Berita Borneotribun.com: KPK Hari ini -->
Tampilkan postingan dengan label KPK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KPK. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 April 2021

ICW Sebut Kinerja KPK Buruk Sepanjang 2020

ICW Sebut Kinerja KPK Buruk Sepanjang 2020
Spanduk yang menyerukan masyarakat untuk ikut memberantas korupsi terpampang di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, 11 Desember 2008. (Foto: Reuters/Supri)

BorneoTribun Jakarta -- Lembaga swadaya masyarakat (LSM) antikorupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), mencatat KPK hanya melakukan penindakan kasus korupsi sekitar 13 persen dari target 120 kasus sepanjang 2020.

Peneliti Indonesian Corruptio Watch (ICW), Wana Alamsyah, mengatakan kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam kategori sangat buruk.

Hal itu terlihat dari jumlah kasus penindakan kasus korupsi yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut yang berkisar 13 persen dari target 120 kasus sepanjang 2020. Jumlah tersebut jauh jika dibandingkan dengan penindakan pada 2018 yang mencapai 216 kasus.

Peneliti ICW Wana Alamsyah. (Foto: Coutesy/ICW)

"Sejak 2015 hingga 2020, kinerja KPK mengalami kemerosotan sangat signifikan. Tahun 2020 ini merupakan titik terendah sejak 2015 ketika KPK menyidik kasus korupsi," jelas Wana dalam konferensi pers daring, Minggu (18/4).

Wana menjelaskan terdapat beberapa kasus yang ditangani KPK prosesnya lambat dalam membongkar setiap aktor. Selain itu, sebagian besar penindakan kasus korupsi merupakan hasil operasi tangkap tangan sejumlah tujuh kasus dan pengembangan tujuh kasus. Kasus yang baru disidik pada 2020 baru satu kasus.

ICW menyebut dalam konteks profesionalisme, terdapat dugaan bahwa kasus tahun sebelumnya atau carry over akan dihentikan (SP3) karena sudah ada preseden atas kasus BLBI.

Diagram kinerja KPK. (Foto: ICW)

"Kebocoran surat perintah dalam beberapa kasus yang ditangani oleh KPK membuka ruang bagi pelaku untuk melarikan diri, menyembunyikan bukti, atau potensi intimidasi dan teror. Kebocoran berpotensi terjadi pada tingkat KPK ataupun Dewan Pengawas," tambah Wana.

Ia merekomendasikan presiden untuk mengevaluasi kinerja dari pimpinan institusi penegak hukum, serta mempertimbangkan alokasi anggaran yang diberikan kepada institusi berdasarkan kinerja. Di samping itu, ICW mendorong institusi penegak hukum untuk melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran untuk kasus korupsi secara detail.

Menanggapi itu, Plt Juru bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri, mengatakan tuntutan pidana antara perkara yang satu dengan yang lain berbeda. Ia beralasan masing-masing perkara memiliki karakteristik yang juga berbeda.

"Di samping itu, alasan meringankan dan memberatkan atas perbuatan terdakwa tentu juga ada perbedaan antara perkara tipikor yang satu dengan yang lainnya," jelas Ali Fikri kepada VOA, Senin (19/4/2021).

Ali Fikri menambahkan KPK telah berupaya mengurangi perbedaan penanganan antar perkara dengan menyusun pedoman tuntutan baik perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pedoman tersebut saat ini dalam tahap finalisasi pedoman teknisnya.

Selain itu, kata Ali, kebijakan KPK tidak hanya menghukum para pelaku korupsi dengan hukuman penjara untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya. Namun, KPK juga berupaya melakukan penjatuhan hukuman denda, uang pengganti maupun perampasan aset hasil korupsi. Karena itu, KPK memandang penting untuk menuntaskan perkara yang berhubungan dengan pasal kerugian negara, gratifikasi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Oleh karena ukuran keberhasilan KPK khususnya bidang penindakan sesungguhnya juga bukan diukur melalui banyaknya tangkap tangan yang dilakukan dan berujung pada penerapan pasal-pasal penyuapan," tambah Ali Fikri. [sm/ft]

Oleh: VOA

Minggu, 11 April 2021

KPK Tahan Bupati Bandung Barat Terkait Dugaan Korupsi Bansos

KPK Tahan Bupati Bandung Barat Terkait Dugaan Korupsi Bansos
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat, 9 April 2021, dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Sasmito)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna dan anaknya terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19 pada 2020.

BORNEOTRIBUN JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna (AUS) dan anaknya Andri Wibawa (AW) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang bantuan sosial (bansos) COVID-19 pada 2020. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan keduanya ditahan di Rutan KPK Jakarta selama 20 hari, mulai 9 April 2021, untuk kepentingan penyidikan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.

Ilustrasi penyerahan bansos kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). (Foto: Kemensos)

"Sebelumnya KPK telah menetapkan AUS dan AW bersama-sama dengan MTG sebagai tersangka dan telah diumumkan pada 1 April lalu," jelas Nurul Ghufron di Jakarta, Jumat (9/4).

MTG merupakan pemilik PT Jagat Dir Gantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang. Bupati Bandung Barat dan anaknya semestinya ditahan bersamaan dengan MTG pada 1 April. Namun, karena alasan sakit, AUS dan AW baru ditahan pada Jumat (9/4). Menurut Ghufron, keduanya akan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari di tahanan KPK.

Dalam kasus ini, AA Umbara diduga telah menerima uang sebanyak Rp1 miliar. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.

Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menyalurkan bantuan sosial (bansos) provinsi untuk warga Kota Banjar terdampak COVID-19 di Kantor Pos Kota Banjar, Rabu (29/4). (Courtesy: Humas Jabar)

Pasal 12 huruf i mengatur tentang gratifikasi kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan ancaman Pasal 12B lebih berat, yakni hukuman seumur hidup.

Sedangkan AW diduga menerima keuntungan sejumlah Rp2,7 miliar dan MTG diduga telah menerima keuntungan sekitar Rp2 miliar. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.

Celah Regulasi Pengadaan Barang

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan ada setidaknya enam kasus korupsi terkait bansos COVID-19 selama pandemi. Di antaranya terjadi di Jakarta dan Makassar. Menurutnya, korupsi tersebut muncul karena ada celah regulasi dalam pengadaan barang dan jasa yang melalui mekanisme penunjukan langsung saat situasi darurat atau pandemi.

"Tidak ada tender, di situ kami melihat ada potensi korupsi dan konflik kepentingan yang tinggi," jelas Almas kepada VOA, Sabtu (10/4) siang.

Almas menuturkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) mengatur agar perusahaan yang ditunjuk telah terdaftar dan memiliki pengalaman dalam pengadaan barang yang dibutuhkan. Namun, ICW menemukan pejabat pembuat komitmen kerap mengabaikan aturan tersebut sehingga terjadi korupsi.

Ia menuturkan terbongkarnya kasus dugaan korupsi bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara pada akhir tahun lalu juga tidak membuat pejabat di daerah jera. KPK menetapkan empat tersangka lain dalam kasus yang melibatkan Menteri Sosial, di antaranya pejabat yang membuat komitmen di Kementerian Sosial, yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Sedangkan dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu Ardian IM dan Harry Sidabuke.

Dugaan korupsi ini bermula dari pengadaan bansos di Kementerian Sosial dengan total nilai Rp5,9 triliun rupiah atau 272 kontrak yang dilaksanakan dalam dua periode. Pengadaan ini dilakukan dengan penunjukkan langsung dan diduga ada fee atau biaya sebesar Rp10 ribu per paket bansos yang diterima Juliari.

Untuk paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga menerima fee Rp8,2 miliar yang diberikan secara tunai oleh Matheus melalui Adi. Uang itu dikelola oleh dua orang kepercayaan Juliari - yaitu Eko dan Shelvy – untuk digunakan membayar keperluan pribadinya.

Untuk paket bansos sembako periode kedua, terkumpul fee sekitar Rp8,8 miliar yang diduga juga akan digunakan untuk keperluan Juliari. [sm/ah]

Oleh: VOA

Senin, 22 Maret 2021

Geledah Sebuah Rumah di Bandung, KPK Amankan BB Elektronik

Geledah Sebuah Rumah di Bandung, KPK Amankan BB Elektronik
Sumber antara.

BORNEOTRIBUN JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan barang bukti elektronik dari penggeledahan di salah satu rumah di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (21/3).

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020.

"Minggu (21/3) menggeledah rumah kediaman dari pihak yang terkait perkara ini di wilayah Cimareme, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Untuk satu lokasi penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan bukti berupa barang elektronik yang terkait dengan perkara," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Pada Sabtu (20/3), tim penyidik KPK juga telah menggeledah di tiga lokasi berbeda di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung dalam penyidikan kasus tersebut.

Tempat penggeledahan tersebut merupakan rumah dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut yang masing-masing berlokasi di Desa Cicangkanggirang, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat.

Selanjutnya, berlokasi di Buahbatu, Kabupaten Bandung serta di Desa Mekarsari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

"Di tiga lokasi ini, telah ditemukan dan diamankan bukti diantaranya berbagai dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait perkara," ucap Ali.

Selanjutnya, kata dia, bukti-bukti tersebut segera dianalisa untuk diajukan penyitaan guna menjadi bagian kelengkapan berkas perkara penyidikan.

Sebelumnya diinformasikan, KPK membenarkan sedang mengusut kasus dugaan korupsi di Kabupaten Bandung Barat tersebut.

Namun, uraian lengkap dari kasus tersebut dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka belum dapat disampaikan KPK kepada publik secara terbuka.

Sesuai kebijakan Pimpinan KPK, pengumuman tersangka akan disampaikan saat tim penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penangkapan atau penahanan para tersangka telah dilakukan. (*)

Oleh: Antara

Rabu, 20 Januari 2021

Jangan biarkan Para Korupsi Bansos Bebas dan Hukum harus Ditegakkan

Foto: Istimewa

BorneoTribun | Jakarta - Gerakan Indonesia Beres melakukan aksi unjuk rasa di depan  Gedung KPK Rabu 20 Januari 2021. Sebagaimana telah diumumkan KPK-RI bahwa mantan Menteri Sosial Jualiari Batubara telah menjadi TERSANGKA & ditahan oleh KPK terkait korupsi dana BANSOS Covid-19 yang diperkirakan telah merugikan negara lebih dari Rp. 20 Milyar.

Bambang Isti Nugroho Korlap Aksi menyatakan, "Kami sebagai Gerakan Indonesia Beres melakukan penyampaian aspirasi pada hari rabu 20 Januari 2021 dengan masa aksi sekitar puluhan orang dengan menyajikan pertunjukan teatrikal didepan kantor kpk dengan tujuan penegakan hukum seadil-adilnya tentang hukuman mati untuk koruptor BANSOS COVID 19 yaitu mantan Menteri Juliari P Batubara beserta kroni-kroninya".

Foto: Istimewa

Lanjut Bambang, "Juliari P Batubara jelas sudah terbukti melanggar UU TIPIKOR no 31 tahun 1991 jo UU no 20 tahun 2001 pasal 2 ayat (2) dipidanan dengan hukuman mati. 
Kami menilai bahwa perbuatan tersangka Juliari telah merampas hak-hak rakyat miskin yang sedang mengalami masa-masa sulit selama pandemi Covid-19, yaitu sudah tertular penyakit juga berkurangnya dan sampai kehilangan mata pencaharian". 

Ini membuat bantuan yang kami terima menjadi sangat berarti bagi kehidupan kami. Ironisnya, bantuan yang menjadi hak kami orang miskin justru dikorupsi oleh Menteri Sosial Juliari dan kroninya. 

Foto: Istimewa

"Perbuatan Juliari sebagai Menteri Sosial sangat menyakiti rakyat miskin, sangat biadab dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila", sambung Bambang.

Oleh karena itu kami menuntut HUKUMAN MATI kepada Juliari dan tersangka korupsi Bansos lainnya.

Menurut MenkumHAM (19 Desember 2019) HUKUMAN MATI bagi terpidana korupsi dalam kondisi bencana alam dan non alam, juga saat krisis moneter,  sudah tercantum dalam undang-undang TIPIKOR. yang berlaku. (Sumber Liputan6, 6 Desember 2020). 

Ketua KPK-RI Firli Bahuri meminta pelaku korupsi anggaran penanganan pandemi Covid19 dituntut dengan HUKUMAN MATI (CNN, 6 Desember 2020).

Untuk mendukung KPK-RI menuntut hukuman mati atas koruptor Juliari Batubara dan krooni-kroninya, maka kami sudah menyebarkan dan mengumpulkan Petisi Hukuman Mati Juliari Batubara kepada seluruh elemen masyarakat. Ungkapnya

Penulis Albar/Irwan

Senin, 19 Oktober 2020

Mobil Dinas KPK Menelan Biaya Miliaran Rupiah

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Angkat Bicara Terkait Mobil Dinas Telan Biaya Miliaran Rupiah
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Ari Saputra/detikcom)

BorneoTribun | Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron angkat bicara terkait polemik pembelian mobil dinas yang menelan biaya miliaran rupiah. Kali ini, Ghufron mengajak publik untuk menilai sendiri.


“Saya berterima kasih atas perhatian ICW, sebagai materi yang saya pertimbangkan untuk mengundang masyarakat untuk mengevaluasinya. Saya tidak akan terima, saya juga tidak akan menolak,” kata Ghufron mengawali keterangannya, Senin (19/10/2020).


Ghufron meminta mereka yang mengira pimpinan KPK hidup hedonis untuk memantau ke rumahnya. Setelah itu, hanya Ghufron yang akan menerima semua penilaian publik tentang dirinya.


“Silakan ke rumah saya untuk melihat rumah kontrakan saya, melihat makanan saya, melihat kendaraan, pakaian dan yang lainnya. Setelah itu saya akan terima apapun penilaiannya,” kata Ghufron.


Ia menilai mobil dinas merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh negara sebagai pejabat publik. Namun, kata dia, sejauh ini fasilitas mobil dinas pejabat struktural KPK belum ada.


"Soal mobil dinas, KPK sebagai aparatur negara difasilitasi sesuai regulasi salah satunya adalah transportasi. Namun karena tidak ada fasilitas tersebut diganti dengan tunjangan transportasi, sehingga selama ini pimpinan KPK sudah menggunakan mobil pribadi untuk kegiatan resminya, ”ujarnya.


Menurut Ghufron, anggaran untuk mobil dinas sebenarnya sudah beberapa kali diajukan pada tahun anggaran sebelumnya. Namun karena kondisi ekonomi, hal itu tidak diizinkan.


"Soal harga mobil, KPK tidak menentukan standar mobil dan harganya. Itu semua diatur dalam regulasi mengenai standar fasilitas aparatur negara di semua tingkatan. Bahkan KPK meminta standar harga terendah, ujar mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember ini.


“Apapun itu, saya pribadi mengucapkan terima kasih atas perhatian masyarakat. Saya yakin itu karena kecintaannya kepada KPK,” imbuhnya.


Berdasarkan informasi yang didapat, mobil dinas ketua KPK dianggarkan Rp 1,45 miliar. Sedangkan untuk 4 orang wakil ketua KPK masing-masing dianggarkan sebesar Rp. 1 Milyar. Spesifikasi mobil 3500 cc.


Sedangkan untuk 5 mobil kantor Dewas KPK masing-masing dianggarkan Rp. 702 juta, jadi totalnya Rp. 3,5 miliar lebih. Rp. Anggaran mobil 702 juta juga disiapkan untuk 6 pejabat eselon I KPK. Selain itu, ada anggaran untuk mobil dinas eselon II di KPK. (YK/ER)

Sabtu, 17 Oktober 2020

Menuai Kritikan, KPK Tinjau Kembali Rencana Pengadaan Mobdin 2021

Rencana Mobdin KPK 2021
Rencana Mobdin KPK 2021. (Foto: Istimewa)


BorneoTribun | Jakarta - Rencana pengadaan mobil dinas (mobdin) untuk pejabat, pimpinan, dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai kritik. KPK memutuskan untuk meninjau kembali usulan anggaran 2021 terkait fasilitas mobil dinas.


“Kami benar-benar mendengarkan semua masukan masyarakat. Oleh karena itu diputuskan proses pembahasan anggaran pengadaan mobil dinas resmi. Saat ini kami sedang melakukan peninjauan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku,” ujar Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa. di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (16/10).


Cahya mengapresiasi kritik yang disampaikan masyarakat terkait wacana penganggaran mobil dinas. Cahya menegaskan KPK masih aktif memberantas korupsi.


“Terima kasih atas masukan dari seluruh masyarakat. KPK memastikan akan terus bekerja semaksimal mungkin memberantas korupsi bersama masyarakat,” kata Cahya.


Cahya mengakui KPK memang telah mengusulkan pengadaan mobil dinas pimpinan, Dewas, dan pejabat struktural untuk tahun anggaran 2021. Dengan berpedoman kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 150/PMK.06/2014 terkait perencanaan kebutuhan barang milik negara


Proses pengajuan anggaran mobil dinas, lanjut Cahya, sudah melalui mekanisme sejak peninjauan angka dasar yang meliputi review tahun sebelumnya dan kebutuhan belanja operasional dasar. Proses ini akan berlanjut hingga ditetapkannya pagu definitif yang ditandai dengan penandatanganan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) oleh DPR.


“Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan dan peninjauan kembali oleh KPK bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas dan akhirnya DIPA akan diterbitkan pada Desember 2020,” jelas Cahya.


Terkait usulan spesifikasi kendaraan dan harga satuan, Cahya mengklaim usulan yang diajukan KPK telah mengacu pada standar biaya pemerintah dan berpedoman pada Standar Kebutuhan Barang Kebutuhan (SBSK) yang telah ditetapkan pemerintah.


Sebab selama ini pimpinan, Dewas, pejabat struktural, dan seluruh pegawai KPK tidak memiliki kendaraan dinas.


Dia juga tidak menampik jika pimpinan dan pejabat KPK menerima tunjangan transportasi yang sudah dikompensasikan dan termasuk dalam komponen gaji.


Namun, jika pada tahun 2021 bisa diberikan kendaraan dinas kepada pimpinan dan pejabat KPK, tentunya tunjangan transportasi yang sudah diterima tentu tidak akan diterima lagi sehingga tidak berlaku rangkap, ”klaim Cahya. (YK/ER)


Rabu, 23 September 2020

Dianggap Kinerja KPK Sudah Enggan Tangani Kasus Strategis

Dianggap Kinerja KPK Sudah Enggan Tangani Kasus Strategis
Massa Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi. (Foto: JAWAPOS.COM)


BorneoTribun | Jakarta - Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca satu tahun revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi sorotan. Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai, kinerja KPK dibawah komando Firli Bahuri hanya menangani kasus-kasus lanjutan periode sebelumnya.


“Kebanyakan kasus carry over dari periode sebelumnya ataupun kasus-kasus yang tidak cukup strategis,” kata Zainal dalam diskusi bertajuk ‘Malam Refleksi Satu Tahun UU KPK, Mati Surinya Pemberantasan Korupsi’, Selasa (22/9).


Zainal menyebut, kinerja lembaga antirasuah pasca-revisi yang juga dikomandoi Komjen Pol Firli Bahuri mengalami kemunduran. Saat ini, KPK dinilai seperti enggan menangani perkara yang menjadi sorotan masyarakat atau menangani perkara yang di dalamnya terlibat oknum aparat penegak hukum.


“Kita lihat tidak ada misalnya kasus yang bernilai strategis menjadi game changer di dalam pemberantasan korupsi. Misalnya tidak ada lagi kasus aparat penegak hukum yang diproses oleh KPK, padahal di depan mata kita melihat ada skandal besar mafia hukum berjejaring di semua lini aparat penegak hukum,” cetus Zainal.


Zainal menyebut, seharusnya KPK dapat menangani kasus strategis dengan dampak kerugian negara yang besar atau melibatkan aparat penegak hukum. Dia menyebut, kasus-kasus tersebut seperti skandal Djoko Tjandra dan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.


“Kasus Djoko Tjandra KPK tidak masuk, yang kita melihat kasus besar seperti Jiwasraya KPK juga tidak masuk,” pungkasnya.(*)

Sabtu, 02 Mei 2020

KPK Serahkan Uang Hasil Rampasan Kepada Negara



Fhoto : Illustrasi / Gedung KPK

BORNEOTRIBUN I JAKARTA - Sesuai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 81/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt.Pst tanggal 04 Desember 2019 atas nama Terdakwa Bowo Sidik Pangarso, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setorkan uang senilai Rp.10 miliar kepada negara. Uang tersebut milik terpidana korupsi Bowo Sidik Pangarso
 
"Total keseluruhannya sebesar Rp. 10.424.031.000, dan SGD1060, serta USD50 ". kata Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Sabtu 2 Mei 2020.
 
Ali menyebutkan secara rinci penyetoran pertama telah dilakukan pada 22 Januari 2020 sebesar  Rp.1,85 miliar, penyetoran kedua dilakukan pada 24 April 2020 dengan nominal Rp. 8,57 miliar, USG 1060, dan USD 50.

Uang itu merupakan barang bukti yang ditemukan KPK dalam puluhan amplop yang disimpan dalam dua kontainer plastik milik eks Anggota DPR tersebut. Uang tersebut digunakan Bowo dalam serangan fajar saat pemilihan legislatif lalu dan rmpasan uang itu dikembalikan KPK ke negara sebagai bentuk pemulihan aset.

"KPK berkomitmen dalam setiap penyelesaian perkara akan terus memaksimalkan upaya pemulihan aset untuk negara dari hasil korupsi baik melalui tuntutan uang pengganti maupun perampasan aset hasil Tipikor melalui penyelesaian perkara tindak pidana pencucian uang "ujar Ali. ( Medcom.id )

Editor     : Herman

Hukum

Peristiwa

Kesehatan

Pilkada 2024

Lifestyle

Tekno