Berita Borneotribun.com: Islam Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 April 2021

Kegiatan Ramadan di Masjid-masjid AS: Dari Tadarus Virtual Hingga Vaksinasi COVID-19

Kegiatan Ramadan di Masjid-masjid AS: Dari Tadarus Virtual Hingga Vaksinasi COVID-19
Masjid ikut mengadakan kegiatan vaksinasi COVID-19 bagi jamaah dan masyarakat (foto: ilustrasi).

BorneoTribun Amerika -- Pandemi COVID-19 yang masih melanda dunia memaksa umat Islam kembali menjalani bulan Ramadan dalam keterbatasan. Akan tetapi, kali ini masjid-masjid di Amerika sudah beradaptasi dan lebih siap menggelar berbagai program Ramadan sesuai protokol kesehatan.

Pada Ramadan kedua di tengah pandemi virus corona, masjid-masjid di Amerika Serikat mulai kembali membuka pintu mereka bagi umat Muslim yang ingin beribadah di masjid. Berbagai program Ramadan juga diselenggarakan untuk menyemarakkan momen istimewa setahun sekali itu. Akan tetapi, semuanya digelar dengan berbagai pembatasan.

Di masjid komunitas Muslim Indonesia di area Washington DC, IMAAM Center, kegiatan salat Tarawih berjamaah baru bisa diikuti maksimal 200 laki-laki dewasa dengan penerapan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga jarak dan pemberian disinfektan di titik-titik publik, karena keterbatasan ruang. Agenda iftar alias buka puasa bersama pun kembali absen untuk meminimalisir potensi penularan virus corona.

Sementara itu, program Ramadan seperti kajian Al-Qur’an dan beragam lomba anak-anak pada akhirnya digelar secara virtual sebulan penuh. Namun, panitia Ramadan IMAAM optimistis sambutan warga Muslim akan tetap hangat seperti tahun-tahun sebelumnya, termasuk Ramadan lalu ketika pandemi baru dimulai.

Malik Basri, koordinator program Ramadan IMAAM Center, mengatakan, “Alhamdulillah respons dan antusiasme dari masyarakat dengan adanya (program) virtual ini, kan justru sangat memudahkan bagi mereka semua. Dan banyak yang hadir dan juga mengikuti kajian-kajian online di acara IMAAM Center," ujarnya. "Khususnya di kajian subuh yang hingga saat ini masih diteruskan […] hingga masuk ke Ramadan berikutnya, dan itu partisipasinya bisa sampai 150 hingga 200 orang. Akhirnya (justru) banyak program-program baru timbul dari tahun sebelumnya.”

Ramadan ini, masjid yang berdiri sejak tahun 2014 itu menggelar berbagai program, termasuk sesi membaca kisah nabi dan rasul bagi anak-anak, serta kelas memasak yang semuanya dilakukan secara virtual.

Setali tiga uang, pembatasan aktivitas Ramadan di masjid juga diberlakukan Muslim Community of the Western Suburbs (MCWS) Detroit, Michigan. Tahun ini, karena keterbatasan kapasitas masjid untuk mengakomodasi social distancing, pengelola menawarkan dua sesi salat Tarawih di dua gedung yang mereka miliki. Bedanya dengan IMAAM Center, di sini jamaah perempuan dipersilakan mengikuti Tarawih berjamaah, meski anak-anak di bawah usia 13 tahun tetap tidak diizinkan bergabung.

Haaris Ahmad, presiden MCWS, mengaku pembatasan jamaah itu bukanlah keputusan mudah. “Rasanya menyakitkan harus menolak jamaah masuk, sungguh membuat hati kita sedih. […] Itu satu perbedaan besarnya, keluarga tidak bisa hadir lengkap. Biasanya ada pedagang es krim, makanan, dan berbagai kegiatan lain, karena kita ingin anak-anak mencintai pengalaman (Ramadan) dan mereka memang sungguh menikmati itu, mereka menantikan momen datang ke masjid,” tuturnya.

Terlepas dari berbagai pembatasan, demi Ramadan yang lebih khidmat, pengelola MCWS juga membuka klinik vaksinasi COVID-19 sejak sebelum Ramadan. Alasannya, agar umat Muslim bisa fokus beribadah selama bulan suci dan tidak larut dalam perdebatan soal vaksin COVID-19, dari perkara boleh-tidak vaksinasi saat berpuasa hingga soal halal-haram vaksin itu sendiri. Setidaknya, sekitar seribu orang telah divaksinasi di klinik vaksin MCWS.

“Kita tahu lah seperti apa komunitas kita, umumnya, meski mereka tidak khawatir tentang aturan fikih (soal vaksinasi saat berpuasa) dan semacamnya, tujuan kami lebih ke bagaimana kita bisa fokus (ibadah Ramadan) dan tidak mengkhawatirkan soal ini. Makanya kami menjadwalkan (vaksinasi), kami benar-benar mendorong pembukaan klinik vaksin ini, kami bekerjasama dengan farmasi lokal, Rite-Aid, dan alhamdulillah bisa menggelarnya. Anda harus melihat wajah mereka (yang ikut vaksinasi di sini), mereka sangat senang, berkaca-kaca, karena akhirnya bisa mendapat vaksin," jelas Haaris.

Seperti Haaris, Malik pun berharap Ramadan di tengah pandemi ini tidak mengurangi kekhusyukan, esensi dan kemeriahan bulan suci. Ia berharap, “Kita dapat membuat suasana Ramadan ini berarti dengan segala kegiatan-kegiatan yang ada, dan Insya Allah dakwah yang ingin kita sampaikan ini juga tersampaikan kepada masyarakat, khususnya di DMV area.” [rd/uh]

Oleh: VOA

Rabu, 14 April 2021

Muslim Sambut Ramadan dengan Optimistis

Acara berbuka puasa di Masjid Islamic Society of Greater Chattanooga, TN sebelum terjadi pandemi COVID-19 (foto: courtesy).

BorneoTribun Amerika, Internasional -- Muslim di Amerika, seperti umumnya di berbagai bagian dunia, menyambut Ramadan yang tiba pada 12 April. Walaupun masih didera pandemi, yang memaksa masjid menerapkan banyak pembatasan, Muslim optimistis dan siap memakmurkan masjid.

Umat Islam di banyak bagian dunia, termasuk di Amerika dan Indonesia, memasuki Ramadan 1442 Hijriah Senin sore (12/4). Walaupun masih pandemi, yang memaksa semua masjid ditutup pada Ramadan tahun lalu, Muslim bersyukur masjid-masjid kini sudah bisa beroperasi kembali dan siap menggelar salat tarawih.

Nur Siswo Rahardjo adalah Muslim Indonesia yang aktif dalam kegiatan Ramadan di Islamic Society of Greater Chattanooga (ISGC), Tennessee. Ia mengatakan, “Dengan tetap mengikuti petunjuk CDC (Pusat Pengendalian Penyakit), social distancing, dan lain-lain. Kita buka masjid. Jadi, operasi seperti biasa dengan limited capacity (kapasitas terbatas). Highly reduced capacity.”

Suasana salat di masjid komunitas Indonesia, IMAAM Center, Maryland (dok: VOA)

Sekitar 60 persen masjid dan organisasi Muslim di Amerika merujuk pada keputusan Fiqh Council of North America (FCNA) atau Dewan Fikih Amerika Utara, yang mendasarkan keputusan, menetapkan awal dan akhir Ramadan, pada metode hisab atau kalkulasi. Sebagian lainnya mengikuti keputusan Arab Saudi, yang membuat ketetapan berlandaskan hasil pengamatan posisi bulan.

ISGC mengikuti keputusan Arab Saudi dalam menentukan awal Ramadan. Sedangkan Komunitas Muslim Indonesia di kawasan Washington, DC, yang tergabung dalam IMAAM (Indonesian Muslim Association in America) adalah salah satu yang mengikuti keputusan FCNA.

Ramadan tahun ini datang sementara dunia masih bergulat dengan pandemi virus corona. Namun, dengan semakin banyak orang yang sudah divaksinasi dan mengerti cara meminimalisir penularan, masjid-masjid tahun ini percaya diri untuk membuka pintunya.

Masjid Imaam Center bahkan membuka tempat berwudu yang selama ini ditutup. Sedangkan ISGC tidak merasa perlu memeriksa suhu tubuh jemaah. Namun, keduanya sama-sama membatasi jumlah jemaah untuk tarawih maksimal 200, kurang dari 50 persen kapasitas normal.

Pemeriksaan suhu tubuh sebelum masuk masjid komunitas Indonesia, IMAAM Center, Maryland.

Selain mematuhi petunjuk CDC, Imaam Center dan ISGC meminta jemaah mematuhi prokol Kesehatan dan membawa sajadah sendiri demi mencegah bersentuhan langsung dengan karpet masjid. Imaam Center menyediakan kertas sebagai pengganti sajadah bagi yang tidak membawa. Sedangkan ISGC menutupi karpet dengan plastik, seperti disampaikan Nur, yang tahun ini kembali menjadi panitia kegiatan program Ramadan.

“Ditutup plastik yang tebal. Jadi, secara periodik ada volunteer, brother yang mengepelnya dengan disinfektan. Setiap hari itu. Mungkin sebelum Subuh. Jadi, mudah-mudahan tetap amanlah,” tambah Nur.

Tetapi, baik Imaam Center maupun ISGC tahun ini sama-sama belum siap mengadakan acara berbuka puasa bersama. Mereka hanya menyediakan kurma dan minum. Itupun tidak untuk dikonsumsi di dalam, melainkan di luar masjid.

“Iftar tidak ada. Potluck juga tidak ada. Buka puasa di masjid tidak ada. Masih kita agak strict di situ. Walaupun masjid dibuka, kita tidak mengadakan buka puasa bersama.”

Acara berbuka puasa di Masjid Islamic Society of Greater Chattanooga, TN sebelum terjadi pandemi COVID-19 (foto: courtesy).

Nur mengaku merasa kehilangan dengan tidak adanya buka puasa bersama karena di situ ada kemeriahan dan kebersamaan. Namun, ia mengajak Muslim tetap memakmurkan masjid dengan salat lima waktu, tarawih, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan, yang penting, katanya, bersyukur karena masjid kini dibuka kembali.

“We need to get the best out of it. Dari segala keterbatasan ini, kita nikmati sajalah. Kita syukuri,” pungkasnya. [ka/uh]

Oleh: VOA

Minggu, 11 April 2021

Kelompok Advokasi Muslim Gugat Facebook Terkait Penghapusan Ujaran Kebencian

Kelompok Advokasi Muslim Gugat Facebook Terkait Penghapusan Ujaran Kebencian
Halaman Facebook. (Gambar iStock).

BorneoTribun Amerika, Internasional -- Kelompok hak-hak sipil, Muslim Advocates, yang berbasis di AS menggugat Facebook Inc dan jajaran eksekutifnya pada Kamis (8/4) dengan tuduhan mereka menyesatkan Kongres AS dan lainnya dengan secara keliru mengklaim perusahaan tersebut menghapus konten yang melanggar kebijakannya.

Seperti dilansir oleh Reuters, gugatan tersebut mengklaim bahwa Facebook secara berkala tidak dapat menghapus konten yang melanggar aturannya, termasuk organisasi anti-Muslim dan halaman yang ditandai oleh organisasi hak asasi dan para pakar. Gugatan itu menyatakan bahwa konten-konten itu termasuk laman-laman dan kelompok-kelompok dengan nama-nama yang membandingkan Muslim dengan "kotor" dan berisi seruan untuk "bersatu melawan", "membersihkan" atau "berantas" Islam.

Platform media sosial sudah sejak lama menjadi sorotan mengenai cara mereka menangani ujaran kebencian, konten kekerasan, dan aktivitas ilegal lainnya di platform tersebut.

Pada Juli 2020, Facebook merilis hasil audit hak-hak sipil yang ditugaskan oleh perusahaan. Hasil audit itu menyatakan Facebook harus menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk mempelajari dan menangani kebencian terorganisasi terhadap Muslim dan kelompok sasaran lainnya di platform tersebut.

“Kami tidak mengizinkan ujaran kebencian di Facebook dan secara berkala bekerja dengan para ahli, organisasi nirlaba, dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah tempat yang aman bagi semua orang, mengakui bahwa retorika anti-Muslim bisa dalam bentuk-bentuk yang berbeda,” kata juru bicara Facebook dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh Reuters. “Kami telah berinvestasi dalam teknologi kecerdasan buatan untuk menghapus perkataan yang mendorong kebencian, dan kami secara proaktif mendeteksi 97 persen dari apa yang kami hapus.”

Gugatan, yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Distrik Columbia di Washington, menuduh bahwa Facebook, Chief Executive Mark Zuckerberg, Chief Operating Officer Sheryl Sandberg, dan eksekutif lainnya melanggar undang-undang perlindungan konsumen distrik itu melalui pernyataan mereka tentang penghapusan konten yang melanggar aturan.

Zuckerberg telah menghadiri pertemuan kongres tujuh kali sejak 2018. Dia mengatakan kepada anggota parlemen bahwa perusahaan akan menghapus konten yang melanggar kebijakan Facebook, termasuk unggahan yang menyerukan kekerasan atau dapat menyebabkan risiko cedera fisik.

Namun, perusahaan tersebut dikritik oleh organisasi hak sipil, yang mengatakan tidak menegakkan aturan ini secara tidak konsisten.

Gugatan tersebut meminta hakim untuk menyatakan bahwa pernyataan eksekutif Facebook melanggar “Undang-Undang Prosedur Perlindungan Konsumen Washington DC” dan menuntut kompensasi bagi Muslim Advocates.

Muslim Advocates adalah organisasi nirlaba yang berbasis di Washington. [na/ft]

Oleh: VOA

Jumat, 12 Maret 2021

Peringatan Isra Mikraj, Wapres Tekankan Sikap Moderat Harus Jadi Pedoman Berbangsa dan Bernegara

Peringatan Isra Mikraj, Wapres Tekankan Sikap Moderat Harus Jadi Pedoman Berbangsa dan Bernegara
Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada Peringatan Isra Mikraj Tingkat Kenegaraan Tahun 2021 Masehi/1442 Hijriah, melalui konferensi video, Rabu (10/03/2021) malam. (Foto: BPMI Setwapres)

BorneoTribun Jakarta -- Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari beragam suku, budaya, dan agama. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa maka sikap moderat,  saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam kehidupan sosial maupun kehidupan beragama menjadi penting.

“Umat Islam harus menjadi umat yang moderat (wasathy) di dalam segala hal, baik cara berpikir, bersikap, maupun bertindak, baik dalam hal ibadah maupun dalam hal muamalah,” ucap Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pada Peringatan Isra Mikraj Tingkat Kenegaraan Tahun 2021 Masehi/1442 Hijriah, melalui konferensi video, Rabu (10/03/2021) malam.

Ditegaskan Wapres, umat Islam yang dibangun oleh Rasulullah adalah umat yang moderat. “Kondisi umat yang dihadapi Rasulullah saw. sangat beragam, baik dari aspek agama maupun etnis. Oleh karena itu, diperlukan sikap kepemimpinan yang penuh kesabaran, kebijakan, kebijaksanaan, dan keadilan, namun tetap teguh dalam menyampaikan misi dakwahnya,” ujarnya.

Wapres menekankan agar sikap moderat dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena sangat dibutuhkan bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

“Dalam konteks berbangsa dan bernegara sikap moderat ini sangat relevan dan harus dijadikan pedoman karena bangsa kita adalah bangsa yang majemuk,” ujarnya.

Wapres menilai penerapan prinsip menjaga persaudaraan bangsa dan persaudaraan kemanusiaan yang dilakukan oleh para ulama untuk menjaga persatuan bangsa merupakan hal yang tepat.

“Sangat tepat sekali apa yang dibuat oleh para ulama untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara mengembangkan prinsip ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa), di samping ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan),” tegasnya.

Dalam sambutannya, Wapres menuturkan bahwa peristiwa Isra Mikraj merupakan peristiwa penting dan monumental bagi umat Islam yang merupakan perjalanan spiritual bagi Nabi Muhammad saw. dalam membuktikan kekuasaan Allah Swt.

“Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin besar yang ditugasi untuk melakukan perbaikan di segala bidang bagi seluruh umat manusia dengan berbagai latar belakang, memerlukan pengetahuan dan wawasan yang luas. Dengan perjalanan Isra dan Mikraj itu Nabi Muhammad saw.  memperoleh banyak pengalaman dan pengetahuan tentang kekuasaan Allah Swt.,” tuturnya.

Menutup sambutannya, Wapres mengajak masyarakat untuk senantiasa bahu membahu dan bergotong royong untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.

Wapres juga mengingatkan masyarakat untuk terus disiplin menerapkan protokol kesehatan sebagai wujud ikhtiar dengan seraya memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi COVID-19 dapat segera berakhir.

“Marilah kita tetap melakukan ikhtiar bersama untuk menghilangkan pandemi ini melalui vaksinasi COVID-19 untuk membentuk kekebalan komunitas (herd immunity). Saya juga mengajak semua masyarakat untuk tetap mematuhi pelaksanaan protokol kesehatan,” tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa semangat Isra Mikraj yang memiliki nilai moderasi beragama, senada dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila, sehingga sangat tepat apabila diterapkan untuk membangun Indonesia yang lebih maju.

“Beberapa spirit Isra Mikraj seperti keseimbangan, keberkahan, musyawarah, dan persatuan, tidak lain adalah spirit yang dibutuhkan untuk negara ini. Seyogyanya spirit tersebut dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai landasan membangun kehidupan harmonis di tengah-tengah keragaman latar belakang, suku, dan agama untuk sampai pada cita-cita luhur kita, yakni bangsa yang utuh yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila,” ucap Yaqut.

Oleh: Humas Setkab

Sabtu, 31 Oktober 2020

Miss Muslimah AS, Kontes untuk Berdayakan Perempuan

Sejumlah perempuan Muslim berswafoto usai Salat Idul Fitri di Staten Island, New York, 25 Juni 2017. (Foto: Reuters)


BorneoTribun - Ada berbagai upaya digelar untuk memberdayakan Muslim di Amerika, khususnya perempuan. Sejumlah aktivis perempuan Muslim di AS melakukannya dengan menggelar kontes kecantikan perempuan Muslim. Apa yang membedakan kegiatan itu dengan kontes-kontes kecantikan lain yang kerap digelar di AS?


Maghrib Shahid mengaku prihatin dengan perkembangan situasi terkait Muslim dalam beberapa tahun terakhir.


“Saya perhatikan banyak perempuan Muslim melepas hijab mereka karena khawatir terlihat sebagai Muslim saat berada di keramaian publik. Orang-orang Muslim tidak berbeda dengan orang-orang lainnya. Hanya saja, kepercayaan kami berbeda," ujar Maghrib.


Keprihatinan ini pula yang melatarbelakangi usahanya menyelenggarakan Miss Muslimah USA, kontes kecantikan bagi perempuan Muslim di Amerika Serikat. Telah empat kali diselenggarakan, kegiatan tahunan ini bertujuan memberdayakan perempuan Muslim sekaligus memperkenalkan kepada publik bahwa Muslim tidak ada bedanya dengan masyarakat umum Amerika.


Namun, Shahid menegaskan, jangan keliru mengartikan kontes itu sebagai kompetisi kecantikan fisik. Miss Muslimah USA, menurutnya, lebih menekankan pada kecantikan nonfisik, kecerdasan, dan pengetahuan yang luas mengenai Islam.

Shahid menceritakan misi dari organisasi ini adalah mengangkat dan memberdayakan perempuan.


“Perempuan Muslim Amerika sebelumnya tidak memiliki platform itu. Lewat platform ini mereka bisa mengubah miskonsepsi mengenai mereka sendiri dan meruntuhkan pandangan-pandangan stereotipe," tutur Shahid.


Pada 2016, Maghrib Shahid mengatakan ia tidak senang dengan bagaimana perempuan Muslim dipandang dan diperlakukan. Suatu hari ia pernah berbelanja di sebuah toko kelontong, dan mendapati seseorang mengatakan agar ia pulang ke negara asalnya. Pernyataan tersebut mengejutkannya dan membuatnya bertekad untuk mengubah keadaan. Ia merasa yakin, banyak perempuan Muslim mengalami perlakuan seperti itu.


Muslim merupakan bagian signifikan dari penduduk Amerika Serikat. Hasil riset Pew Research Center pada 2020 menunjukkan, sekitar 1,1 persen penduduk AS atau 3,5 juta adalah Muslim


Ketika pertama kali menyelenggarkan Miss Muslimah USA, Shahid terpaksa menguras tabungannya karena sulitnya mencari sponsor. Namun pada tahun-tahun berikutnya banyak pihak bersedia menjadi penyandang dana.


Penyelenggaraan Miss Muslimah USA 2020 sempat direncanakan ditunda akhir Agustus lalu karena wabah virus corona. Apalagi ada sekitar 50 kontestan yang menyatakan mundur karena khawatir tertular virus itu. Namun karena mengingat pentingnya misi yang diemban, organisasi itu bersikeras tetap menyelenggarakanya dengan sejumlah pembatasan dan pemberlakuan protokol kesehatan.


Organisasi yang didirikan di Columbus, Ohio, ini dengan terpaksa mengalihkan tempat penyelenggaraan acara itu dari sebuah balairung besar yang tertutup ke sebuah tenda di ruang terbuka.


Halimah Abdullah adalah Miss Muslimah USA 2017. Ia mengatakan, kontes ini membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya. Ia berharap Miss Muslimah bisa menjadi teladan bagi para perempuan Muslim, khususnya mereka yang masih di bawah umur.


“Ikut kontes ini dan akhirnya memenangkan gelar menunjukan pada diri saya bahwa kecantikan itu bukan sebatas penampilan lahiriah. Kecantikan perempuan seharusnya dilihat dari apa yang ada di balik permukaan. Saya kini percaya diri dan tak lagi sungkan mengenakan hijab di mana saja," ujar perempuan asal Somalia yang tinggal Columbus dan mengenyam Pendidikan di Ohio State University.

Zehra Abukar, Miss Muslimah USA 2020, memiliki pandangan serupa. Perempuan berusia 23 tahun asal Somalia yang aktif di media sosial itu ingin gelar yang baru disandangnya bisa membantunya memberdayakan perempuan Muslim.


“Saya ingin perempuan Muslim memiliki pilihan karir yang sesuai dengan apa yang diidamkannya. Banyak perempuan Muslim ketika datang ke negara ini tidak bisa berbahasa Inggris, tidak bisa bekerja, tidak nyaman berada di luar rumah. Organisasi ini menawarkan pelatihan mengenai bagaimana membuka bisnis, dan mengembangkan kemampuan diri.” (VOA)

Selasa, 18 Agustus 2020

Mahfud Menilai Islam Wasathiyah Ini Cocok Di Indonesia

Foto: Dok. Istimewa


BORNEOTRIBUN | JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD perlunya pengetahuan terkait Islam Wasathiyah.Mahfud menilai Islam Wasathiyah ini cocok di Indonesia.


"Alhamdulillah buku Fikih Kebangsaan seri III diluncurkan. Isi buku ini, memaparkan hubungan Islam dan negara. Memang perlu disebarluaskan wacana keilmuwan Islam Wasathiyah. Islam jalan tengah, yang tidak ekstrim ke kanan dan ke kiri. Ya inilah yang cocok bagi bangsa Indonesia," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Senin (17/8/2020).


Hal ini diungkap Mahfud saat memberi sambutan pada launching Buku Fikih Kebangsaan Jilid III secara virtual yang disiarkan langsung dari Ponpes Lirboyo, Senin (17/8). Selain Mahfud, hadir secara virtual Mendagri Tito Karnavian, Mustasyar PBNU K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus), Rais Syuriah PCINU Australia dan New Zealand Prof. Nadirsyah Hosen (Gus Nadir), Pegasuh Ponpes Lirboyo K.H. M Anwar Manshur dan K.H A. Kafabihi Mahrus dan sejumlah masayikh PBNU, serta tim penyusun buku.


Mahfud menilai Islam Wasathiyah, paling cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, sejak berdirinya republik, jalan tengah ini telah dirumuskan tokoh Islam yang tergabung dalam BPUPKI.


Selain itu Mahfud mengatakan, Islam dari waktu ke waktu mengalami kemajuan. Menurutnya, sebelum merdeka dan satu dasawarsa setelah merdeka, orang Islam masih disudutkan dan tidak banyak diberi peran. Namun, lambat laun, Islam mulai mendapat tempat.


"Awal kemerdekaan, mau jadi tentara nggak boleh. Tapi sekarang, semua berubah. Makanya salah kalau orang menyebut ada islamophobi. Pak Tito (Mendagri) ngajinya pinter. Jadi imam kelasnya bukan Qulhu. Surat panjang, beliau fasih. Tapi bisa jadi Kapolri, bisa jadi menteri," kata Mahfud.


Selain itu, perkembangan Islam juga dinilai telah maju pesat. Sehingga saat ini tak ada larangan kegiatan keagamaan.


"Di kantor polisi ada pengajian, Kapolresnya pintar ngaji, pintar dakwah. Di kantor TNI juga demikian. Di kampus-kampus, Islam sudah terang-terangan. Dulu sampai akhir 70-80 malu-malu, pakai jilbab jarang. Sekarang semua pakai jilbab. Tidak ada sekali lagi islamplophobi saat ini. Kalau ada yang bilang, itu pihak yang kalah saja. Karena yang diserang mereka juga memperjuangkan Islam," pungkasnya.(cnn/dw)

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pemilu 2024

Lifestyle

Tekno