tahun. Hanya untuk usia 12 hingga 17 tahun yang datang dan divaksinasi," kata Cuomo.

New York sejak itu mengadakan pengundian mingguan untuk memilih 10 pemenang secara acak. Orang tua atau wali bisa mendaftarkan anak-anak yang sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin COVID-19 sejak 12 Mei.

Gubernur New York Andrew Cuomo. (Foto: AP)

Cuomo mengatakan anak-anak yang divaksinasi lebih awal akan berpeluang terbaik untuk menang.

“Orang yang menerima vaksin lebih awal memiliki peluang lebih besar untuk menang karena mereka memenuhi syarat untuk setiap undian setiap minggu. Bukan hanya orang-orang yang mendapatkannya minggu itu," katanya.

"Begitu mendapatkan vaksin, mereka akan masuk dalam undian. Tapi, jika mendapatkan vaksin lebih awal akan lebih banyak peluangnya untuk menang karena mereka berada di kelompok minggu pertama, kelompok minggu kedua, kelompok minggu ketiga,kelompok minggu keempat, dan seterusnya," ujar Cuomo.

Upaya tersebut merupakan yang terbaru dari negara bagian agar lebih banyak warganya divaksinasi pada saat pejabat kesehatan negara bagian mengatakan banyak warga New York yang bersemangat kemungkinan sudah divaksinasi.

Menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) sekitar 45% dari 20 juta penduduk New York telah divaksinasi penuh, dibandingkan dengan rata-rata nasional 39,5% pada pertengahan Mei.

Sekelompok siswa SMA New York City yang beruntung juga mendapat kesempatan untuk bertemu dengan beberapa mantan pemain Liga Utama Baseball (Major League Baseball/MLB) saat menerima vaksin COVID-19 pertama akhir Mei lalu.

Para siswa itu adalah pelajar Christo Rey High School di lingkungan Harlem Manhattan, sebuah sekolah Katolik yang melayani keluarga berpenghasilan rendah.

Kembang api terlihat di Pelabuhan Kota New York, saat Negara Bagian New York merayakan pencapaian ambang batas vaksinasi 70 persen untuk COVID-19, seperti yang terlihat dari Jersey City, New Jersey, AS, 15 Juni 2021. (Foto: Reuters)

Para siswa yang divaksinasi pada hari Rabu menyatakan lega karena vaksinasi akan membantu mengembalikan kehidupan normal mereka setelah terpisah dari teman dan keluarga dalam waktu yang rentan secara emosional dalam hidup mereka.

"SMU, benar-benar masa pendidikan yang luar biasa. Menyiapkan kita bertemu orang lain dan menghadapi dunia nyata. Jadi sekarang dengan vaksin, saya bisa benar-benar mengalaminya lebih banyak, terutama pada tahun kedua. Jadi sangat baik bagi saya untuk mendapat vaksinasi," jelas Stephanie Reyes.

Yonder Alonso, mantan baseman pertama tim baseball MLB juga turut menyapa para pelajar yang divaksinasi dan mengatakan langkah tersebut merupakan langkah kecil untuk melakukan apa yang benar dan menjaga agar bukan hanya anak muda yang sehat, tetapi tentu juga orang tua atau kakek-nenek mereka. [my/lt]

Oleh: VOA

Minggu, 20 Juni 2021

Menhan AS Ingatkan Potensi Kebangkitan Al-Qaida dan ISIS di Afghanistan

Menhan AS Ingatkan Potensi Kebangkitan Al-Qaida dan ISIS di Afghanistan
Para militan ISIS yang menyerahkan diri kepada pemerintah Afghanistan hadir di hadapan media di Jalalabad, Provinsi Nangarhar, Afghanistan, 17 November 2019. (Foto: Reuters)

BorneoTribun Internasional - Pejabat tinggi Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) memberi peringatan yang serius tentang bahaya kelompok teroris terhadap AS, kalau pasukan AS dan koalisi sudah meninggalkan negara itu dalam bulan-bulan mendatang.

Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Kamis (17/6), mengatakan kepada anggota Kongres, diperkirakan dibutuhkan waktu “mungkin dua tahun” bagi kelompok seperti Al-Qaida atau ISIS untuk menyusun kekuatan dan kapabilitas merencanakan serangan terhadap AS dan sekutu Barat.

Perwira militer tertinggi Amerika yang juga Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley lebih jauh memperingatkan potensi kebangkitan organisasi-organisasi teroris ini bisa lebih cepat lagi, tergantung pada nasib pemerintahan Afghanistan yang sekarang.

“Kalau pemerintah ambruk atau pembubaran dari pasukan keamanan Afghanistan, risiko itu sudah tentu semakin besar,” kata Milley.

Presiden Joe Biden pada April lalu mengumumkan keputusan untuk menarik semua sisa pasukan dari Afghanistan, di mana ia mengatakan AS telah mencapai sasarannya, yakni menuntut pertanggungjawaban Al Qaida dan pemimpinnya Osama bin Laden atas serangan mematikan pada 11 September 2001 terhadap Gedung WTC di New York dan Pentagon. [jm/em]

Oleh: VOA

Jumat, 18 Juni 2021

Klaim Tunjangan Pengangguran di AS Naik Sedikit Pertengahan Juni 2021

Klaim Tunjangan Pengangguran di AS Naik Sedikit Pertengahan Juni 2021
Warga AS yang menganggur akibat pandemi mencari informasi pekerjaan di kantor tenaga kerja di Omaha, Nebraska (foto: ilustrasi)

BorneoTribun Amerika - Lebih banyak pekerja AS yang menganggur minggu lalu mengajukan tunjangan pengangguran, mengakhiri penurunan jumlah klaim enam minggu berturut-turut. Demikian seperti dilaporkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS hari Kamis (17/6).

Ekonomi terbesar di dunia itu berada di jalur pemulihan dari pandemi virus corona, tetapi 412.000 pekerja yang baru dirumahkan mengajukan kompensasi pengangguran pekan lalu, naik 37.000 dari angka minggu sebelumnya, kata badan tersebut. Ini pertama kalinya dalam tiga minggu, angka mingguan mencapai 400.000.

Beberapa gubernur negara bagian dan pejabat kota di seluruh AS telah mengakhiri pembatasan virus corona, yang memungkinkan bisnis untuk pertama kalinya kembali buka sepenuhnya melayani para pelanggan. Keadaan demikian berdampak pada perekrutan lebih banyak pekerja.

California, negara bagian terpadat di AS membuka aktivitas ekonomi dan kembali beroperasi sepenuhnya minggu ini.

Hampir 55% orang dewasa AS telah sepenuhnya divaksinasi COVID-19, meningkatkan pemulihan ekonomi, meskipun laju inokulasi telah menurun tajam dari puncaknya beberapa minggu lalu. Para pejabat di banyak negara bagian sekarang menawarkan berbagai insentif untuk menarik mereka yang belum divaksinasi agar bersedia disuntik, termasuk tawaran lotere yang menguntungkan.

AS menambahkan 559.000 pekerjaan pada Mei 2021, dua kali lipat melebihi angka 266.000 pada April lalu. Namun, sekitar 9,3 juta orang tetap menganggur di AS, menurut pemerintah.

Banyak pengusaha melaporkan kekurangan pekerja ketika sejumlah bisnis kembali beroperasi, terutama pekerjaan dengan upah yang rendah seperti pelayan restoran dan pegawai toko.

Banyak bisnis mengeluh tidak cukup mendapatkan pelamar untuk lowongan pekerjaan yang mereka tawarkan. Tingkat pengangguran turun menjadi 5,8% bulan Mei tahun ini, masih lebih tinggi dibandingkan angka 3,5% pada Maret 2020 sebelum pandemi COVID-19.

Pemerintah federal menyetujui pemberian tunjangan pengangguran tambahan sebesar $300 per minggu kepada para pekerja yang menganggur hingga awal September 2021 sebagai tambahan tunjangan pengangguran dari pemerintah negara bagian yang jumlahnya berbeda dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya.

Sedikitnya 25 dari 50 negara bagian, yang seluruhnya dipimpin oleh gubernur dari Partai Republik, mulai mengakhiri keikutsertaan dalam program pembayaran tunjangan federal dengan alasan sebagian pekerja menerima lebih banyak uang dari tunjangan pengangguran daripada penghasilan yang diterima jika kembali bekerja. Mereka menilai hal itu merusak pemulihan ekonomi dengan tidak mengisi sejumlah lowongan pekerjaan yang dibutuhkan.

Sebagian ekonom berpendapat, faktor-faktor lain yang mencegah orang kembali bekerja, termasuk kurangnya jasa pengasuhan anak atau ketakutan tertular virus corona.

Pemerintah federal AS menyatakan tidak berwewenang untuk memaksa negara bagian untuk terus memberikan tunjangan pengangguran hingga September mendatang. Presiden Joe Biden baru-baru ini menegaskan kembali aturan untuk menerima bantuan federal tambahan tersebut sehingga pekerja yang menganggur tidak dapat mempermainkan sistem. [mg/lt]

Oleh: VOA

Bertemu di Jenewa, Pertemuan Biden-Putin Berlangsung Konstruktif

Bertemu di Jenewa, Pertemuan Biden-Putin Berlangsung Konstruktif
Presiden AS Joe Biden (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan puncak di Villa La Grange di Jenewa, Swiss hari Rabu (16/6).

BORNEOTRIBUN INTERNASIONAL - Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin Rabu (16/6) melangsungkan pertemuan di Jenewa. Dalam konferensi pers usai pertemuan, Putin menyebut pertemuan itu “konstruktif,” sementara Biden mengatakan “pertemuan tatap muka ini penting agar tidak ada salah sangka” di antara kedua pemimpin.

Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin hari Rabu (16/6) mengakhiri pertemuan puncak di Jenewa, Swiss, yang dipilih sebagai lokasi pembicaraan karena sejarah netralitas politik negara itu.

Joe Biden mengatakan pertemuan tatap muka selama empat jam dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Jenewa berlangsung “baik” dan “positif.” Sebagaimana dilaporkan Associated Press, dalam konferensi pers seusai pertemuan itu Biden menyatakan ada beberapa isu yang disepakati dan ada pula yang tidak. Namun yang pasti “pertemuan tatap muka ini penting agar tidak ada salah sangka” di antara kedua pemimpin.

Presiden AS Joe Biden memberikan konferensi pers usai pertemuan di Jenewa, Rabu (16/6).

“Penting untuk melangsungkan pertemuan secara langsung sehingga tidak ada kesalahan atau kesalahpahaman tentang apa yang ingin saya sampaikan. Saya telah melakukan apa yang harus saya lakukan. Pertama, mengidentifikasi bidang-bidang di mana kedua negara dapat mencapai kemajuan demi kepentingan bersama dan juga menguntungkan dunia. Kedua, mengkomunikasikan secara langsung, secara langsung apa yang menjadi kepentingan kita dan sekutu kita. Ketiga, menjabarkan secara jelas apa prioritas dan nilai-nilai kita; sehingga ia mendengarnya langsung dari saya.”

Lebih jauh Biden memuji suasana pertemuan di mana ia dan Putin sama-sama dapat langsung menyampaikan hal-hal yang mereka sepakati dan tidak “dalam suasana yang tidak hiperbolik.”

Putin Puji Pertemuan yang “Konstruktif”

Dalam konferensi pers terpisah, Putin juga memuji pertemuan yang disebutnya berlangsung “konstruktif,” dan bahwa pertemuan itu akan ditindaklanjuti dengan pertemuan duta besar dan diplomat kedua negara untuk membahas beberapa isu yang telah diangkat kedua pemimpin. Antara lain perjanjian soal pembatasan senjata nuklir atau dikenal sebagai perjanjian START yang baru dan akan berakhir pada 2026.
Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan konferensi pers terpisah usai pertemuan di Jenewa, Rabu (16/6).

“Kami telah sepakat bahwa konsultasi tentang pembatasan hulu ledak nuklir akan dimulai di tingkat antar-kementerian di bawah wewenang Departemen Luar Negeri Amerika dan Kementerian Luar Negeri Rusia. Mitra-mitra kami akan bekerja untuk menentukan komposisi delegasi ini, lokasi dan frekuensi pertemuan itu.”

START adalah singkatan dari Strategic Arms Reduction Treaty atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis. Perjanjian yang ditandatangani pada 2010 ini merupakan landasan pengendalian senjata di dunia. Perjanjian ini membatasi jumlah hulu ledak nuklir yang ditempatkan oleh Amerika dan Rusia, yaitu masing-masing 1.550 hulu ledak. Demikian pula jumlah rudal di darat dan di kapal selam, serta pesawat-pesawat pembom.

Departemen Luar Negeri pada awal Februari 2021 mengatakan Amerika akan menggunakan perpanjangan perjanjian START yang baru itu untuk memastikan pembatasan seluruh senjata nuklir Rusia. Perpanjangan ini berlaku untuk lima tahun, dan disepakati setelah pemerintahan Trump menarik diri dari dua perjanjian serupa, yang merupakan bagian dari pengunduran diri Amerika dari perjanjian-perjanjian internasional.

Putin Juga Sepakat Kembalikan Posisi Dubes Rusia & AS

Putin juga menyampaikan tercapainya kesepakatan awal untuk mengembalikan duta besar masing-masing ke posisinya. Rusia telah menarik pulang Duta Besar Rusia Untuk Amerika Anatoly Antonov tiga bulan lalu, sementara Duta Besar Amerika Untuk Rusia John Sullivan telah meninggalkan Moskow dua bulan lalu seiring memburuknya hubungan kedua negara. Putin mengatakan kedua duta besar diperkirakan akan segera kembali ke posisi semula dalam beberapa hari mendatang. Kedua hal ini menjadi isyarat pemulihan hubungan ke arah yang lebih baik.

Biden: Banyak Hal Tercapai dalam Perjalanan Pertama Ini

Pertemuan dengan Putin ini merupakan agenda terakhir Biden dalam lawatan selama lebih dari satu minggu ke Eropa untuk menghadiri KTT G-7 di Inggris, serta KTT NATO dan KTT Amerika-Uni Eropa di Brussels. Biden mengatakan dalam semua pertemuan penting itu ia telah menunjukkan kepada dunia bahwa Amerika telah kembali.

“Dalam seminggu terakhir ini, saya yakin, saya berharap, Amerika telah menunjukkan pada dunia bahwa kami telah kembali! Berdiri bersama sekutu-sekutu kami. Kami menggalang demokrasi untuk menunjukkan komitmen, menyelesaikan tantangan terbesar yang dihadapi dunia, dan kini menetapkan landasan yang jelas tentang bagaimana kami ingin berhubungan dengan Rusia, hubungan Amerika-Rusia. Bagaimana pun juga masih banyak pekerjaan di depan. Saya tidak mengatakan ini sudah selesai. Tetapi kita telah melakukan banyak hal dalam perjalanan kali ini.” [em/lt]

Oleh: VOA

AS Awasi Pengaruh China di PBB

AS Awasi Pengaruh China di PBB
Dubes AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield di Ankara, Turki, 4 Juni 2021.

BorneoTribun Internasional - Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (16/6), memastikan kepada Kongres bahwa ia akan memantau dan menindak apa yang disebutnya “pengaruh tidak baik” China terhadap lembaga dunia itu.

China bersikap agresif dan memaksa dalam memanfaatkan kekuatannya di PBB,” kata Dubes Linda Thomas-Greenfield kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR Amerika.

Ditambahkannya, Beijing memberlakukan sebuah “pendekatan yang otoriter terhadap multilateralisme.”

Thomas-Greenfield mengacu pada serangkaian tindakan, termasuk pengaruh China di tiga organisasi PBB di mana warga mereka berperan, dan pemanfaatan diplomasi vaksin COVID-19 oleh Beijing untuk menekan negara-negara yang lebih miskin.

“Kami akan melawan secara keras terhadap usaha-usaha seperti itu,” katanya.

Dia mendesak para anggota Kongres agar melakukan investasi di PBB guna memulihkan pengaruh AS di sana, yang menurun selama masa pemerintahan Trump.

“Musuh-musuh dan pesaing-pesaing kita melakukan investasi di PBB. Kita tidak bisa bersaing kecuali kalau kita melakukan hal itu pula,” kata Thomas Greenfield.

Lebih dari 40 anggota Kongres menanyai diplomat veteran itu selama lebih dari empat jam ketika berlangsung sidang dengar seputar prioritas pemerintahan Biden untuk terlibat dengan PBB.

Banyak dari mereka mengungkapkan keprihatinan dengan persekusi minoritas Muslim Uighur di Provinsi Xijiang, China.

Kelompok-kelompok HAM telah menuduh China mengirim lebih dari satu juta warga Uighur ke kamp-kamp tahanan. China mengatakan fasilitas itu dimaksudkan sebagai “pusat pendidikan kejuruan” dan untuk mencegah penyebaran ekstremisme keagamaan dan serangan teroris. [jm/em]

Rabu, 16 Juni 2021

Turki Minta Dukungan AS untuk Peran Baru di Afghanistan

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden AS Joe Biden berbincang-bincang sebelum sidang paripurna NATO di markas NATO, di Brussels, Senin, 14 Juni 2021. (Foto: Olivier Matthys/Pool/AFP)

BORNEOTRIBUN.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Senin (14/6), mengatakan negaranya membutuhkan “bantuan diplomatik, logistik, dan finansial” dari Amerika Serikat (AS) jika diberi peran untuk menempatkan pasukan di Afghanistan. Penempatan pasukan itu guna melindungi dan mengoperasikan bandara internasional Kabul, menyusul penarikan pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantik Treaty Organization/NATO) dari negara itu.

Berbicara pada wartawan pada akhir dari serangkaian pertemuan dengan para pemimpin NATO di sela-sela konferensi tingkat tinggi (KTT), Senin (14/6), Erdogan mengatakan Turki berusaha untuk melibatkan Pakistan dan Hongaria dalam misi baru di Afghanistan pasca penarikan mundur pasukan NATO pimpinan Amerika.

Turki dilaporkan menawarkan untuk melakukan pengamanan bandara Kabul, meskipun masih ada pertanyaan soal bagaimana menjamin keamanan di sepanjang rute transportasi utama dan di bandara, yang merupakan rute utama ke Kabul.

Turki saat ini memiliki 500 tentara di Afghanistan.

Erdogan mengatakan, dia telah mengadakan pertemuan yang konstruktif dengan Presiden Biden dan telah mengundang Biden untuk berkunjung ke Turki.

Kedua pemimpin itu sudah saling kenal selama bertahun-tahun. Namun, pertemuan ini merupakan pertemuan tatap muka pertama sebagai kepala negara, dan berlangsung di tengah-tengah masa sulit dalam hubungan di antara kedua sekutu NATO itu.

Turki marah karena AS mendukung pejuang Kurdi di Suriah. Sementara Amerika telah menjatuhkan sanksi terhadap Turki karena membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.

Biden pada April lalu juga menimbulkan kegusaran Ankara karena menyebut pembunuhan masal dan deportasi orang Armenia pada masa kerajaan Ottoman sebagai “genosida.”

Turki membantah bahwa deportasi dan pembantaian warga Armenia yang dimulai pada 1915 dan menewaskan sekitar 1,5 juta itu merupakan genosida. Namun, Erdogan mengatakan, isu Armenia tidak dibahas selama pertemuan itu. [jm/em]

Oleh: VOA

Sabtu, 12 Juni 2021

Amerika Serikat Berupaya Cegah Dominasi Digital China

Seorang pengunjung memperhatikan contoh jaringan konektivitas yang dipajang seorang vendor di sebuah pameran keamanan internet di Beijing, 12 September 2017.

BorneoTribun Internasional - Kegembiraan atas kemajuan digital China merajalela ketika Keith Krach terakhir mengunjungi negara itu sebagai kepala eksekutif perusahaan perangkat lunak yang sangat sukses, DocuSign, yang memiliki lebih dari 400 juta penggunanya di 188 negara.

“Saya melihat banyak teknologi baru, saya menyaksikan teknologi transformasi, semua orang menyuruh saya mengunduh Tencent setiap 30 menit,” kata Krach. Tencent adalah konglomerat multinasional di balik aplikasi WeChat yang populer di China.

Itu terjadi pada Desember 2017. Sekarang Krach berada hampir teratas dalam daftar orang Amerika yang dilarang, bersama kerabat dekat mereka, untuk mengunjungi China lagi atau melakukan bisnis dengan entitas China.

Mantan menteri luar negeri Mike Pompeo "di urutan pertama; penasihat kebijakan perdagangan Peter Navarro nomor dua; saya nomor tiga" dalam daftar teratas yang memuat nama-nama mantan pejabat pemerintahan Trump," kata Krach dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Sebanyak 28 orang dikenai sanksi, yang diumumkan 20 Januari, hanya beberapa menit setelah Presiden AS Joe Biden dilantik.

Meskipun sanksi difokuskan pada mereka yang tidak lagi menjabat, Krach yakin itu dimaksudkan sebagai peringatan bagi anggota pemerintahan Biden yang akan datang, termasuk Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan koordinator Gedung Putih Asia Kurt Campbell.

“Itu arah sasaran mereka; cukup untuk membuat pejabat pemerintahan Biden enggan membuat kebijakan yang anti-Beijing. Bagi saya, itu tidak mempengaruhi saya. Saya berada di sisi lain," kata Krach kepada VOA saat berkunjung ke Washington baru-baru ini.

Krach menjadi wakil menteri luar negeri AS untuk urusan ekonomi pada Maret 2019 dan tetap menjabat sampai akhir masa jabatan Presiden Donald Trump.

“Tugas saya adalah mengembangkan strategi keamanan ekonomi global yang dioperasionalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global, memaksimalkan keamanan nasional, dan memerangi agresi ekonomi China,” katanya.

Setahun menjabat, “masalah 5G menjadi sangat mendesak,” lanjutnya. “Huawei telah mengumumkan bahwa mereka telah memiliki 91 kontrak di seluruh dunia, 47 di Eropa; tampaknya mereka tak terbendung, (bahwa) mereka akan memimpin.” [my/pp]

Oleh: VOA

Biden Cabut Larangan Aplikasi TikTok, WeChat

Biden Cabut Larangan Aplikasi TikTok, WeChat
Presiden Biden memerintahkan Departemen Perdagangan AS untuk meninjau isu keamanan dari aplikasi TikTok dan WeChat logos. (Foto: ilustrasi).

BorneoTribun Jakarta - Presiden AS Joe Biden, pada hari Rabu (9/6), mencabut serangkaian perintah eksekutif era mantan Presiden Donald Trump yang berusaha melarang pengunduhan baru aplikasi WeChat dan TikTok, dan memerintahkan Departemen Perdagangan meninjau isu keamanan yang muncul dari kedua aplikasi tersebut dan aplikasi-aplikasi lain.

Pemerintahan mantan Presiden Trump sempat berusaha menghalangi pengunduhan aplikasi oleh pengguna baru dan melarang transaksi teknis lainnya, sehingga TikTok, aplikasi berbagi video pendek milik perusahaan China, serta WeChat mengatakan akan memblokir penggunaan aplikasi mereka di AS.

Pengadilan lantas memblokir perintah eksekutif yang tidak pernah sempat diberlakukan itu.

Sementara, tinjauan lainnya mengenai TikTok dalam kaitannya dengan keamanan nasional AS yang dimulai pada akhir 2019 masih berlangsung, kata pejabat Gedung Putih, tanpa bersedia memberikan rincian lebih lanjut. Gedung Putih masih merasa khawatir tentang risiko data pengguna TikTok, kata pejabat pemerintahan yang lain.

Perintah Biden itu mengarahkan Departemen Perdagangan untuk memantau aplikasi perangkat lunak seperti TikTok yang dapat memengaruhi keamanan nasional AS, sekaligus untuk mengeluarkan rekomendasi dalam kurun 120 hari untuk melindungi data AS yang diperoleh atau dapat diakses perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh musuh asing.

TikTok menolak memberikan tanggapan, sementara WeChat tidak segera memberikan komentar.

WeChat, yang sudah diunduh setidaknya 19 juta kali oleh pengguna AS, digunakan secara meluas sebagai media penyedia layanan, gim dan fungsi pembayaran.

Michael Bien, pengacara utama untuk WeChat Users Alliance alias Aliansi Pengguna WeChat, yang melayangkan gugatan untuk memblokir perintah Trump, memuji pemerintahan Biden yang mencabut “larangan salah sasaran pada WeChat… yang telah menyebabkan penutupan sebuah platform komunikasi besar yang diandalkan jutaan orang di AS, yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Perintah eksekutif Biden yang baru mencabut perintah eksekutif terkait WeChat dan TikTok yang diterbitkan Trump Agustus lalu, bersama dengan perintah lainnya pada bulan Januari yang menyasar delapan aplikasi perangkat lunak komunikasi dan teknologi lainnya.

Perintah eksekutif Trump pada bulan Januari mengarahkan pejabatnya untuk melarang transaksi dengan delapan aplikasi asal China, termasuk Alipay milik Ant Group (688688.SS) juga QQ Wallet dan WeChat pay milik Tencent Holdings, meski tidak ada larangan yang dikeluarkan hingga sekarang.

Pemerintahan Trump berpendapat bahwa WeChat dan TikTok menimbulkan masalah keamanan nasional karena data pribadi sensitif pengguna AS dapat dikumpulkan oleh pemerintahan China.

Baik TikTok, yang memiliki 100 juta pengguna di AS, maupun WeChat membantah menciptakan masalah keamanan nasional.

Pada bulan Februari, Reuters melaporkan bahwa sponsor-sponsor bergegas kembali ke TikTok setelah beberapa di antaranya sempat berhenti atau menunda langkah pasca pengumuman Trump Agustus lalu. Merek Chevrolet unggulan General Motors (GM) mulai beriklan di tikTok pada Februari melalui akunnya sendiri.

Pemerintahan Trump telah mengajukan banding atas perintah pengadilan yang memblokir larangan TikTok dan WeChat, namun setelah Biden menjabat pada Januari, Departemen Kehakiman AS diminta menghentikan proses banding.

Juru bicara Departemen Kehakiman AS menolak berkomentar. Laporan status banding itu akan jatuh tempo pada Jumat mendatang.

Perintah eksekutif Biden menyebut pengumpulan data warga Amerika “menimbulkan ancaman pemberian akses informasi tersebut kepada musuh asing.”

Perintah itu mengarahkan Departemen Perdagangan untuk “mengevaluasi secara berkelanjutan” setiap transaksi yang “menimbulkan risiko dampak bencana yang tidak semestinya terhadap keamanan maupun ketahanan infrastruktur penting atau ekonomi digital AS.”

Dalam 60 hari, perintah eksekutif Biden mewajibkan badan-badan intelijen dan keamanan Dalam Negeri AS untuk memberikan penilaian kerentanan dan ancaman terhadap data AS yang dikendalikan musuh asing kepada Departemen Perdagangan selama melakukan peninjauan.

Senator Partai Republik Josh Hawley mengatakan dalam unggahan Twitternya bahwa pencabutan perintah eksekutif Trump adalah “kesalahan besar yang menunjukkan kepuasan diri yang mengkhawatirkan terkait akses #China pada informasi pribadi warga Amerika, begitu pula pengaruh perusahaan #China yang semakin besar.”

Pekan lalu, Biden menandatangani perintah eksekutif yang melarang investasi AS di beberapa perusahaan China dalam sektor teknologi pertahanan dan pengawasan. Perintah itu menggantikan perintah serupa era Trump yang tidak bisa dipertahankan secara hukum. [rd/lt]

Oleh: VOA

Senin, 07 Juni 2021

AS Janjikan $3,3 Miliar Pendanaan untuk Pasukan Afghanistan

AS Janjikan $3,3 Miliar Pendanaan untuk Pasukan Afghanistan
Utusan AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad

BorneoTribun Internasional -- Utusan perdamaian AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad bersama sebuah delegasi tingkat tinggi, Minggu (6/6) bertemu dengan para pemimpin di Kabul untuk membahas kerjasama bilateral setelah AS dan pasukan koalisi meninggalkan negara itu paling lambat 11 September mendatang.

Pembicaraan itu terjadi ketika Taliban menggencarkan serangan terhadap pasukan pemerintah, merebut sembilan distrik Afghanistan, termasuk enam dalam seminggu terakhir, sejak penarikan militer asing dimulai sebulan lalu. Ratusan kombatan di kedua pihak termasuk warga sipil Afghanistan juga tewas.

Seorang juru bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Minggu 6/6) menyatakan pembicaraan dengan tim Khalilzad berfokus pada tiga sektor, termasuk pertahanan, ekonomi dan bantuan kemanusiaan.

Mohammad Amiri menyampaikan utusan AS menyatakan kepada Ghani bahwa Washington setiap tahun akan menyediakankan bantuan $3,3 miliar kepada Kabul selama dua tahun ke depan untuk mendukung pasukan keamanan Afghanistan memerangi Taliban.

Amiri mencatat lebih banyak fasilitas dan peralatan AS termasuk pesawat untuk memperkuat Angkatan Udara Afghanistan, akan menjadi salah satu topik utama pembicaraan bilateral dalam beberapa hari mendatang.

Belum ada tanggapan dari kedutaan AS di Kabul mengenai pembicaraan Khalilzad dengan para pejabat Afghanistan.

Pemerintah Afghanistan sudah lama mengandalkan dukungan udara AS dalam memerangi Taliban. Para pejabat Afghanistan menepis kekhawatiran bahwa pasukannya kemungkinan tidak dapat menghadapi pemberontak tanpa dukungan militer asing.

Khalilzad dan delegasinya juga mengadakan pertemuan dengan Abdullah Abdullah, yang mengawasi proses perdamaian Kabul dengan para pemberontak.

Kedua pihak telah membahas proses perdamaian Afghanistan dan “babak baru korporasi” antar kedua negara, Abdullah yang mengepalai Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional, menyatakan dalam cuitan di Twitter. [mg/lt]

Oleh: VOA

Jumat, 04 Juni 2021

China dan AS Buka ‘Komunikasi Normal’ Mengenai Perdagangan

China dan AS Buka ‘Komunikasi Normal’ Mengenai Perdagangan
Bendera nasional AS dan China melambai di depan sebuah hotel internasional di Beijing 4 Februari 2010. (Foto: Reuters)

BorneoTribun Internasional -- Kementerian Perdagangan China pada hari Kamis (3/6) menyatakan bahwa China dan AS memulai “komunikasi normal” mengenai hubungan perdagangan dan ekonomi setelah para pejabat dari kedua pihak mengadakan pertemuan pertama melalui video yang mengarah pada perundingan untuk mengakhiri perang tarif mereka.

Gao Feng, juru bicara Kementerian Perdagangan China dalam pengarahan mingguan, mengatakan, wakil PM Liu He dan Menteri Keuangan Janet Yellen membahas perdagangan, situasi makro, kebijakan domestik dan berbagai masalah lainnya pada hari Rabu, dan kedua pihak meyakini diskusi itu berlangsung “profesional, jujur dan konstruktif.”

Presiden Joe Biden, yang mulai menjabat pada Januari lalu, belum menyatakan bagaimana ia akan menangani konflik dengan China yang dimulai oleh pendahulunya.

Mantan presiden Donald Trump menaikkan tarif impor dari China terkait keluhan mengenai kebijakan industri dan surplus perdagangan negara itu.

Beijing membalas dengan menangguhkan pembelian kedelai AS dan menaikkan tarif terhadap berbagai barang lainnya.

Liu berbicara melalui telepon pekan lalu dengan Perwakilan Perdagangan AS, Katherine Tai, kepala delegasi AS mengenai pembicaraan tarif.

Para perunding belum bertemu langsung sejak pandemi virus corona mulai merebak pada awal 2020.

Para pejabat di tingkat lebih rendah mengadakan pertemuan bulanan melalui telepon mengenai status pelaksanaan kesepakatan “Tahap 1” dari awal 2018 yang dimaksudkan untuk mengakhiri konflik.

Kedua pihak menyetujui dalam kesepakatan “Tahap 1” itu untuk menunda kenaikan tarif lebih jauh terhadap barang pihak lain dan untuk membatalkan sebagian di antaranya.

China berjanji untuk membeli lebih banyak kedelai Amerika dan ekspor lainnya.

Beijing tidak memenuhi komitmen itu setelah pandemi COVID-19 mengacaukan perdagangan global. [uh/ab]

Oleh: VOA

Biden: Perang Lawan Korupsi adalah Kepentingan Inti Keamanan Nasional

Biden: Perang Lawan Korupsi adalah Kepentingan Inti Keamanan Nasional
Presiden AS Joe Biden berjalan untuk memasuki One di halaman Gedung Putih, 3 Juni 2021.

BorneoTribun Internasional - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden secara resmi menetapkan perang melawan korupsi sebagai kepentingan inti keamanan nasional.

Biden pada Kamis (3/6) mengeluarkan memorandum keamanan nasional pertamanya, yang menguraikan agenda antikorupsinya.

“Korupsi mengancam keamanan nasional Amerika Serikat, pemerataan ekonomi, anti-kemiskinan global, dan upaya pembangunan. Dan demokrasi itu sendiri,” kata Presiden dalam arahannya.

“Namun, dengan mencegah dan melawan korupsi secara efektif dan menunjukkan manfaat dari pemerintahan yang transparan dan akuntabel, kita dapat mendapatkan manfaat penting bagi Amerika Serikat dan negara-negara demokrasi lainnya," imbuhnya.

Memorandum Biden itu berfungsi sebagai pemberitahuan resmi dari presiden “bahwa dia mengharapkan semua departemen dan lembaga federal yang relevan untuk meningkatkan langkah-langkah anti-korupsi dengan cara yang sangat spesifik,” kata seorang pejabat senior pemerintah kepada para wartawan dalam jumpa pers lewat telepon, Kamis (3/6).

Memo itu di antaranya menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah untuk memerangi semua bentuk transaksi uang gelap di dalam negeri dan dengan sistem keuangan internasional. Memo itu juga menyerukan agar perusahaan-perusahaan AS melaporkan pelaku transaksi itu ke Departemen Keuangan dan mengurangi kerahasiaan keuangan di luar negeri.

Pendaftaran pemilik perusahaan atau Beneficial Ownership Registry di Departemen Keuangan itu dimaksudkan untuk secara efektif melarang aset terlarang disembunyikan di balik perusahaan cangkang anonim. [lt/em]

Oleh: VOA

Minggu, 30 Mei 2021

Amerika Serikat Larang Impor dari Armada China yang Gunakan Buruh Kerja Paksa Indonesia

Amerika Serikat Larang Impor dari Armada China yang Gunakan Buruh Kerja Paksa Indonesia
Bendera China tampak dekat kapal nelayan di lepas pantai Qingdao, Provinsi Shandong, China, 28 April 2021

BorneoTribun Internasional - Dinas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (Customs and Border Protection/CBP) Amerika Serikat (AS) pada Jumat (28/5) memberlakukan sebuah larangan impor baru atas makanan laut dari sebuah armada perikanan China.

CBP mengatakan, seperti dikutip Reuters, langkah itu diambil karena armada itu menggunakan buruh kerja paksa di 32 kapalnya, termasuk melakukan pelanggaran terhadap banyak pekerja Indonesia.

CBP mengatakan akan segera menahan tuna, ikan todak dan produk-produk lain dari Dalian Ocean Fishing Co Ltd di pelabuhan-pelabuhan masuk AS. Seorang pejabat CBP mengatakan perintah "Withhold Release Order" yang melarang impor itu juga diberlakukan pada produk-produk turunan dari perusahaan itu, seperti tuna kalengan dan makanan hewan peliharaan.

Withhold Release Order adalah perintah penahanan barang-barang impor di pelabuhan masuk karena diduga menggunakan buruh kerja paksa dalam proses produksinya.

Menteri Departmen Keamanan Dalam Negeri AS Alejandro Mayorkas mengatakan langkah itu menandai pertama kalinya CBP melarang impor dari sebuah armada kapal keseluruhan, daripada kapal-kapal individu seperti di masa lalu.

Mayorkas mengatakan dalam pengarahan, "Para produsen dan importer AS harus paham bahwa akan ada konsekuensi bagi entitas yang berusaha mengeksploitasi para pekerja yang menjual barang-barang di AS."

Para pejabat CBP mengatakan penyelidikan instansinya mengungkap bahwa banyak pekerja Indonesia yang dipekerjakan di kapal-kapal Dalian Ocean Fishing, mendapati kondisi yang jauh berbeda dari yang diharapkan. Mereka kerap mengalami kekerasan fisik, ditahan upahnya, dijerat dengan utang, serta bekerja dan hidup dalam kondisi yang mengenaskan. [vm/ft]

Oleh: VOA

Rabu, 26 Mei 2021

Biden-Putin akan Bertemu dalam KTT di Jenewa

Biden-Putin akan Bertemu dalam KTT di Jenewa
Presiden Rusia Vladimir Putin mendengarkan Presiden AS Joe Biden dalam KTT iklim virtual melalui tautan video di Moscow, Rusia, 22 April 2021. (Foto: Alexei Duzhinin/Sputnik/Kremlin via Reuters)

BorneoTribun Internasional -- Presiden Amerika Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu untuk pertama kali 16 Juni di Jenewa. Rencana pertemuan itu diumumkan oleh kedua pihak. Tidak ada terobosan yang diperkirakan dari hubungan yang renggang ini.

Jenewa adalah tempat banyak organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkantor. Di kota di Swiss itu pula berlangsung konferensi tingkat tinggi (KTT) bersejarah antara pemimpin Uni Sovyet Mikhail Gorbachev dan Presiden Ronald Reagan pada 1985.

“Kedua pemimpin akan membahas sejumlah isu yang mendesak, sementara kami berusaha memulihkan kepastian dan stabilitas dalam hubungan Amerika–Rusia,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki.

Kremlin sudah mengonfirmasi rincian KTT ini, dan mengatakan, Putin dan Biden akan membahas “isu-isu terkait stabilitas strategis,” juga “mengatasi konflik kawasan” serta pandemi COVID-19.

Biden, yang akan melakukan lawatan internasional pertama sebagai presiden, akan pergi ke Jenewa segera setelah menghadiri KTT terpisah dengan sekutu-sekutu Barat dalam kelompok G7, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), dan Uni Eropa.

Pertemuan tatap muka langsung dengan pemimpin Rusia datang di tengah-tengah tingkat ketegangan yang belum pernah terjadi, di mana Amerika mengendurkan ambisi dan sekadar menjaga hubungan di mana kedua pihak saling memahami dan bisa bekerja sama dalam bidang-bidang tertentu. Tidak seperti pada 2009 ketika Biden menjabat wakil president, pemerintahan Obama waktu itu menyatakan “awal yang baru” dengan pemerintahan Putin, harapan dari KTT kali ini jauh lebih rendah.[jm/ka]

Oleh: VOA

Sabtu, 22 Mei 2021

AS Waspadai Laporan Tewasnya Pemimpin Boko Haram

AS Waspadai Laporan Tewasnya Pemimpin Boko Haram
Pemimpin Boko Haram, Abubakar Shekau, dilaporkan telah tewas (foto: dok).

BorneoTribun Internasional -- Amerika belum siap mengumumkan kematian pemimpin kelompok teror Boko Haram, meskipun muncul beberapa laporan tentang kematiannya.

“Amerika belum dapat mengukuhkan secara independen laporan-laporan ini dan masih terus memonitor situasi,” ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih pada VOA hari Jumat (21/5) ketika ditanya tentang nasib pemimpin Boko Haram sejak lama, Abubakar Shekau.

Laporan tentang meninggalnya Shekau pertama kali muncul di media sosial awal pekan ini. Laporan itu mengatakan Shekau tewas dalam konfrontasi dengan para pemberontak dari kelompok teror pesaingnya, Islamic State-West Africa, yang ada di bagian timur laut Sambisa Fores di Nigeria. Kawasan ini sebelumnya dikenal sebagai basis operasi Shekau.

Sebagian laporan mengatakan Shekau bunuh diri, baik dengan menembak dirinya sendiri atau meledakkan rompi yang dipenuhi bom, setelah ia tertangkap dan diminta menyatakan kesetiaan kepada kelompok teror ISIS.

Seorang juru bicara tentara Nigeria mengatakan pada media, militer masih menyelidiki laporan-laporan itu, tetapi banyak pejabat dan analis bersikap sangat hati-hati karena sudah beberapa kali muncul kabar tentang kematian Shekau, yang kemudian terbukti tidak benar.

Secara terpisah juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan masih berupaya memastikan laporan itu, dengan mengatakan jika laporan itu benar, “kematian salah seorang teroris paling kejam dalam sejarah Afrika itu merupakan perkembangan positif.”

Tetapi pejabat itu mengingatkan bahwa kematian Shekau bukan alasan untuk bersuka cita. “Kalau pun Shekau terbunuh, terorisme masih menjadi ancaman bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan,” ujarnya pada VOA. “Boko Haram bukan satu-satunya kelompok teroris yang beroperasi di wilayah itu,” tambahnya.

AS Tetapkan Shekau sebagai “Teroris Global”

Abubakar Shekau telah memimpin Boko Haram sejak tahun 2009 dan dinilai bersalah menggelar kampanye teror yang telah menewaskan lebih dari 300.000 orang dan memaksa jutaan lainnya melarikan diri dari rumah mereka. Di bawah kepemimpinan Shekau, Boko Haram menjadi terkenal karena menculik sekitar 300 siswi sekolah di Chibok, Nigeria, pada tahun 2014.

Amerika pada tahun 2012 telah menyatakan Shekau sebagai teroris global (“specially designated global terrorist”) dan menawarkan imbalan hingga tujuh juta dolar bagi siapa pun yang dapat memberikan informasi untuk menangkapnya.

Tetapi meskipun telah menjadi target dari berbagai operasi kontra-terorisme, keberadaan Shekau masih belum diketahui. Menurut kajian intelijen baru-baru ini, Shekau masih mengomandoi sekitar 1.500 – 2.000 pemberontak di seluruh Nigeria dan Kamerun.

Namun Boko Haram kini mendapat tentangan kuat dari ISIS-Afrika Barat. Kelompok baru itu didirikan oleh para pemberontak yang sekitar lima tahun lalu berpisah dari Shekau dan memiliki sekitar 3.500 anggota di Nigeria dan negara-negara sekitarnya.

Informasi intelijen yang dipasok negara-negara anggota PBB mengingatkan bahwa ISIS-Afrika Barat tersebut baru-baru ini memperkuat hubungannya dengan kepemimpinan ISIS di Irak dan Suriah. Ada pula indikasi bahwa ISIS-Afrika Barat ini berupaya menggantikan peran Boko Haram. [em/pp]

Oleh: VOA

Gubernur New York Kecam Serangan terhadap Warga Yahudi

Gubernur New York Kecam Serangan terhadap Warga Yahudi
Warga Yahudi ultra-Ortodoks Pro-Palestina melakukan aksi tandingan pada unjuk rasa pro-Israel di Times Square di New York City, AS 12 Mei lalu (foto: ilustrasi).

BorneoTribun Internasional -- Serangkaian serangan terhadap warga Yahudi di New York memicu Gubernur Andrew Cuomo mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan itu.

“Saya dengan tegas mengutuk serangan terhadap warga Yahudi di New York dan kami tidak akan mentolerir pelecehan dan intimidasi anti-Yahudi yang dilakukan kelompok tertentu,” cuit Cuomo di Twitter.

“Orang dari seluruh agama dan keyakinan, latar belakang dan etnis harus dapat berada di jalan dengan aman dan bebas dari aksi kekerasan dan pelecehan,” tambahnya.

Beberapa video warga Yahudi yang diserang muncul di media sosial setelah kelompok-kelompok pro Israel dan pro Palestina melangsungkan demonstrasi di kota itu.

Sedikitnya satu warga Yahudi dibawa ke rumah sakit karena apa yang digambarkan polisi sebagai “serangan kelompok.” Luka-luka yang dideritanya diyakini tidak serius.

Menurut ABC News ada 26 orang dilaporkan telah ditangkap dalam aksi kekerasan itu. Serangan itu terjadi ketika Israel dan militan Hamas mengumumkan gencatan senjata dalam konflik yang sudah berlangsung selama 11 hari itu.

“Keadilan harus ditegakkan dan saya memerintahkan Satuan Tugas Penanganan Kejahatan Bernuansa Kebencian di Kepolisian New York untuk membantu penyelidikan terhadap serangan-serangan itu,” ujar Cuomo.

Beberapa hari terakhir ini serangan anti-Yahudi meningkat di seluruh Amerika.

Di Los Angeles, polisi sedang menyelidiki sebuah serangan anti-Yahudi di restoran yang terekam dalam video.

Beberapa sinagog telah dirusak, termasuk yang terdapat di Tucson, Arizona; Salt Lake City, Utah; dan di Chicago.

Anti-Yahudi juga meningkat di dunia maya. Liga Anti-Pencemaran Nama Baik ADL melaporkan adanya 17.000 cuitan yang menyebut “Hitler benar,” yang dipublikasikan antara tanggal 7-14 Mei.

“Sewaktu aksi kekerasan antara Israel dan Hamas terus memuncak, kami menyaksikan lonjakan drastis dan berbahaya serangan anti-Yahudi di Amerika,” ujar CEO ADL Jonathan Greenblatt.

“Kami melacak tindakan pelecehan, vandalisme, dan kekerasan; juga pelanggaran di dunia maya. Ini terjadi di seluruh dunia, dari London hingga Los Angeles, dari Perancis hingga Florida, di kota-kota besar seperti New York hingga di kota-kota kecil, dan di seluruh platform media sosial.” [em/pp]

Oleh: VOA

Jumat, 21 Mei 2021

Sejumlah Anggota DPR AS dari Demokrat Usul Blokir Penjualan Senjata $735 Juta ke Israel

Sejumlah Anggota DPR AS dari Demokrat Usul Blokir Penjualan Senjata $735 Juta ke Israel
Unjuk rasa pro-Palestina di tengah meningkatnya konflik bersenjata Israel-Palestina di Boston, Massachusetts, Selasa, 18 Mei 2021. (Foto: Brian Snyder/Reuters)

BorneoTribun Amerika -- Anggota-anggota Kongres Amerika Serikat (AS) dari faksi Demokrat hari Rabu (19/5) mengusulkan resolusi untuk memblokir penjualan senjata berpemandu presisi pada Israel, yang senilai $735 juta. Ini merupakan tanggapan simbolis terhadap konflik Israel dan kelompok Hamas yang berkuasa di Gaza.

Anggota DPR Alexandria Ocasio-Cortez, Mark Pocan, dan Rashida Tlaib adalah sponsor utama langkah itu, yang memiliki setidaknya enam sponsor lain, termasuk beberapa anggota faksi Demokrat yang berhaluan paling kiri di DPR.

Mereka termasuk di antara anggota Kongres yang menyerukan upaya AS yang lebih terpadu untuk menghentikan kekerasan, termasuk serangan udara Israel, yang telah menewaskan ratusan warga sipil, sebagian besar adalah warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza yang terkepung.

Pemerintahan Biden awal tahun ini telah menyetujui potensi penjualan senjata senilai $735 juta kepada Israel dan mengirimkannya ke Kongres untuk ditinjau secara resmi pada 5 Mei lalu. Berdasarkan undang-undang yang mengatur penjualan senjata kepada negara lain, anggota-anggota Kongres memiliki waktu 15 hari untuk menyampaikan keberatan.

“Ketika begitu banyak orang, termasuk Presiden Biden, mendukung gencatan senjata, kami seharusnya tidak mengirimkan persenjataan untuk melakukan 'serangan langsung' kepada Perdana Menteri Netanyahu, sehingga dapat memperpanjang aksi kekerasannya,” kata Ocasio-Cortez dalam pernyataannya.

Resolusi ini tampaknya tidak akan maju lebih jauh mengingat kantor Ketua DPR Nancy Pelosi mengontrol ketat undang-undang mana yang akan dilanjutkan hingga ke tingkat pemungutan suara, dan mana yang tidak. Para pemimpin kamar atau bidang di Kongres telah menyatakan dukungan untuk penjualan senjata pada Israel, termasuk tokoh nomor dua faksi Demokrat di DPR Steny Hoyer. Hoyer pada Selasa (18/5) terang-terangan mengatakan kepada wartawan bahwa ia mendukung penjualan senjata pada Israel itu.

Penjualan “Amunisi Serangan Langsung Bersama” atau “Joint Direct Attack Munitions” (JDAM) yang dibuat oleh Boeing Co. ketika itu dianggap sebagai sesuatu yang rutin, sebelum berawalnya aksi kekerasan sengit di kawasan itu.

Baik Partai Republik, maupun Partai Demokrat di Kongres, umumnya menyatakan dukungan kuat bagi Israel.

Israel telah menjadi penerima bantuan luar negeri Amerika terbesar sejak Perang Dunia Kedua, di mana saat ini bantuan militernya mencapai $3,8 miliar per tahun. [em/ft]

Oleh: VOA

Kamis, 20 Mei 2021

Biden Siapkan Peran Lebih Besar Bagi Pasukan Penjaga Pantai

Biden Siapkan Peran Lebih Besar Bagi Pasukan Penjaga Pantai
Presiden Joe Biden memberi selamat kepada Kadet Daisy Anne Atayan, salah satu dari dua kadet wanita pertama selama pelantikan di Akademi Penjaga Pantai AS di New London, Conn., 19 Mei 2021. (Foto: AP)

BorneoTribun Amerika -- Presiden Joe Biden, Rabu (19/5), mengatakan pasukan Penjaga Pantai Amerika akan memainkan peran yang lebih besar dalam memastikan agar “setiap negara” menghormati norma-norma internasional di laut.

“Karena reputasi profesionalisme dan ketrampilan yang tidak tertandingi, Pasukan Penjaga Pantai akan menjadi elemen yang semakin penting dalam keterlibatan di Indo-Pasifik, untuk melindungi kehidupan, untuk melestarikan lingkungan dan untuk menjaga kedaulatan di seluruh wilayah,” ujar Biden dalam upacara kelulusan Akademi Penjaga Pantai Amerika.

“Di Teluk Arab, kita sedang dalam proses mengerahkan enam kapal penanggap cepat yang baru untuk menambah patroli di Asia Barat Daya. Keahlian Pasukan Penjaga Pantai membantu mitra di kawasan itu untuk menegakkan hukum maritim dan melakukan operasi pencarian dan penyitaan,” tambahnya.

Presiden juga mengeluarkan peringatan publik kepada China dan Rusia tentang perilaku mereka di laut, dengan mengatakan ia telah membahas keprihatinan itu dengan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang pelanggaran prinsip-prinsip dasar maritim yang sudah lama ada, seperti kebebasan navigasi, yang digambarkannya sebagai “landasan ekonomi dan keamanan global.”

“Ketika negara-negara mencoba mempermainkan sistem atau mengakali peraturan (tip the rules) demi keuntungan mereka, hal itu membuat segalanya menjadi tidak seimbang,” ujar presiden. Ditambahkannya, “itulah mengapa kami sangat bersikukuh agar beberapa wilayah di dunia yang menjadi urat nadi perdagangan dan pengiriman tetap berada dalam kondisi aman; baik itu di Laut Cina Selatan, Teluk Arab, dan kini Kutub Utara.”

Menteri Luar Negeri Anthony Blinken pekan ini menghadiri pertemuan tingkat menteri Dewan Kutub Utara di Islandia, dan ada dukungan bipartisan yang signifikan di Kongres agar Pasukan Penjaga Pantai Amerika melakukan patroli hingga ke Kutub Utara.

“Rusia dan Partai Komunis China semakin meningkatkan pengaruh jahat mereka di kawasan itu, menguji kemampuan Amerika dan sekutu-sekutu kita,” ujar anggota Kongres dari faksi Republik Michael McCaul, yang mengepalai Komite Hubungan Luar Negeri DPR, hari Rabu (19/5).

"Sangat penting bagi pemerintah Amerika untuk mengakui persaingan strategis yang sedang terjadi di Kutub Utara, menyebut apa adanya dan bertindak cepat untuk mengatasinya, guna memastikan agar kawasan Kutub Utara tetap aman, ramah lingkungan dan stabil," tambah McCaul.

Biden mengatakan arus perdagangan global tanpa hambatan tidak akan berlanjut jika Amerika tidak mengambil peran aktif untuk menetapkan norma-norma perilaku “guna membentuk hal itu agar sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, bukan otokrat.”

“Itu sebabnya kita akan terus mendukung Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang menguraikan banyak prinsip utama yang memastikan agar perairan kita tidak dieksploitasi oleh satu negara, tetapi dapat dilestarikan demi kepentingan semua,” ujar Biden dalam pidato di New London, Connecticut. [em/lt]

Oleh: VOA

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pilkada 2024

Lifestyle

Tekno